Jokowi Terbitkan PP Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal
Ibadah.co.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Dengan adanya PP ini diharapkan dapat memberikan dampak positif pada industri halal di Indonesia.
Seperti dilansir cnnindonesia.com pada 24/5/21, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk menyelenggarakan Jaminan Produk Halal (JPH) di Indonesia. Salah satu kewenangan BPJPH adalah menerbitkan dan mencabut sertifikat halal yang dulunya menjadi tanggung jawab Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Selain menerbitkan dan mencabut sertifikat halal, BPJPH juga memiliki kewenangan untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH, menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH, serta melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri.
Badan yang berada di bawah Kementerian Agama ini juga berhak untuk melakukan akreditasi pada Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), membina auditor halal, dan pengawasan terhadap JPH.
Kepala negara menegaskan semua produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal.
“Produk yang berasal dari bahan yang diharamkan, dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal. Produk sebagaimana dimaksud wajib diberikan keterangan tidak halal,” bunyi Pasal 2 PP tentang Penyelenggaraan JPH, dikutip Senin (24/5).
Selanjutnya, pelaku usaha yang ingin mendapatkan sertifikat halal untuk produknya bisa mengajukan permohonan sertifikat halal kepada BPJPH melalui sistem elektronik. Permohonan tersebut dilengkapi dengan empat dokumen.
Pertama, data pelaku usaha. Data tersebut dibuktikan dengan nomor induk berusaha (NIB) atau dokumen izin usaha lainnya.
Kedua, nama dan jenis produk yang sesuai dengan nama dan jenis produk yang diajukan untuk mendapatkan sertifikat halal. Ketiga, daftar produk dan bahan yang digunakan yang dibuktikan dengan sertifikat halal.
Keempat, pengolahan produk yang memuat keterangan mengenai pembelian, penerimaan, penyimpanan bahan yang digunakan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan produk jadi, dan distribusi.
Dalam pengajuan sertifikat halal, pemerintah memberikan keringanan bagi pelaku usaha mikro dan kecil. Keringanan diberikan dengan menggratiskan biaya pengajuan sertifikasi halal oleh pelaku usaha mikro dan kecil.
“Dalam hal permohonan sertifikat halal diajukan oleh pelaku usaha mikro dan kecil, tidak dikenai biaya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara,” bunyi Pasal 81.
Sebagai gantinya, pembiayaan pada sertifikasi halal pelaku usaha mikro dan kecil bersumber dari melalui APBN, pembiayaan alternatif untuk usaha mikro dan kecil, dan pembiayaan dari dana kemitraan.
Selanjutnya, pendanaan juga bisa berasal dari bantuan hibah pemerintah atau lembaga lain, dana bergulir, atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Sementara, biaya sertifikasi halal bagi pelaku usaha nonUMKM ditetapkan oleh menteri keuangan. Komponen biaya pengajuan sertifikat halal salah satunya adalah biaya pemeriksaan dan/atau pengujian yang dilakukan oleh LPH.
“Dalam hal permohonan sertifikasi halal tidak dilanjutkan karena kelalaian pemohon, biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali,” imbuh PP tersebut.
Sertifikat halal yang diterbitkan oleh BPJPH tersebut berlaku selama empat tahun. Prosesnya, paling lama satu hari sejak keputusan penetapan kehalalan produk dari MUI diterima oleh BPJPH. (RB)