Kiprah K.H. Abdul Wahab Chasbullah
Ibadah.co.id- K. H. Abdul Wahab Chasbullah dilahirkan pada 31 Maret 1888 tepatnya di Jombang. Beliau merupakan salah satu pendiri Nahdlatul Ulama. Pemikirannya sangat modern, sehingga beliau berdakwah dengan memulai mendirikan sebuah media massa yang berbentuk surat kabar. “Soeara Nahdlatul Oelama” adalah nama surat kabar yang digagas oleh beliau.
Dilansir dari laduni.id pada Kamis (06/08/20), beliau merupakan putra dari K.H. Hasbullah Said dan Nyai Latifah, pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur. Masa kecil beliau banyak dihabiskan untuk bermain bersama teman-temannya dan termasuk yang aktif memimpin teman-temannya.
K.H. Abdul Wahab Chasbullah menghabiskan sebagian hidupnya di pondok pesantren, beliau diajari dasar-dasar ilmuagama dan moral sejak dini. Selama 20 tahun beliau mempelajari ilmu-ilmu agama dari pesantren-pesantren yang ada di Jawa.
Selain ilmu yang berkaitan dengan agama, beliau juga sudah diajarkan seni yang bernuansa Islam seperti kaligrafi, shalawat, hadrah, barjanji dan juga diba’. Kemudian beliau juga diajak berziarah untuk mengenal tentang leluhur yang telah mendahuluinya sekaligus bertawasul.
Banyak hal yang diajarkan kepada beliau ketika berada di Pondok Pesantren seperti menghafalkan Juz ‘Amma sekaligus melafalkan Al-Qur’an dengan fasih dan tartil. Beliau juga belajar tentang kitab kuning yang dapat diamalkan untuk kehidupan sehari-hari seperti Kibab Safinatunnaja, Fathul Qorib Al-Majmu’, Fathul Wahab dan beberapa kitab lainnya. Tak lupa pula belajr ilmu lain seperti Ilmu Tauhid, Tafsir, Hadits, Ulumul Qur’an, dan Ulumul hadits.
Beliau termasuk manusia yang haus akan ilmu dan selalu giat untuk menuntut ilmu di banyak tempat. Setelah enam tahun dididik secara langsung oleh ayahnya, akhirnya ketika berusia 13 tahun K.H. Wahab Chasbullah mengelana untuk mencari ilmu di tempat lain. Beberapa pesantren pernah beliau singgahi untuk belajar seperti Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Mojosari (Nganjuk), Pesantren Cempaka, Pesantren Tawangsari (Sepanjang), Pesantren Kademangan Bangkalan (Madura), Pesantren Branggahan (Kediri), dan Pesantren Tebu Ireng (Jombang).
Kemudian pada 1914, K.H. Abdul Wahab Chasbullah memutuskan untuk menikah dengan wanita bernama Maimunah yang merupakan anak dari Kiai Musa. Dari pernikahan tersebut beliau dikarunia seorang anak pada tahun 1916 yang diberi nama Wahib (dikenal dengan nama Kiai Wahab Wahib). Pernikahan beliau tidak bertahan lama kerena istri beliau meninggal pada 1921 sewaktu mereka sedang beribadah haji.
Setelah itu beliau menikah lagi dengan wanita bernama Alawiyah. Namun sayangnya Alawiyah meninggal setelah mereka mendapatkan seorang putra. Untuk ketiga kalinya beliau menikah dan kembali berpisah. Namun penyebab berpisahnya tidak diketahui dengan jelas antara bercerai atau meninggal. Kemudian menikah lagi yang keempat dengan Asnah putri Kiai Sa’id dan mereka dikaruniai empat orang anak yang salah satunya menjadi pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras, Kiai Nadjib.
Namun untuk kesekian kalinya istri beliau meninggal dunia kembali. Setelah itu, beliau kembali menikah dengan Fatimah yang merupakan seorang janda, anak dari H. Burhan. Pernikahan keenam beliau gelar kembali dengan anak Kiai Abdul Madjid Bangil bernama Ashikhah. dan kembali harus berpisah karena Nyai Ashikhah meninggal dunia ketika sedang menjalankan ibadah haji dan meninggalkan empat orang anak.
Pernikahan ketujuh yang beliau jalani adalah pernikahan terakhir sampai beliau menutup mata. K.H. Abdul Wahab Chasbullah menikah kembali dengan kakak perempuan Nyai Ashikhah yang bernama Sa’diyah. Dari pernikahan kali ini beliau memperoleh beberapa anak, yaitu Mahfuzah, Hasbiyah, Mujibah, Muhammad Hasib, dan Raqib.
KH. A. Wahab Chasbullah adalah pelopor kebebasan berpikir di kalangan Umat Islam Indonesia, khususnya di lingkungan nahdhiyyin. KH. A. Wahab Chasbullah merupakan seorang ulama besar Indonesia. Ia merupakan seorang ulama yang menekankan pentingnya kebebasan dalam keberagamaan terutama kebebasan berpikir dan berpendapat. Untuk itu kyai Abdul Wahab Chasbullah membentuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) di Surabaya pada 1914.
Sudah banyak yang mengetahui bahwa beliau adalah salah satu bapak pendidiri Nahdlatul Ulama yang juga pernah menjabat sebagai Panglima Laskar Mujahidin (Hizbullah) guna melawan masa penjajahan Jepang. Pada masa itu, beliau juga menjadi anggota DPA bersama dengan Ki Hajar Dewantoro . Kemudian pada tahun 1916, K.H. Abdul Wahab mendirikan Organisasi Pemuda Islam yang diberi nama Nahdlatul Wathan dan pada 1926 menjabat sebagai Ketua Tim komite Hijaz.
Kemudian, Gerakan Pemuda Anshor dilahirkan dari Nahdlatul Ulama. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis sehingga ,umcullah semangat untuk mendirikan organisasi islam kepemudaan. Akhirnya setalah dua tahubn mengalami perpecahan akibat perbedaan tersebut, pada tahun 1924 para pemuda mantap mendukung K.H. Abdul Wahab Chasbullah untuk membentuk wadah yang diberi nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air).
Subbanul Wathan menjadi sebuah cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Anshar. Sebelumnya telah mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Akhirnya nama Ansor dipilih atas saran K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Beliau memilih nama tersebut karena nama Ansor adalah nama kehormatan yang diberikan NAbi Muhammad SAW pada waktu itu terhadap penduduk Madinah yang telah berjuang membela dan menegakkan agama Allah. ANO diharapkan dapat menjadi organisasi yang akan mengikuti apa yang telah diteladankan oleh para sahabat yang tergolong memiliki predikat Ansor. Maka dari itu, ANO harus selalu menggunakan nilai-nilai dasar yang ada pada sahabt Ansor. Nilai tersebut yaksi sebagai penolong, pejuang dan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan serta membentengi ajaran Islam.
K.H. Abdul Wahab Chasbullah wafat di Jombang, 29 Desember 1971 dan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Joko Widodo pada 29 Desember 1971.