Take a fresh look at your lifestyle.

Simak! Ini 3 Imbauan Keluarga Pendiri NU Sikapi Muktamar

1 63

Ibadah.co.id – Dzurriyah Muassis (Keluarga keturunan pendiri Nahdlatul Ulama) menggelar pertemuan khusus di Rumah Pengasuh Ponpes Tebuireng, Jombang, Rabu (1/12). Pertemuan itu didasari rasa prihatin Dzurriyah Muassis atas kondisi warga Nahdliyin menjelang Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU).

Pertemuan tersebut dihadiri oleh masing-masing wakil keluarga pendiri NU untuk meredakan ketegangan diinternal NU, terutama ketegangan yang terjadi dikalangan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketegangan yang terjadi saat ini dianggap bisa menjurus ke perpecahan jika tidak segera diredakan. 

Munculnya ketegangan tersebut bermula dengan munculnya nama-nama calon Rais Am dan Ketua Tanfidziyah yang mengatasnamakan PWNU. Kemudian ditambah adanya surat perintah agar pelaksanaan Muktamar NU ke-34 dipercepat, yang ditandatangani langsung Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar. 

Dzurriyah KH Hasyim Asy’ari, KH Fahmi Amrullah Hadziq atau biasa akrab disapa Gus Fahmi, selaku tuan rumah mengatakan, mereka datang atas inisiatif sendiri untuk membahas dinamika yang terjadi jelang Muktamar NU. 

“Masing-masing datang atas inisiatif sendiri-sendiri, tidak ada yang mengatur, tidak ada yang membiayai karena didasari oleh keprihatinan atas kondisi PBNU akhir-akhir ini,” ujar Gus Fahmi seperti dilansir Republika.

Setelah keluarga para pendiri NU tersebut melakukan diskusi dan musyawarah, akhirnya disepakati tiga hal yang merupakan imbauan dan ajakan bagi seluruh jam’iyyah NU, yaitu :

1. Hendaknya semua pihak mengingat, bahwa niat para muassis mendirikan jam’iyyah NU adalah untuk membangun ukhuwwah (persaudaraan). Karena itu kita wajib menjaga persatuan dan menghindari perpecahan. 

2. Hendaknya semua pihak mengedepankan akhlaqul karimah dengan menjaga tradisi tabayun menyangkut keputusan-keputusan penting. Semua keputusan PBNU bersifat kolektif kolegial (keputusan bersama), dan tidak mengambil keputusan sendiri-sendiri, baik jajaran syuriah maupun tanfidiziyah. 

3. Mengharap kepada semua pihak, terutama kiai-kiai sepuh untuk menahan diri, tidak melakukan aksi dukung mendukung yang menimbulkan potensi perpecahan. Tradisi dukung-mendukung calon bukanlah tradisi ulama-ulama NU, karena jam’iyyah NU bukanlah parpol, sehingga ulama NU jaman dulu menjaga tradisi saling menolak jabatan. (AFZ)

Baca juga : Sertifikasi Halal Untuk Pasar non-Muslim Naik Di Dunia

Baca juga : PBNU Resmikan Pesantren Pertama Mereka Di Kuningan

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy