Jakarta, Ibadah.co.id –Kabupaten Kepulauan Mentawai, menjadi salah satu wilayah dakwah program Dai 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2024. Terletak di luar wilayah pulau Sumatra, program Dai 3T diharapkan mampu memberi kontribusi besar dalam memperkuat Moderasi Beragama di wilayah tersebut.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kepulauan Mentawai 2021 mencatat, mayoritas penduduk di kabupaten tersebut menganut agama Kristen, sementara penganut Islam menjadi minoritas. Kehidupan harmonis telah terjalin sejak dulu, di tengah keragaman suku, etnis, dan agama.
“Keragaman agama dan suku justru memperkuat hubungan dan kehidupan harmonis masyarakat Mentawai,” ungkap Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Kepulauan Mentawai, Masdan kepada wartawan, Kamis (7/3/2024).
Memasuki bulan Ramadan, imbuh Masdan, kehadiran dai di Kepulauan Mentawai sangat dibutuhkan. Untuk itu, pengiriman dai ke wilayah 3T diharapkan dapat menumbuhkan semangat umat Islam untuk belajar dan meningkatkan pemahaman agama.
“Pada tahun 70-an, umat Islam di Mentawai hanya 5%. Saat ini telah tumbuh berkisar 22%. Kendati demikian, umat Islam masih minoritas. Namun, semangat beragama mereka meningkat. Untuk itu, dai yang ditugaskan diharapkan dapat memberi pencerahan di tengah masyarakat Muslim Mentawai,” paparnya.
Sementara itu, Analis Kebijakan Ahli Muda pada Fungsi Dakwah dan Hari Besar Islam (HBI) Kemenag, Subhan Nur Mahmud mengatakan, pengiriman dai ke wilayah 3T bertujuan untuk memperkuat pengetahuan agama bagi masyarakat, terutama di wilayah dengan akses terbatas.
Subhan menekankan pentingnya pembinaan yang difokuskan pada penguatan akidah dan pemberantasan buta aksara Al-Qur’an. “Jangan beri materi yang berat di masyarakat. Meskipun kajian keilmuannya sudah lengkap, tetapi dai harus mampu beradaptasi dengan kondisi masyarakat. Pembinaan sebaiknya difokuskan pada pemberantasan buta aksara Al-Qur’an dan penguatan akidah,” ucapnya.
Subhan menyebut, penugasan lima dai ke Mentawai merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperluas jangkauan dakwah dan memperkokoh pemahaman agama Islam masyarakat di daerah terpencil.
“Dai harus ramah dengan semua pemeluk agama dan cinta terhadap umat Islam,” tegasnya.
Kelima dai yang ditugaskan ke Kepulauan Mentawai yaitu Ustaz Safei Salalatek ditugaskan di Kecamatan Siberut Selatan, sementara Ustaz Abdul Hafizh dan Ustaz Melgi Ardi ditempatkan di Kecamatan Siberut Utara. Selain itu, Ustaz Amal Khaerat ditugaskan di Kantor Urusan Agama (KUA) Pagai Utara, dan Ustaz Ali Fasya di Kecamatan Sipora Selatan.
Subhan berharap, dengan adanya dukungan langsung dari para dai yang berkualitas, diharapkan akan terjadi peningkatan kesadaran dan keaktifan umat Islam dalam menjalankan ajaran agama serta memperkuat solidaritas antarumat beragama di Kepulauan Mentawai.
“Langkah ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendukung pembangunan sosial dan keagamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah terpencil seperti Kepulauan Mentawai,” tandasnya.
Kepulauan Mentawai
Kepulauan Mentawai, destinasi eksotis di tengah Samudera Hindia, telah lama menjadi daya tarik bagi para petualang yang mencari kekayaan budaya dan alam. Terdiri atas empat pulau utama, yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan. Kabupaten ini resmi dimekarkan dari Kabupaten Padang Pariaman berdasarkan UU RI No. 49 Tahun 1999.
Dengan jarak sekitar 174 km dari Padang, akses ke Kepulauan Mentawai dapat ditempuh dalam waktu 3-4 jam menggunakan speedboat dari Pelabuhan Marina Muaro Padang, atau 13-14 jam dengan kapal perintis. Namun, usaha untuk mencapai surga ini sebanding dengan pesonanya.
Keindahan alam Kepulauan Mentawai terkenal dengan pantai-pantai indah dan ombak yang bergulung, menjadikannya tempat idaman bagi para peselancar dunia. Namun, keberagaman budaya dan keharmonisan antarumat beragama juga menjadi daya tarik tersendiri. Meskipun memiliki 10 kecamatan, KUA hanya ada di lima kecamatan, dengan jumlah rumah ibadah umat Islam sebanyak 107.
Suku Mentawai, Suku Sakuddei, dan Suku Minangkabau menjadi penduduk utama di kabupaten ini, membentuk mozaik sosial yang kaya akan keanekaragaman budaya.
Nama ‘Bumi Sikerei’ kerap digunakan masyarakat setempat untuk merujuk pada negeri mereka, mencerminkan kekayaan spiritual dan kultural yang mengalir dalam kehidupan sehari-hari. Rumah adat suku Mentawai, atau yang dikenal sebagai uma, menjadi lambang keberadaan mereka, dengan rumah panggung dan dinding terbuat dari papan menjadi ciri khasnya.
Sebagian besar penghuni pulau-pulau di Kepulauan Mentawai berasal dari pulau Siberut. Namun, setelah kemerdekaan, masyarakat Kepulauan Mentawai telah membaur dengan suku-suku bangsa lain di Indonesia, terutama setelah menjadi salah satu daerah transmigrasi.
Sumber : Bimas Kemenag