Pastikan Halal, BPJPH Mulai Gelar Sosialisasi di Pasar Tradisional
Ibadah.co.id – Demi terjaminnya kehalalan produk yang beredar di masyarakat, khususnya di pasar traidisional, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama mulai menggelar sosialisasi di pasar tradisional. Hal ini karena pasar tradisional menjadi salah satu tempat penyebaran makanan yang dikonsumsi masyarakat luas.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama terus menggencarkan pelaksanaan sosialisasi Jaminan Produk Halal (JPH) kepada masyarakat luas dan pelaku usaha, khususnya pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Dalam upaya memastikan produk daging dan turunannya halal, BPJPH melaksanakan sosialisasi di pasar-pasar tradisional yang merupakan titik sentral perdagangan produk.
Terdapat sejumlah pasar tradisional di beberapa daerah yang akan menjadi sasaran sosialisasi JPH. Pekan ini, BPJPH menyasar 3 pasar tradisional di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Yaitu, Pasar Cibinong, Pasar Citeureup, dan Pasar Ciluar.
Sosialisasi dilaksanakan dalam bentuk Bimbingan Teknis Tata Cara Penyembelihan Hewan Sesuai Syariat Islam dan Standar Nasional Indonesia (SNI). BPJPH dalam giat ini menggandeng Pemda/Perumda PD Pasar Tohaga Bogor, juru sembelih halal, dan ahli di bidang Kesmavet IPB Bogor.
“Pasar merupakan pusat peredaran produk terutama makanan, minuman, hasil sembelihan, juga jasa penyembelihan, yang semuanya memiliki titik kritis kehalalan yang tinggi. Karenanya, diperlukan bimbingan teknik tata cara penyembelihan hewan sesuai syariat Islam dan SNI bagi para Juru Sembelih dan pelaku usaha Rumah Potong Hewan atau Unggas (RPH/RPU), pedagang daging hewan/unggas, pelaku usaha penggilingan daging, pengelola pasar, serta para pedagang bakso, mie ayam, soto dan warung makan di sekitar pasar,” ungkap Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan JPH, A Umar, di Bogor, Rabu (16/6/2021).
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa sesuai ketentuan Pasal 140 PP 39/2021, produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan masuk dalam penahapan kewajiban bersertifikat halal pertama yang dimulai dari 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 Oktober 2024.
Kegiatan tersebut selain untuk membekali pengetahuan praktis terkait proses penyembelihan halal, juga dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman terkait implementasi regulasi Penyelengaraan JPH. Juga, agar para pelaku usaha memiliki kesadaran akan pentingnya produk halal yang mendorong kesadaran untuk melaksanakan kewajiban sertifikasi halal.
Kepada para peserta, dalam paparannya, Umar juga menekankan bahwa untuk dapat menghasilkan produk halal, pelaku usaha wajib memahami titik kritis kehalalan produk. Titik kritis kehalalan produk merupakan suatu tahapan produksi di mana ada kemungkinan suatu produk bisa menjadi produk yang tidak terjamin halal nya. Suatu produk sekalipun bersumber dari bahan alam yang asalnya halal, bisa menjadi produk yang tidak halal disebabkan oleh karena tidak memenuhi standar kehalalan dalam proses produk halal (PPH) yang dilakukan.
“Proses Produk Halal atau PPH ini merupakan rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk, yang mencakup dari penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, hingga penyajian produk untuk siap dikonsumsi,” terang mantan Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kemenag itu.
Terkait produk daging dan turunannya, selain proses penyembelihan harus memenuhi standar halal, titik kritis yang lain juga harus menjadi perhatian pelaku usaha. Contohnya, penggunaan peralatan yang bergantian antara produk mengandung babi dan non babi, meskipun sudah melalui proses pencucian berkali-kali, bisa menjadi produk tidak halal karena terjadinya kontaminasi.
“Hal ini sesuai PP 39/2021 Pasal 6 yang mengatur bahwa lokasi, tempat, dan alat PPH wajib dipisahkan dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal, dijaga kebersihan dan higienitasnya, bebas dari najis, dan bebas dari bahan tidak halal.” imbuh Umar.
Lokasi yang wajib dipisahkan dimaksud, yakni lokasi penyembelihan. Sedangkan tempat dan alat PPH yang wajib dipisahkan meliputi tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian.
Materi bimtek selengkapnya mencakup regulasi dan kebijakan JPH, peran strategis pasar dalam penyelenggara JPH, dan praktik tata cara penyembelihan hewan sesuai standar syariat Islam dan SNI. Hadir juga sebagai narasumber, di antaranya Koordinator Bidang Pembinaan JPH Khotibul Umam, Direktur Utama PD Pasar Tohaga Haris Setiawan, Akademisi IPB drh Supratikno, Subordinator Bidang Pembinaan JPH Zaenuddin, Direktur Pasar Ciluar dan Direktur Pasar Citeureup.
Kegiatan dilaksanakan di tiga pasar secara serempak dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Karenanya, peserta yang berjumlah 150 orang dibagi menjadi 2 angkatan dalam 2 hari dengan 3 lokasi pasar yang berbeda. Peserta terdiri dari juru sembelih, pedagang daging, pelaku usaha RPH/RPU, TPA/TPU/penggilingan daging, pengelola pasar, pedagang bakso, mie ayam, soto, warung makan dan frozen food. (RB)