Ibadah.co.id-Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) nampaknya merebut isu sentral ditengah wabah Covid-19. RUU HIP menjadi kemelut bersama yang mendapat respon negatif dari bebagai oramas dan instansi organisasi keagamaan di berbagai tempat.
Dilansir dari Republika, Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menegaskan pemerintah tetap tidak setuju jika TAP MPRS nomor 20 Tahun 1966 tidak masuk dalam pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Mahfud meminta DPR untuk tidak buru-buru membahas dan menetapkan putusan RUU tersebut.
Respon tegas disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi. Pihaknya mengungkapkan bahwa MUI akan mengedepankan metode persuasif untuk menolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Muhyiddin menegaskan MUI akan menolak RUU HIP dengan segala upaya.
Sementara itu, dalam proses legislasi di DPR, menurut Muhyiddin, MUI mengadakan berbagai lobi dengan DPR. Termasuk dengan wakil presiden KH Ma’ruf Amin. “Kami tidak minta ke Wapres agar pembahasannya ditunda, tapi dihentikan. Alhamdulillah sampai saat ini dukungan terus mengalir dan selanjutnya kami akan bertemu dengan pemerintah dalam hal ini presiden,” ujarnya.
Selebihnya, dikutip dari telusur.co.id Kiai Muhyiddin juga mengkritik sikap Presiden Jokowi yang bilang tidak tahu apa-apa. Bagi dia, tidak pantas orang nomor satu di Indonesia menjawab tidak tahu apa-apa ketika ditanya sesuatu yang berkembang apalagi menjadi polemik. “Kita semua sudah bazyak makan asam garam, kalau ada seorang pemimpin nasional menjawab tidak tahu apa-apa, itu adalah sebuah kejanggalan,” tukasnya.
Respon lain juga disampaikan oleh Akademisi UNUSIA yang justru mempertanyakan kearifan sikap Waketum MUI, Kiai Muhyiddin. Menurutnya, para pembesar ormas, apalagi organisasi keulamaan yang resmi di Indonesia layaknya MUI mestinya menyikapi isu ini dengan bijaksana. “Saya rasa, orang-orang besar negeri ini memberi contoh yang baik bagi rakyat kecil. Sekalipun tidak bisa menerima RUU itu, mestinya mereka melakukan tabayun dan dilakukan secara musyawarah mufakat” tutur Ahmad Fairozi.
Pihaknya menyayangkan sikap Kiai Muhyiddin dalam webinar bertajuk ‘Tolak RUU HIP, Selamatkan Indonesia’ yang disiarkan oleh Youtube Kalam TV, Sabtu (20/6/20). “Ungkapan Muhyiddin “Kalau kita ingin nahyi munkar, ulama-ulama yang melakukan nahyi munkar harus siap dikucilkan. Karena itu, ada tiga hal yang dilakukan oleh kuffar, pertama membuat anda tidak bisa bergerak atau memenjarakan, kedua membunuh, baik membunuh sumber pendapatan dan ketiga akan dikeluarkan dengan berbagai cara” rupanya perlu diklarifikasi. Apakah pihaknya sedang menduga pemerintah kita kuffar atau ada maksud lain? saya hanya takut video ini tersebut disimak oleh orang orang yang gampang marah dan terprovokasi untuk demo pemerintah, ini kan membuat gaduh” sambung kandidat Magister Islam Nusantara itu.
Pihaknya meminta agar penolakan yang dilakukan ormas-orams dilakukan dengan cara arif dan santun. Termasuk salah satunya tidak mengkritik sikap Presiden, dan atau menuntut ketegasan wakil presiden di muka umum. “Ini tidak elok. Apalagi jika nanti sampai menghidupkan kembali aksi serupa 212, pihaknya harus bertanggungjawab loh” pungkas Mahasiswa Pasca asal Madura itu. (RB)