Gandeng Kemendikbudristek, Kemenag Bahas Penguatan Moderasi Beragama
Ibadah.co.id – Dalam rangka meningkatkan moderasi beragama di Indonesia, Kementerian Agama terus berkoordinasi dan mendiskusikan penguatan moderasi beragama di sekolah dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Hal ini dilakukan agar pemahaman tentang moderasi beragama, khususnya tentang toleransi, (tawasuth, tawazun dan taadul) dapat di realisasikan di semua sekolah. Baik di sekolah yang berbasih kementerian agama maupun di bawah naungan Kemendikbudristek.
Seperti dilansir kemenag.go.id pada 11/11/2022, diskusi tersebut dilakukan antara Direktur Pendidikan Agama Islam (PAI) Kemenag dan jajarannya dengan Staf Khusus Mendiskbudristek Bidang Kelembagaan dan Manajemen Pendidikan Paroma Dei Sudharma di Senayan, Selasa (7/11/2022).
Direktur PAI, Amrullah, mengatakan, proses diskusi terus dilakukan karena karakteristik sekolah dan perguruan tinggi umum lebih beragam, baik dari segi adat istiadat, bahasa maupun agama. Hal itu juga sejalan dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 494 Tahun 2022 tentang Tahun Toleransi 2022.
“Di dalam KMA tersebut dinyatakan bahwa di dalam tahun toleransi 2022 ini terdapat program pembangunan ekosistem dunia pendidikan yang menumbuhkembangkan nilai toleransi yang harus dikoordinasikan dengan Kemendikbudristek,” kata Amrullah.
Menurutnya, koordinasi antar dua kementerian ini menjadi penting karena Kemendikbud mempunyai program-progam penting dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas pendidikan nasional. “Program moderasi beragama pada sekolah sejalan dengan program Kemendikbudristek yang mengedepankan nilai-nilai toleransi dalam dunia pendidikan,” ujar Amrullah.
Amrullah menuturkan progam moderasi beragama menjadi penting dilakukan di sekolah, karena selain menjadi bagian program prioritas Kemenag, moderasi beragama merupakan salah satu modal yang perlu dimiliki setiap individu dalam menjalankan peran sosial di tengah masyarakat yang multikultural.
“Indikator moderasi beragama ada empat hal, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan penerimaan terhadap tradisi. Nilai toleransi merupakan bagian penting dari moderasi beragama, karena kita hidup di sebuah alam yang transnasional dan bergerak sedemikian rupa karena itu diharapkan kita memiliki pondasi yang kuat,” tambah Amrullah.
Ikut mendampingi, Kasubdit PAI PAUD/TK, Kasubdit PAI SD/SDLB, Kasubdit PAI SMA/SMK/SMALB, dan tim Moderasi Beragama Direktorat PAI.
Direktur menambahkan bahwa program Moderasi Beragama yang diluncurkan Kementerian Agama juga mendapat dukungan positif Menteri Nadiem Makarim pada acara Aksi Moderasi Beragama tahun 2021.
“Kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan dukungan Menteri Nadiem Makarim pada acara Aksi Moderasi Beragama tahun 2021 dan kemudian diimplementasikan dalam kurikulum di sekolah penggerak”, jelas Amrullah yang juga peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II Angkatan 22 Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (LAN RI) dengan proyek perubahan bertema “Design Pengembangan dan Implementasi Moderasi Beragama dan Bela Negara pada Perguruan Tinggi Umum”.
Staf Khusus Mendikbudristek Bidang Kompetensi dan Manajemen Pramoda Dei Sudarmo menyambut kedatangan rombongan dari Kementerian Agama. Dia mengatakan bahwa Kemendikbudristek berkeinginan agar seluruh sekolah dapat membangun toleransi dan keragaman agama yang terjalin secara harmonis dan rukun.
“Kami mendukung penuh upaya Kementerian Agama dalam program Moderasi Beragama, yang di dalamnya terkandung penguatan toleransi dan kami siap bekerjasama untuk masa depan anak bangsa yang lebih baik,” kata Mas Dei, sapaan akrab Pramoda Dei.
Stafsus mengungkapkan bahwa Menteri Nadiem Makarim mendorong agar toleransi dan keberagaman disuarakan dari dunia pendidikan. Intoleransi adalah satu dari tiga ”dosa” dunia pendidikan saat ini. Dua lainnya adalah kekerasan seksual dan perundungan.
Ia mengatakan, bahwa Kemendikbudristek berkomitmen bahwa segala bentuk intoleransi tidak akan dibiarkan terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Praktek intoleransi merupakan dosa besar dunia pendidikan. Karena itu ekosistem yang tidak kondusif seperti praktek intoleran, tidak boleh dibiarkan ada di lingkungan pendidikan.
“Sekolah harus memiliki conceptual framework untuk Tahun Toleransi, yaitu kurikulum yang menekankan toleransi, berpikir kritis, assessment, pelatihan untuk pendidik, lingkungan/Infrastruktur yang bersahabat, sistem yang baik untuk melaporkan kasus-kasus intoleransi dan penanganan yang baik dan sarana ibadah yang mendukung moderasi beragama,” ujar Stafsus, yang merupakan alumni dari SMA Taruna Nusantara Magelang.