Kemenag: UIII Mengkombinasikan Pendidikan Unsur Timur dan Barat
Ibadah.co.id – Dirjen Pendidikan Islam, Kamruddin Amin, pada era transformasi ini, Indonesia butuh perangkat untuk mencerahkan dan memberdayakan sumber daya manusianya. UIII merupakan jawaban yang tepat, karena akan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menjadi pusat kebudayaan dan kemasyarakatan di dunia Islam.
Terdapat tiga pilar penting terkait pendirian UIII. Pertama, UIII sebagai lembaga pendidikan dan riset. Kedua, UIII sebagai pusat kebudayaan Islam dan kemasyarakatan. Dan ketiga, UIII sebagai pusat penelitian tentang isu keislaman strategis dan tantangan dunia Islam.
Pada saat awal, UIII ini akan membuka program syariah, aqidah, tafsir, hadits, tasawuf, usul fiqh, lughah, dan balaghah. Terdapat pula ilmu-ilmu sosial, teknologi halal, seni, dan musik.
Menurut Kamaruddin, pihaknya ingin mengkombinasikan tradisi kesarjanaan di Arab dan barat. “Jadi UIII nanti tidak akan sepenuhnya seperti di Arab dan tidak pula seperti Barat, tetapi kita mempelajari model keduanya untuk mencari bentuk baru yang lebih sesuai dengan Indonesia,” ujarnya pada saat acara temu para ilmuan dunia membahas format pendidikan UIII di Jakarta, (26/11/2019).
Di antara akademisi Islam dunia yang hadir adalah, Wakil Rektor Universitas Al-Azhar Mesir, Prof Dr Mohamed Abouzaid Alamair, Wakil Rektor Universitas Qurawiyyin, Fez, Maroko Prof. Dr. Mohamed Adiouane, Prof. James Piscatori dari Australian National University Centre for Arab and Islamic Studies, Prof. Dr. Philip Buckley dari McGill University, Montreal Kanada, Prof. Dr. Mohammad al- Rougi dari University of Muhammad al-Khamis, Rabat, Maroko,Prof. Abdullah Sahin dari University of Warwick, Inggris, dan Prof. Dr. Moncef ben Abdeljelill dari Sousse University, Tunisia.
Sedangkan Akademisi dalam negeri yang rencananya hadir di antaranya Prof. Dr. Azyumardi Azra, dan Prof. Dr. Quraish Shihab, MA
Prof. James Piscatori dari Australian National University Centre for Arab and Islamic Studies, mengungkapkan, tantangan dunia islam saat ini adalah banyaknya analisis obyektif yang sebenarnya telah bias oleh budaya suatu bangsa. “Dalam banyak kasus di dunia, interpretasi berdasarkan latar belakang akan selalu terlibat,” katanya.
Maka, institusi yang menjadi pusat dari riset keilmuan dan budaya akan sangat dibutuhkan untuk memecahkan salah satu persoalan pokok di dunia Islam. (ed.AS/ibadah.co.id/kemenag).