Shalat Tarawih Menurut Pandangan Ulama dan Praktiknya (Bagian 2)
Ibadah.co.id –Dalam sebuah riwayat dikatakan: “Menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, dan sebagian Malikiyah), shalat tarawih adalah 20 rakaat berdasar hadist yang telah diriwayatkan Malik bin Yazid bin Ruman dan Imam al-Baihaqi dari Sa’ib bin Yazid tentang shalatnya umat Islam di masa Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu ‘anh, yakni 20 rakaat. Umar mengumpulkan orang-orang untuk melakukan tarawih 20 rakaat secara berjamaah dan masih berlangsung hingga sekarang. Imam al-Kasani berkata, ‘Umar telah mengumpulkan para sahabat Rasulullah, lantas Ubay bin Ka’ab mengimami mereka shalat 20 rakaat, dan tidak ada satu orang pun yang mengingkarinya, maka hal itu sudah menjadi ijma’ (kesepakatan) mereka.’
Imam Ad-Dasukyi dan lainnya berkata, ‘Itulah yang dilakukan para sahabat dan tabi’in.’ Imam Ibnu ‘Abidin berkata, ‘Itulah yang dilakukan orang-orang mulai dari bumi timur sampai bumi barat.’ ‘Ali As-Sanhuri berkata, ‘Itulah yang dilakukan orang-orang sejak dulu sampai masaku dan masa yang akan datang selamanya.’ Para ulama mazhab Hanbali mengatakan, ‘Hal sudah menjadi keyakinan yang masyhur di masa para sahabat, maka ini merupakan ijma’ dan banyak dalil-dalil nash yang menjelaskannya.’” (Mausû’ah Fiqhiyyah, juz 27, h. 142)
Dari keterangan yang terdapat dalam kitab Tashhih Hadits Shalah at-Tarawih Isyrina Rak‘atan, Imam Ibnu Taimiyyah juga sepakat dan berpendapat bahwa rakaat shalat tarawih 20 rakaat, dan beliau menfatwakan sebagaimana berikut:
“Telah terbukti bahwa sahabat Ubay bin Ka’ab mengerjakan shalat Ramadhan bersama-sama orang lainnya pada waktu itu sebanyak 20 rakaat, lalu mengerjakan witir 3 rakaat, kemudian mayoritas ulama mengatakan bahwa itu adalah sunnah. Karena pekerjaan itu dilaksanakan di tengah-tengah kaum Muhajiriin dan Anshor, dan tidak ada satu pun di antara mereka yang menentang atau melanggar perbuatan itu”.
Dalam kitab Majmu’ Fatawyi Al-Najdiyyah diterangakan tentang jawaban Syekh ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdil Wahab tentang bilangan rakaat shalat tarawih. Ia mengatakan bahwa setelah sahabat Umar mengumpulkan manusia untuk melaksanakan shalat berjamaah kepada sahabat Ubay bin Ka’ab, maka shalat yang mereka lakukan adalah 20 rakaat”.
Praktik Shalat Tarawih dan Witir
Secara umum tak ada perbedaan antara shalat tarawih dan shalat sunnah lainnya, kecuali ia harus dilakukan setelah shalat Isya’ dan pada bulan Ramadhan. Shalat tarawih dianjurkan dilaksanakan secara berjamaah, meskipun bagi yang uzur memenuhi keutamaan ini bisa menunaikannya secara sendirian (munfarid).
Tak ada berbedaan soal rukun-rukun antara shalat tarawih, shalat witir, dan shalat fardhu. Keharusan membaca surat-surat tertentu setelah al-Fatihah pun tidak ada. Orang yang shalat tarawih atau witir dipersilakan memilih surat dan ayat mana saja, meskipun tentu saja surat atau ayat yang lebih panjang lebih utama. Sebagian ulama merekomendasikan surat-surat tertentu untuk dibaca.
Mungkin yang khas dijumpai pada malam Ramadhan adalah doa yang dipanjatkan masyarakat Muslim Tanah Air selepas shalat tarawih. Doa tersebut biasa dikenal dengan nama “doa kamilin”. Kata “kâmilîn” berarti orang-orang yang sempurna. Nama ini diambil dari redaksi pertama doa tersebut yang memohon kesempurnaan iman kepada Allah. Doa ini dipraktikkan para ulama di mana-mana melalui rantai ijazah (sanad amalan) yang jelas.
Shalat tarawih dan witir menjadi istimewa bukan hanya karena dilaksanakan pada bulan suci Ramadhan, tapi juga lantaran keduanya dilakukan pada malam hari. Dalam Islam, Ramadhan dikenal peristiwa lailatul qadar atau malam yang disebut lebih baik dari seribu bulan. Artinya, pelaksanaan shalat tarawih dan witir, juga ibadah-ibadah lain di malam Ramadhan, merupakan kesempatan untuk meraup berlipat pahala, keutamaan dan keberkahan. Semoga kita semua dapat istiqamah menjalankannya. Wallahu a’lam bish shawab.
Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online 23 Juli 2012 19:12, ditulis oleh KH Abdul Nashir Fattah, Rais Syuriyah PCNU Jombang. Redaksi menayangkan ulang pada Ramadhan kali dengan sejumlah penyuntingan dan penambahan, terutama di bagian praktik shalat tarawih dan witir. (Red: Mahbib/nu online/ibadah.co.id)