Jakarta, Ibadah.co.id –Lembaga The InterAction Council menyebut dunia modern telah mengalami akumulasi kerusakan akibat dari sistem dunia yang berpangkal pada humanisme sekuler dan liberalisasi di semua lini baik sosial, budaya, dan ekonomi.
Merespon fenomena itu, dunia Islam mencoba menawarkan berbagai gagasan alternatif dari Al-Badhil Al-Tsaqafi hingga Islam Berkemajuan dan Khairu Ummah ala Muhammadiyah yang semuanya berwawasan untuk membangun masyarakat madani.
Wawasan madani sendiri dianggap mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. M. Din Syamsuddin sebagai solusi alternatif yang bisa didorong bagi setiap negara muslim untuk menjawab kerusakan dunia di atas.
Dalam pidato di acara Debat Perdana Madani yang diadakan di gelanggang Dewan Conselor Tun Abdul Razak Kampus Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), Bangi, Selangor, Senin (21/8), Din Syamsuddin menyebut wawasan madani umat Islam berasal dari kesuksesan Nabi Muhammad Saw hanya dalam waktu 15 tahun mengubah Yatsrib yang semula hanya fenomena rural, menjadi Madinah Al Munawwarah dengan fenomena peradaban dunia.
Kesuksesan Madinah Al Munawwarah kata dia memiliki dua unsur penting, yakni konsep Al Ummah sebagai perangkat lunaknya, dan konsep Al Madinah sebagai perangkat kerasnya.
Al Ummah sendiri kata dia memiliki tiga pokok dasar, yakni Al Musawah (kesetaraan manusia), Al ‘Adalah (keadilan), dan Al Syura (Musyawarah). Tiga pokok dasar ini menjadi format masyarakat majemuk saat ini.
“Kedua-duanyalah (Al Ummah dan Al Madinah) merupakan satu cita-cita sosial Islam yang ideal,” terang Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta ini.
Lebih lanjut, Din Syamsuddin menjelaskan jika wawasan madani yang berangkat dari Madinah Al Munawwarah tersebut dapat menjadi solusi bagi negara-negara Islam dan negara-negara berkembang dalam mengatasi tantangan globalisasi dewasa ini yang rentan pada risiko perpecahan dan kemunduran akibat sistem politik dan ekonomi liberal yang cenderung menciptakan kesenjangan dan ketidakadilan.
“Sistem itu juga terlalu menampilkan infrastruktur fisik dan mengabaikan infrastruktur non fisik (mental). Ekonomi dikuasai segelintir orang yang kemudian berusaha mendiktekan politik,” kata dia menyinggung fenomena kekuasaan politik yang seringkali berubah menjadi tirani dan monopoli.
Di Indonesia sendiri, konsep masyarakat madani sebagai padanan peristilahan untuk civil society menurutnya mulai populer di Indonesia sejak tahun 1995 melalui gagasan ‘wawasan madani’ yang dibawa oleh cendekiawan Malaysia, Dato Seri Anwar Ibrahim.
Bagi negara Malaysia, Din Syamsuddin berharap gagasan Malaysia Madani yang kini dikembangkan oleh Perdana Menteri Anwar Ibrahim bisa menjadi contoh bagi negara-negara muslim lainnya.
Akan tetapi, gagasan tersebut kata dia masih perlu diperkuat dengan landasan filosofis terutama pada aspek ontologis dan kosmologi Islam beserta nilai fundamental Islam seperti Tauhid, Khilafah, dan Islah, serta nilai-nilai instrumental seperti paradigma etika dan kode etik yang perlu ditanamkan dalam masyarakat, dengan penyesuaian sesuai konteks sosio-kultural masyarakat yang bersangkutan.
“Wawasan Masyarakat Madani Malaysia ini penting dan cocok untuk menjadi pengganti dari peradaban yang rusak, tapi harus disusun secara teratur, sistematis mana yang jadi nilai-nilai dasar, central values, mana yang jadi nilai-nilai instrumental dan ini menurut saya penting dan cocok untuk semua negara muslim yang madani,” pungkasnya sembari mengucapkan tahniah atas peringatan Kemerdekaan Malaysia ke-66 tahun yang jatuh pada 31 Agustus mendatang.
Acara Debat Perdana Madani ini disiarkan langsung dan turut dihadiri oleh berbagai tokoh cendekiawan, budayawan, dan akademisi dari UKM, termasuk Menteri Pendidikan Tinggi Malaysia, Dato Seri Mohammad Khaled bin Nordin, Timbalan Menteri, Naib Canselor UKM Prof. Dato Dr. Mohd Ekhwan, serta sejumlah guru besar.
Sumber : Muhammadiyah