Shalat Sunnah Rawatib dan Keistimewaannya
ibadah.co.id –Pada waktunya nanti, shalat sunnah yang kita lakukan dengan ilmu dan keikhlasan akan menjadi penolong di saat amal ibadah shalat wajib kita kurang sempurna.
Dalam Islam, shalat sunnah (nawafil) itu sangat dianjurkan, karena sebagain ulama meng-qiyaskan (menganalogikan) sebagai ‘suplemen’ bagi shalat wajib (maktubah). Seperti kita ketahui, suplemen merupakan produk yang dipakai untuk melengkapi makanan yang mengandung satu atau lebih nutrien vitamin, mineral, asam amino, lemak, dan yang lainnya, yang apabila dikonsumsi tubuh menjadi terasa bugar dan semangat. Begitupun dengan shalat sunnah, khususnya rawatib (shalat sunnah yang mengiringi shalat wajib) berfungsi sebagai kekuatan pendukung dan penyempurna shalat wajib yang kita lakukan.
Sebutan Pengelompokan Shalat Sunnah
Para ulama berbeda-beda dalam mengistilahkan penyebutan shalat sunnah yang jumlah dan macamnya sangat banyak tersebut. Bila dilihat dari sudut keutamaannya, dikatagorikan dengan shalat sunnah muakkad (utama) dan shalat sunnah ghair muakkad (biasa saja). Kalau dari sisi yang diperaktekkan Rasulullah Saw., Imam Ghazali dalam kitab Asrarus Shalat min Rub’il Ibadat menyebutkan ada tiga istilah, yakni sahlat sunnah, mustahab, dan tathawwu’.
Shalat sunnah adalah shalat yang dinukil secara langsung dari Rasulullah Saw. yang mana beliau melakukannya secara terus menerus. Misalnya shalat rawatib, shalat dhuha, shalat tahajjud, shalat witir dan sebagainya. Shalat mustahab adalah shalat yang keutamaannya dijelaskan dalam hadits, tetapi tidak ada keterangan bahwa Rasulullah Saw. melaksanakannya secara terus menerus. Seperti shalat sebelum keluar dari rumah, shalat setelah datang dari bepergian, shalat pada beberpa malam dan hari tertentu (shalat sunnah malam ahad, shalat sunnah hari senin) dan lain sebagainya. Adapun shalat tathawwu’, adalah shalat selain keduanya, yaitu shalat yang tidak ada keterangan dalam hadits maupun atsar. Tetapi seorang hamba melakukannya sebagai munajat kepada Allah swt. Begitulah yang dilakukan oleh seorang hamba yang ingin mendekatkan diri kepada Allah secara tulus ikhlas menyerahkan diri (tabarru’).
Sedang dilihat dari jumlah banyaknya rakaat, Sayyid Sabiq dalam kitab Fikih Sunnah, menyebutkan bahwa shalat sunnah itu terbagi dua, yakni mutlaq dan muqayyad. Shalat sunnah mutlaq itu orang berniat shalat saja, berapapun rakaatnya. Sedangkan sunnah muqayyad adalah shalat sunnah yang jumlah rekaatnya ditentukan. Sunnah muqayyad ini dibagi lagi menjadi dua, yakni shalat sunnah yang mengiringi shalat lima waktu (rawatib) dan shalat sunnah yang tidak mengiringi shalat fardhu.
Ada juga yang mengkategorikan ragam shalat sunnah menjadi dua, yaitu pertama shalat sunnah yang mengiringi shalat fardu (shalat suannah rawatib. Kedua, Shalat sunnah yang tidak mengiringi shalat fardhu, yaitu shalat tahajjud, shalat tahiyyatul masjid, shalat taubat, shalat lidaf’il bala’, shalat tasbih, shalat hajat, shalat tahjjud, shalat istikharah, shalat tarawih, shalat dhuha, shalat awwabin, shalat ba’ada akad nikah, shalat qudum, shalat sunnah muthlaq, shalat witir, dan masih banyak lainnya.
Jumlah Rakaat Shalat Sunnah Rawatib
Terkait jumlah rakaat shalat sunnah rawatib (yang qobliyah dan ba’diyah) ini para ulama mazhab fikih berpandangan beda-beda dengan dasarnya masing-masing. Pendapat-pendapat jumlah rakaat sunnah rawatib yang muakkad itu adalah : (lihat lbanatul Ahkam, jilid I, hal. 503).
- Imam Ahmad berpendapat bahwa shalat sunnah rawatib yang utama ada 10 rakaat, yakni : 2 rakaat sebelum dhuhur, 2 rakaat sesudahnya, 2 rakaat sesudah maghrib, 2 rakaat sesudah isya’, 2 rakaat sebelum subuh. Kebanyakan ulama mazhab Syafi’i juga berpendapat sunnat rawatib yang mu’akkad itu ada 10 rakaat. Seperti dikatakan Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad Alhusaini dalam kitabnya Kifayatul Akhyar.
Berdasrkan pada hadits Nabi Saw. dari riwayat Ibnu Umar ra. :
Saya ingat / hafal dari perbuatan Nabi saw, ada 10 rakaat shalat sunat, yakni: 2 rakaat sebelum dhuhur, 2 rakaat sesudah dhuhur, 2 rakaat sesudah maghrib di rumahnya, 2 rakaat sesudah isya’ di rumahnya, dan 2 rakaat sebelum shubuh. (HR. Bukhori : 1109, Muslim : 1184). Riwayat yang lain : “2 rakaat sesudah Jum’at di rumahnya”. Imam Muslim menambahkan : “Ketika terbit fajar Rasulullah tidak shalat kecuali 2 rakaat pendek”.
- Imam Syafii berpendapat : ada 16 rakaat, yakni : 4 rakaat sebelum dhuhur, 2 rakaat sesudahnya, 4 rakaat sebelum ashar, 2 rakaat sebelum maghrib, 2 rakaat sesudah isya’, dan 2 rakaat sebelum shubuh.
Berpedoman pada hadits Nabi Saw. : Dari Ummu Habibah Ummul Mukminin ra, berkata : Saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda : “Barang siapa melakukan shalat 12 rakaat sehari semalamnya, maka dibangunkan baginya istana di surga. (HR. Muslim 1198, Turmudzi 380).
Imam Muslim menambahkan : 4 rakaat sebelum dhuhur, 2 rakaat sesudahnya, 2 rakaat sesudah maghrib, 2 rakaat sesudah isya’, dan 2 rakaat sebelum shalat fajar. Imam-imam Khomsah (5) menambahkan : Barang siapa menjaga (membiasakan) 4 rakaat sebelum dhuhur, dan 4 rakaat sesudahnya, maka Allah mengharamkan baginya api neraka. (Ibanatul Ahkam, jilid I, hal. 499)
Hadits Nabi Saw. riwayat Ibnu Umar ra. : “Allah memberi rahmat kepada seseorang yang (melakukan) shalat empat rakaat sebelum ashar”. (HR. Ahmad, Abu Dawud : 1079 dan Tirmidzi : 395).
- Imam Abu Hanifah berpendapat : 12 Rakaat. Berpedoman pada hadits Nabi saw riwayat dari Ummu Habibah Ummul Mukminin, hadits No. 2 tanpa tambahan riwayat Imam Muslim, yakni : 4 rakaat sebelum dhuhur, 2 rakaat sesudahnya, 2 rakaat sesudah maghrib, 2 rakaat sesudah isya’, dan 2 rakaat sebelum shubuh.
- Imam Malik berpendapat terdapat 14 rakaat, yakni : 2 rakaat fajar, 4 rakaat sebelum dhuhur, 2 rakaat sesudahnya, 4 rakaat sebelum ashar, 2 rakaat sesudah maghrib. Berpedoman kepada amalan ahli Madinah. (Ibanatul Ahkam : I, hal. 503).
Jumlah Keseluruhan dan Keistimewaan Shalat Sunnah Rawatib
Sedangkan jumlah dari sunnah rawatib muakkad dan ghair muakkad itu ada 22 rakaat. Disebutkan dalam beberapa kitab Fiqih madzhab Syafii, seperti kitab Ad Durorul Bahiyyah, karya As Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatho, dan kitab I’anatuth Thalibin karya As Sayyid Al Bakri menegaskan bahwa 10 rakaat digolongkan sunat mu’akkadah (Nabi selalu membiasakan untuk melakukannya) dan yang 12 rakaat digolongkan sunat ghair mu’akkad (Nabi tidak terlalu membiasakan melakukannya).
- 4 rakaat sebelum dhuhur dan 4 rakaat sesudahnya. Berdasarkan hadits dari riwayat Ummu Habibah ra. : “Barang siapa yang menjaga (membiasakan) atas 4 rakaat sebelum dhuhur dan 4 rakaat sesudahnya, maka haram baginya api neraka”. (HR. Turmudzi: 393).
- 4 rakaat sebelum ashar, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar ra. : Allah memberi rahmat kepada seorang manusia yang melakukan shalat 4 rakaat sebelum ashar. (HR. Turmudzi : 395).
- 2 rakaat sebelum maghrib, berdasrkan hadits : Dari Abdullah bin Mughaffal : Nabi saw bersabda : “Shalatlah kamu sebelum maghrib! Shalatlah kamu sebelum maghrib! Kemudian Beliau berkata yang ketiga kalinya : Bagi orang yang menghendakinya”. (HR. Bukhari : 1111 & 6820, Abu Dawud : 1089).
- 2 rakaat sesudah Maghrib, dari hadits Nabi Saw. :“Barang siapa yang melakukan shalat sesudah maghrib 2 rakaat sebelum berbicara, maka ditulis dalam surga “Illiyyin”.
- 2 rakaat sebelum Isya’, berdasrkan hadits Nabi Saw.: Dari Abdullah bin Mughaffal ra. : Sesungguhnya Nabi Saw. bersabda : “Terdapat shalat (sunat) pada setiap antara 2 adzan (adzan dan iqamah); Nabi mengulangi tiga kali ; bagi yang menginginkan. (HR. Bukhari : 588 Muslim : 1384).
- 2 rakaat yang ringan sesudah isya’, berdasrkan hadits Nabi Saw. : “Saya shalat bersama Nabi saw dua rakaat sesudah isya’” (HR. Bukhari Muslim).
- 2 rakaat sebelum shubuh dengan dasar hadits dari ‘Aisyah: “Dua rakaat shalat fajar lebih baik dari pada dunia se isinya”. Dengan kata lain: “Dua rakaat itu lebih saya sukai daripada dunia seluruhnya”. (HR. Ahmad, Muslim: 1183, At turmudzi : 381). Dari riwayat ‘Aisyah juga bahwa Rasulullah dalam mengerjakan shalat-shalat sunnah itu tidak serajin dalam menegerjakan shalat sunnah 2 rakaat sebelum fajar.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Abu Daud).
[…] – Kementerian Agama (Kemenag) menghormati keputusan keputusan Muhammadiyah soal waktu sholat Shubuh. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama […]