KH. Ma’ruf Amin, Masyarakat Madani dan Indonesia
ibadah.co.id –Menurut istilah, Madani berarti peradaban. Adapun Masyarakat Madani adalah masyarakat yang menjalani hidup secara beradab. Yakni menghormati peraturan, menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dengan cara menghargai setiap perbedaan yang ada. Baik dalam tingkat urusan keyakinan maupun sosial kemasyarakatan.
Menurut Prof. Dr (HC). KH. Ma’ruf Amin dalam acara Peresmian Rumah KMA Minggu, 16 September 2018 lalu, dalam pidatonya beliau sempat memaparkan tentang bagaimana Negara dengan masyarakat yang baik. Sebut saja masyarakat madani menurut Kiai Ma’ruf Amin. Beliau mengatakan bahwa:
“Indonesia merupakan contoh bagi Negara lain. Banyak Negara yang masih terdapat konflik, padahal mereka masih satu agama. Seharusnya Indonesia lah yang sepantasnya punya konflik. Dengan latar belakang masyarakat yang majemuk banyak suku, ras, agama, seharusnya itu lebih memungkinkan terjadinya konflik”.
Namun lagi lagi, Menurut Kiai “Hebatnya Indonesia adalah selain mampu mendamaikan Negara lain, Indonesia juga mampu mempertahankan kedamaian negaranya sendiri. Keamanan itu penting, supaya kita dapat tinggal landas. Kedamaian juga penting, supaya agama terjaga, jiwa terjaga, akal terjaga, keturunan terjaga, amal terjaga. Inilah yang dinamakan Dharuriyyatul Khams (5 kebutuhan penting yang harus dijaga kaum muslim) oleh Al Ghazali. Saya menambahkan dua lagi, jadi 7, yaitu menjaga keamanan dan kedamaian Dharuriyyatus Sab’ah. Kalau tidak aman dan tidak damai, tidak ada kemaslahatan”.
Bagi Kiai, Situasi politik nasional yang kondusif, yang beretika juga sangat penting. “Jangan sampai ketika baru terpilih menjadi presiden, sudah disuruh mundur, suruh ganti presiden. Hal seperti itu harus dibenahi, supaya ia yang terpilih bisa bertahan dan menjalankan tugas dengan baik sampai masa jabatannya habis, sehingga kita bisa tinggal landas dengan baik pula. Hal seperti itu sudah sepantasnya menjadi kewajiban masyarakat untuk menjaga keamanan, kedamaian dan persatuan bersama”.
Kembali ke masyarakat madani. Arti dari ‘Madani’ sendiri berujung pada sebuah kota di Arab, yaitu Madinah. Konsep masyarakat madani juga diambil dari sejarah peradaban Nabi Muhammad Saw, ketika beliau membangun peradaban tinggi di kota Madinah dengan ketentuan untuk hidup bersama yang terekam dalam Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah).
Piagam Madinah sendiri merupakan bentuk piagam pertama yang tertulis secara resmi dalam sejarah dunia. Sebagai gambaran awal, Piagam Madinah adalah undang-undang untuk mengatur sistem politik dan sosial masyarakat pada waktu itu. Rasulullah yang memperkenalkan konsep itu.
Kota Madinah, merupakan sebuah perkumpulan masyarakat yang majemuk yang berhasil Nabi Muhammad Saw. satukan. Ada beberapa kelompok yang tinggal sebagai penduduk di sana. Di antaranya ada kaum mayoritas yakni kaum Islam (Muhajirin & Anshar), ada kaum minoritas yakni kaum Musyrik (Aus & Khazraj), yang terakhir yaitu kaum Yahudi.
Setelah dua tahun hijrah, Nabi Muhammad Saw. mengumumkan aturan dan hubungan antara kelompok masyarakat yang hidup di Madinah. Melalui Piagam Madinah (seperti yang sudah dijelaskan di atas), Rasulullah Saw. ingin memperkenalkan konsep negara ideal yang diwarnai dengan wawasan transparansi dan partisipasi. Melalui Piagam Madinah ini, Rasulullah Saw. juga berupaya menjelaskan konsep kebebasan dan tanggung jawab sosial-politik secara bersama. Karena itu, istilah civil society yang dikenal sekarang itu erat kaitannya dengan sejarah kehidupan Rasulullah di Madinah. Dari istilah itu, juga punya makna ideal dalam proses berbangsa & bernegara. Tercipta masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratis
Jadi konsep yang dipakai sekarang adalah idealisasi yang didasarkan pada keberhasilan Nabi dalam mempraktekkan dan mewujudkan nilai-nilai keadilan, ekualitas, kebebasan, penegakan hukum dan jaminan terhadap kesejahteraan bagi semua warga serta perlindungan terhadap kaum yang lemah dan kelompok minoritas di kota Madinah. Walupun eksistensi masyarakat madani hanya sebentar tetapi secara historis memberikan makna yang penting sebagai teladan bagi perwujudan masyarakat yang ideal di kemudian hari untuk membangun tatanan kehidupan yang sama, maka dari itu tatanan masyarakat Madinah yang telah dibangun oleh Nabi secara kualitatif dipandang oleh sebagian intelektual muslim sejajar dengan konsep civil society.
Lalu, apakah Negara Indonesia sudah berhasil menerapkan sistem Masyarakat Madani?
Masyarakat Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara lainnya. Karakteristik tersebut diantaranya adalah: (1) Pluralistik/keberagaman, (2) sikap saling pengertian antara sesama anggota masyarakat, (3) toleransi yang tinggi dan (4) memiliki sanksi moral.
Namun secara umum dan terlepas dari pernyataan Kiai Ma’ruf Amin di atas, Indonesia masih belum bisa dikatakan sebagai masyarakat madani. Kenapa? Karena di Indonesia, masih banyak sekali kasus yang menyimpang dari beberapa uraian di atas. “Di Indonesia marak perselisihan dan perbedaan pendapat yang mengarah pada perpecahan. Hoax bertebaran, fitnah dan kebohongan masuk dari mana-mana. Keyakinan keislaman garis keras terus tumbuh”. Padahal jika dilihat dari masyarakat madaninya sendiri, berarti masyarakat yang beradab dan bertoleransi tinggi terhadap perbedaan.
Contoh kasus yang membuat Indonesia belum dikatagorikan sebagai masyarakat madani adalah, bahwa di Indonesia masih terjadi kasus yang berlatarbelakang perbedaan agama, seperti halnya kasus di Poso. Serta masyarakat yang belum cukup toleran dengan perbedaan yang majemuk. Seperti contoh kasus pengeboman tiga gereja di Surabaya oleh satu keluarga teroris. Selain itu, pemerintah juga masih belum bisa menjaga kaum minoritas dengan baik. Atau mungkin kelompok-kelompok minoritas yang bisa jadi sebenarnya mereka tidak bersalah juga.
Tentang moral yang semakin merosot juga menjadi penghambat Indonesia belum mampu menjadi Negara dengan masyarakat yang madani. Banyak sekali kasus-kasus prostitusi, remaja dengan kenakalan yang melebihi pada umumnya, aborsi, perdagangan manusia, pembunuhan hingga anak yang ditelantarkan dengan begitu mudahnya.
Alasan-alasan di atas memang masuk akal dan masih jauh dari katagori masyarakat madani. Seperti halnya yang Nabi Muhammad Saw. ajarkan ketika memimpin peradaban di Madinah masa itu. Mari kita mulai perbaiki diri, menjaga serta mempertahankan kesatuan dan persatuan Indonesia. Kalau bukan dari diri sendiri, lalu siapa lagi?! (Ed.An/Fana)