MUI Sampaikan Pesan Kepada Pemerintah Soal Ibadah Haji
Ibadah.co.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan pesan kepada pemerintah soal pemberangkatan ibadah haji Indonesia. Hal ini terkait juga tentang penularan Covid-19 di Indonesia. MUI mempertimbangkan antara kesehatan dan pemberangkatan haji.
Seperti dilansir okezone.com pada 29/4/21, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan pemerintah sebelum memberangkatkan jamaah haji Indonesia agar menjaga keselamatan jiwa jamaah serta risiko penularan Covid-19.
Terkait Istitha’ah Haji di Masa Pandemi dalam Bahtsul Masail Perhajian pada Rabu 28 April 2021, menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am pertimbangan kesehatan publik perlu menjadi pijakan dalam membuat kebijakan peribadatan.
“Dalam konteks ibadah haji, sekalipun pemerintah Arab saudi membuka haji dan Indonesia mendapatkan porsi namun harus diperhatikan potensi yang menularkan atau tidak. Negara boleh memberikan pembatasan serta meminimalisirkan kontak,” ujar Ni’am dikutip dalam laman resmi Kemenag Kamis,(29/04/2021).
Ia menyebut jika seandainya Saudi membuka haji untuk Indonesia tetapi menurut pendekatan kesehatan potensi tinggi terhadap penularan dan mutasi virus lebih ganas misalnya, maka pemerintah tidak boleh memaksakan penyelenggaraan haji.
“Biarkan regulasi istithaah yang diterapkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama,” tambah Ni’am.
Ia pun menjelaskan, tiga pandangan tafsir terkait istitha’ah. Pertama, pandangan Imam Syafi’y dan Ahmad Bin Hanbal yang berpendapat Istithaah hanya menyangkut dalam bidang biaya.
Dalam pandangan ini, orang yang tidak dapat melaksanakan haji sendiri tetapi ia mempunyai biaya untuk melaksanakan haji, maka dianggap sudah memenuhi kriteria istithaah.
”Oleh karena itu ia wajib membiayai orang lain untuk menghajikannya,”kata Ni’am.
Kedua, pandangan Imam malik yang berpendapat istithaah menyangkut kesehatan badan. Orang yang secara fisik tidak dapat melaksanakan haji sendiri, tidak dipandang sudah memenuhi kriteria istithaah.
Meskipun ia memiliki sejumlah harta yang cukup untuk membiayai orang lain untuk menghajikannya, karena itu dia belum berkewajiban menunaikan haji baik sendiri maupun dengan membiayai orang lain jika tidak sehat.
“Yang ketiga menurut Abu Hanafiah istithaah pada dasarnya meliputi dalam bidang biaya dan kesehatan badan,” jelasnya. Selain itu, Niam menjelaskan tiga produk MUI yang dapat dijadikan referensi dalam pelaksanaan haji saat pandemi. “MUI memiliki 3 tiga produk yang menjadi referensi yaitu: pertama, keputusan ijtima ulama komisi fatwa MUI tahun 2018 tentang istithaah kesehatan haji, kedua fatwa MUI tentang pemakaian masker bagi orang yang sedang ihram dan terakhir fatwa MUI tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah Covid-19,” jelas Niam. (RB)