Ibadah.co.id – Dilema adalah rasa yang sedang dialami oleh Muslim India yang menetap di Singapura. Mereka merasa bingung untuk mempertahankan bahasa dan adat istiadat nenek moyang atau untuk merangkul “asimilasi praktis” ke dalam komunitas Muslim yang lebih luas.
Persimpangan rasa tersebut diangkat dalam sebuah buku baru ‘Indian Muslim In Singapore: History, Heritage And Contributions’. Karya tersebut berupaya mendokumentasikan sejarah, warisan dan kontribusi komunitas.
Buku ini ditulis oleh Dr Ab Razak Chanbasha dan diterbitkan oleh Pusat Penelitian Urusan Islam dan Melayu (Rima). Diluncurkan oleh Presiden Halimah Yacob, buku tersebut mencoba menelusuri transisi komunitas dari kelompok pendatang yang datang ke kolonial Singapura untuk mencari nafkah, menjadi komunitas menetap yang membentuk minoritas yang cukup besar baik dalam populasi India maupun Muslim.
Rima adalah anak perusahaan dari AMP Singapura, yang mengumpulkan lebih dari 250.000 dolar Singapura untuk kepentingan komunitas sehubungan dengan peluncuran buku. Pada 2020, Muslim India jumlahnya disebut sekitar 23 persen dari komunitas India dan 13 persen dari komunitas Muslim.
Berbicara kepada sekitar 140 audiens di Dewan Agama Islam Singapura, Presiden Halimah mengatakan meski kontribusi dari beberapa pelopor Muslim India, seperti penulis Munshi Abdullah didokumentasikan dengan baik, namun kisah lain hanya diingat dari mulut ke mulut dan tidak cukup diteliti dan dikodifikasi.
“Oleh karena itu, buku ini berusaha untuk mengisi celah bagi komunitas Muslim India, sehingga kita dapat lebih menghargai pentingnya kontribusi mereka. Mari kita tiru para pionir yang tidak pernah melihat keadaan mereka sebagai pembatas, tetapi lebih fokus pada bagaimana mereka bisa berbuat lebih baik untuk masyarakat dan anak-anak mereka selalu melihat kemungkinan di depan,” ucap dia dikutip di Straits Times, Senin (13/6/2022).
Buku ini dimulai dengan menelusuri asal-usul etnis dan geografis masyarakat dan perdagangan mereka, yang datang untuk bekerja di kota pelabuhan berkembang yaitu Singapura pada 1800-an.
Muslim dari berbagai etnis bermigrasi ke sini dari India Britania, termasuk orang Tamil dari selatan dan Gujarat dari barat. Beberapa yang memilih untuk menetap mulai membangun masjid, termasuk Masjid Angullia dan Masjid Bencoolen.
Tak hanya itu, karya dokumentasi ini juga merinci sejarah masjid-masjid ini, keluarga, institusi dan kepribadian di belakangnya, serta kontribusi keagamaan dan kemasyarakatan dari komunitas. Banyak di antaranya disumbangkan dengan murah hati untuk tujuan sosial.
Terdapat pula bab tentang tokoh-tokoh terkemuka, termasuk mantan anggota parlemen Mohamed Kassim Abdul Jabbar dan jaksa agung pertama Singapura, Profesor Ahmad Ibrahim.
Dalam sebuah wawancara sebelum peluncuran, cucu Prof Ahmad Ibrahim, Ibrahim Tahir, mengatakan dia senang hidup dan prestasi kakeknya telah dicatat dalam buku tersebut.
“Bagus buku ini, bukan hanya untuk masyarakat dan keluarga tetapi karena ceritanya yang dapat mengangkat aspirasi anak muda. Kakek saya hadir di banyak bidang, bekerja di negara dan sistem multiras, dia adalah minoritas tanpa marginal dan memegang kuasa,” ujar Ibrahim, pemilik toko buku Wardah Books.
Anggota dewan di Rima, Dr Razak mengatakan buku ini ditujukan untuk pembaca umum. “Buku ini sama sekali tidak lengkap, tetapi saya berharap ini dapat menjadi titik awal untuk penelitian lebih lanjut ke masyarakat,” ucapnya.
Berbicara tentang tantangan yang diangkat, yakni identitas Muslim India kontemporer dan pilihan antara tradisi dan asimilasi, dia menambahkan semuanya tentang menemukan keseimbangan. Semua komunitas di Singapura menghadapi masalah seperti berkurangnya penggunaan bahasa, tetapi penting untuk memikirkan nilai-nilai nenek moyang yang mana yang harus dipegang. Republika.
MAN
Baca juga : Sebanyak 33 Calon Imam Masjid Uni Emirat Arab di umumkan Kemenag
[…] Dilema Serba-Serbi, Muslim India Luncurkan Buku Dokumentasi Sejarah! […]