Take a fresh look at your lifestyle.

Kemenag Susun Mitigasi Risiko Penyelenggaraan Umrah

128

Ibadah.co.id – Kementerian Agama (Kemenag) segera akan menyusun menyusun mitigasi risiko penyelenggaraan umrah di masa pandemi Covid-19. Hal ini menyusul kabar akan dibukanya umrah oleh pemerintah Arab Saudi.

Seperti dilansir republika.id pada 08/10/20, Arab Saudi mulai memberikan izin beribadah umrah, meski terbatas bagi warganya dan ekspatriat yang tinggal di sana. Pada 1 November mendatang, Saudi rencananya mulai membuka pintu bagi jamaah dari luar negeri. Namun, Saudi akan merilis terlebih dahulu negara-negara yang diizinkan memberangkatkan jamaah.

Berdasarkan pantauan media massa Timur Tengah Asharq Al-Awsat, Kerajaan Saudi memutuskan melanjutkan umrah setelah sekitar tujuh bulan ditangguhkan karena wabah virus Covid-19.

Kementerian mengumumkan tidak ada infeksi maupun pelanggaran kesehatan yang dilaporkan, pada hari pertama dimulainya kembali umrah di Makkah. Arab Saudi mengizinkan warga dan penduduknya mulai melakukan umrah dengan kapasitas 30 persen, atau 6.000 jemaah sehari. Izin ibadah umrah akan terbuka untuk Muslim dari luar negeri mulai 1 November.

Wakil Menteri Haji dan Umrah, Abdulfattah bin Sulaiman Mashat, mengatakan semua pihak berwenang yang terlibat dalam penyelenggaraan umrah, berhasil melaksanakan rencana yang disusun di tengah keadaan luar biasa akibat pandemi.

Nol infeksi yang dilaporkan, ditujukan pada keberhasilan dan upaya pihak terkait dalam menjaga kesehatan dan keamanan jamaah. Langkah-langkah kesehatan ketat yang telah diadopsi sejak jamaah tiba di lima pusat pertemuan, juga menjadi salah satu faktor keberhasilan.

“Kerja sama inilah yang memungkinkan hari pertama umrah berlalu dengan lancar dan tenang,” kata dia.

Dengan mengorganisasi jamaah di pusat-pusat pertemuan, dinilai memungkinkan penyelenggara melakukan verifikasi izin mereka secara akurat. Tak hanya itu, pihak berwenang dapat melakukan pelacakan selama mereka tinggal di Mekkah.

Usai cek kesehatan di titik pertemuan, jamaah dipandu bersama menuju Masjidil Haram. Perjalanan ke Masjid Agung ini didampingi seorang pemandu kesehatan.

Mashat mengatakan lebih dari 200.000 izin umrah telah diproses dan dikeluarkan. Pihak berwenang tidak akan berhenti mengeluarkannya sampai jumlah jamaah yang diizinkan tercapai.

Ibadah umrah rencananya akan diatur kembali ke kapasitas penuh dengan menjalankan tiga tahap bertingkat. Di tahap pertama, akan ada 1.000 jamaah yang melaksanakan ibadah dan akan berjalan hingga 14 hari.

Setelah itu, 15.000 jemaah akan ditampung setiap hari selama dua minggu. Kapasitas operasional Masjidil Haram akan pulih sepenuhnya setelah empat minggu, tergantung penyebaran dan kasus terkonfirmasi.

Juru bicara resmi otoritas kesehatan Makkah, Hamad al-Otaibi, mengatakan jika dugaan infeksi terdeteksi saat jamaah beribadah, maka ia akan segera dirujuk ke pusat kesehatan terdekat dan menjalani tes.

Presidensi Umum untuk urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi telah mengambil semua tindakan pencegahan yang diperlukan untuk melindungi para peziarah.

400 pekerja dikerahkan untuk melakukan disinfeksi Masjidil Haram, 15 menit setelah setiap gelombang jamaah keluar dari tempat. Ini berarti, mereka akan membersihkan daerah tersebut sepuluh kali per hari.

900 liter cairan penyanitasi tangan atau hand sanitizer, 1.000 liter sabun karpet cair, serta 2.5000 liter cairan desinfektan permukaan akan digunakan setiap hari selama fase pertama haji.

Kementerian Agama RI

Sebagai persiapan memberangkatkan jamaah umrah dari Indonesia, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) mulai menyusun mitigasi risiko penyelenggaraan umrah di masa pandemi Covid-19.

Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Arfi Hatim mengatakan, mitigasi dibuat dalam bentuk regulasi yang bisa menjadi acuan bersama seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) penyelenggaraan umrah.

“Bentuknya bisa keputusan atau peraturan Menteri Agama. Kita masih rumuskan. Semoga, regulasi ini bisa segera selesai,” ujar Arfi dalam keterangan yang didapat Republika, Rabu (7/10).

Jika nantinya Indonesia diizinkan memberangkatkan jamaah umrah, prioritas Kemenag adalah memberangkatkan jamaah yang tertunda sejak 27 Februari 2020. Menurut Arfi, tercatat, ada sekitar 36 ribu jamaah yang tertunda keberangkatannya. Mereka sudah melakukan pembayaran ke Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

 ‘’Data ini akan terus divalidasi sembari disiapkan regulasinya,’’ kata dia.

