Ibadah.co.id – Kebanyakan orang Banten modern tidak mengenal seni Terbang Gede, dianggap sudah punah, padahal masih eksis di tengah masyarakat, meski tidak merata. Terbang Gede satu diantara seni budaya Banten yang agak beda. Ada makna falsafah dan ada pula kekuatan mistik di dalam lantunan ritme sholawatan yang mengiringi suara alat Terbang Gede ( semacam rebana ) tersebut ketika dimainkan.
Terbang Gede ini tidak jauh-jauh dari akarnya yaitu pengamalan tarekat yang berkembang di Banten menjadi umumnya spiritualitas masyarakat Banten sejak 1552 Masehi, dengan ditandai pengaruh Maulana Hasanuddin putera Sunan Gunung Jati yang mengembangkan tarekat Syadziliyah, Qodriyah Naqsyabandiyah, dan Rifaiyah di Banten berbarengan dengan pembangunan fisik kesultanan Banten, mulai dari masjid, keraton, parit, benteng dan tata kota.
Sejarah Terbang Gede
Pertunjukan Terbang Gede yang bernafaskan keislaman mulai hadir pada masa pemerintahan Kesultanan Banten era Sultan Ageng Abdul Mufakhir Mahmudin Abdul Kadir (1596-1651). Saat itu di depan halaman istana Surosowan bagian tengah ada tempat bernama pawadahan tempat tampilnya pertunjukan seni di Kesultanan Banten, dengan dekorasi bunga-bunga ampel mas berukiran wayang,
Perkembangan tarekat menjadi sangat pesat saat kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682. Seluruh ajaran tarekat ini berkembang di Banten hingga sekarang, karena itu Banten lebih disebut ” Daerah Ngeramat “. Sekali lagi Banten ini bukan negeri jawara, tetapi negeri yang peradabannya tercahayani ilmu pengetahuan dan agamasejak dulu hingga kini.
Dalam memainkan alat musik Terbang Gede pastinya diiringi syair-syair sholawat untuk Baginda Nabi S a.w, bahkan sebagai cara bersukur dan mengingat kepada Tuhan, sekaligus juga sebagai rasa kecintaan dan menghamba pada Tuhannya. Alat -alat musik Terbang Gede itu jumlahnya 5, ada yang ukuran besar, kemudian yang lainnya ukuran standar dan 1 yang kecil. Menunjukkan maksud yang gede itu adalah hanya 1 yang ukuran besar, dan simbol sholat berjamaah saat Maghrib tiba, ukuran 2, 3 dan 4 itu ukurannya Zuhur, Ashar dan Isya. Sementara ukuran yang terakhir adalah paling kecil hanya 1, itu menunjukkan sholat subuh.
Mistik Terbang Gede
Lagu yang mengiringi itu dominan sholawatan dan ada yang inti yaitu sholawat Banten yang sudah ada akulturasi bacaan sholawat dengan unsur-unsur pitutur Ke-Banten-an. Ada yang liriknya Kinanti, ada pula yang Asmaradana. Kalau Kinanti isinya dan langgamnya menimbulkan rasa sedih, perihatin sekaligus senang. Sedangkan Asmaradana isinya dan langgamnya tentang cinta, rindu, kasih sayang.
Menurut data Arsip Nasional berkode BR 625; 536, dulu lagu dalam mengiringi Terbang Gedeitu berbahasa Jawa Banten kuno, yaitu.
“Asawang-sawang mareken tunggale,
sutra petok bedil rangkep,
kakalih rata anara gugug,
minggih ing pawadahan tatabuhan rarasati, pinules abang dayung lawan kemudi “.
Artinya: Berhadap-hadapan tiangnya, benderanya dari sutra putih, dua buah senapan rangkang, dan lantaka berbaris, ditempatkan di pawidean, bebunyian menyenangkan hati, sebagai penolak bala, dayung dan kemudi.
” Pawada yen pinuntang pradapapan tiang yung ampal rakami wawayang ukiran pinules pinara mas pinanjer dalu gadage abrit tamburing anu nyara bubul warna kuning “.
Artinya: Tempat pawidean dihiasi dengan prada, tiangnya dihiasi dengan bunga-bunga ampel mas, berukir gambar wayang, dipoles dengan pinara emas, dipancangkan pada dalugdag merah dan tambirang baru, dari bambu kuning.
Ada jenis-jenis Terbang Gede, antara lain batokterbang, benjangan,terbang besar, terbang gembrung, terbang genjring, terbang ketimpring, terbang mumuludan,terbang sholawat. Semua bisa dimainkan dan masuk dalam sebutan Terbang Gede.
Kini, Terbang Gede cukup berkembang di beberapa kecamatan di Provinsi Banten, antara lain wilayah yang masih aktif sampai saat ini diantaranya sebagai berikut:
Eksistensi Terbang Gede hingga kini ada di Mandalawangi, di Kecamatan Cimanuk, Cipeucang, Menes, Cisaat, Labuan, Jiput, Pagelaran, Saketi. Adapun di Kota Serang juga eksis seperti di Kecamatan Serang, Taktakan, Kasemen, Walantaka, Curug
Lalu adakah di wilayah Kab. Serang, ada antara lain di Kecamatan Ciruas, Cikesal, Keragilan, Waringin Kurung, sementara di Kota Cilegon, kesenian Terbang Gede ada di kecamatan Cibeber, Jombang mesjid, Ciwandan dan Merak. Sementara untuk wilayah kabupaten Tengerang baik Tangerang kota dan Tangsel jumlahnya sudah mulai menurun diakibatkan pengaruh urbanisasi.
Kalimat Akhir
Terbang Gede adalah alat seni sekaligus budaya khas Banten yang diciptakan sejak Kanjeng Sultan Abul Mafakhir Abdul Qodir Kenari. Isinya berupa lagu-lagu Kinanti dan Asmaradana. Kehebatan Terbang Gede ini kalau dikenali ada guratan mistik yang begitu memikat.
Penulis: Hamdan Suhaemi (Wakil Ketua GP Ansor Banten dan Ketua PW Rijalul Ansor Banten)