Tahap selanjutnya, Kemenag akan membahas draf regulasi ibadah umrah di masa pandemi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, BNPB atau Satgas Pencegahan Covid-19, dan asosiasi PPIU.

 Pentingnya regulasi penyelenggaraan umrah di masa pandemi juga disoroti oleh mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saefuddin. Menurut dia, Kemenag harus segera menyiapkan regulasi yang nantinya menjadi dasar kebijakan.

Pria yang akrab disapa LHS ini mengenalkan formula 6-6-3 dalam mitigasi umrah di masa pandemi. Dia membagi dalam tiga kelompok, yakni prapenyelenggaraan (keberangkatan), saat penyelenggaraan, dan pascapenyelenggaraan (kepulangan).

 “Penyiapan regulasi adalah hal pertama yang harus dilakukan dari enam tahapan prapenyelenggaraan atau keberangkatan,” kata Menteri Agama periode 2014-2019 ini.

Hal kedua, yakni merumuskan konsep distribusi kuota. LHS menduga, Saudi akan menetapkan kuota dalam penyelenggaraan umrah di masa pandemi. Ia menyebut, setiap negara mendapat kuota yang harus didistribusikan berdasarkan lokus (provinsi) dan tempus (waktu). Bisa jadi, akan disediakan jadwal penyelenggaraan umrah bulanan jika ada konsep kuota. Hal ini, menurut LHS, perlu dirumuskan.

“Ketiga, penerapan protokol kesehatan sejak dari rumah sampai tempat karantina. Karantina bisa memanfaatkan asrama haji,” ujarnya.

Keempat, lanjut LHS, penerapan protokol saat jamaah mengikuti karantina, termasuk dalam hal ini adalah protokol pelaksanaan tes usap dan penanganannya jika ada jamaah terkonfirmasi positif.

Kelima, penerapan protokol di bandara Tanah Air. Sementara, mitigasi keenam adalah penerapan protokol dalam pesawat. Menurut LHS, Kemenag juga harus memastikan penerbangan yang diambil jamaah merupakan penerbangan langsung tanpa transit.

Untuk mitigasi saat penyelenggaraan umrah, ia mengusulkan enam hal. Sementara, pascapenyelenggaraan (kepulangan), LHS menggarisbawahi tiga hal, yaitu penerapan protokol di bandara Saudi sebelum pulang, protokol di pesawat saat menuju Tanah Air, dan protokol di bandara di Tanah Air.

Rumusan regulasi tersebut, menurut LHS, bisa didiskusikan dengan para stakeholder penyelenggaraan umrah. Dengan demikian, keputusan yang diambil nantinya bisa menjadi tanggung jawab bersama, baik PPIU maupun kementerian dan lembaga terkait. 

Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) tengah merumuskan mitigasi penyelenggaraan umrah di masa pandemi. Staf Ahli Menag Bidang Manajemen Komunikasi, Oman Fathurahman, mengatakan rumusan mitigasi ini bisa menjadi bekal kesiapan penyelenggaraan haji 1442H/2021M.

“Kesuksesan mitigasi penyelenggaraan umrah di masa pandemi akan berpengaruh pada kesiapan mitigasi haji tahun depan. Jadi mitigasi ini bisa menjadi bekal mitigasi penyelenggaraan haji,” ujar Oman dalam keterangan yang didapat Republika.

Oman mencontohkan, kebijakan pembatalan haji yang diumumkan Kemenag pada Juni 2020 tidak bisa dilepaskan dari proses mitigasi krisis umrah yang terjadi lebih awal. Krisis umrah terjadi pada 27 Februari saat Saudi memutuskan menutup akses masuk ke negaranya karena pandemi Covid-19.

Kesigapan Kemenag, terutama yang bersinggungan dengan ibadah umrah dalam menangani krisis ini disebut menjadi bekal dalam merumuskan mitigasi haji 2020.

Mitigasi penyelenggaraan umrah di masa pandemi fungsinya sangat penting. Di samping haji, umrah merupakan salah satu etalase kualitas pelayanan Kemenag. Haji dan umrah merupakan salah satu layanan umat paling strategis yang mencerminkan kinerja Kemenag.

Oman merupakan salah satu pihak yang terlibat dalam penyusunan mitigasi haji 2020. Ia menilai, sedikitnya ada dua hal yang harus dirumuskan dalam penyelenggaraan umrah di masa pandemi.

Pertama, perlu dirumuskan kebijakan penyelenggaraan umrah di masa pandemi. “Ini bisa dalam bentuk Keputusan atau Peraturan Menteri Agama,” ujarnya.

Kedua, mekanisme pengawasan pelaksanaan kebijakan umrah. Teknis pengawasan harus dirumuskan jelas, tegas, efektif dan efisien. Pelaksana kebijakan umrah tidak hanya internal Kemenag, tapi juga pihak swasta, seperti Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). 

“Apapun yang dirumuskan saat ini akan berpengaruh pada potret mitigasi haji 2021. Karenanya, mitigasi umrah ini harus menjadi perhatian seluruh jajaran Ditjen PHU,” kata dia.

Kesalahan umrah

Berangkat ke Arab Saudi dan menjalankan umrah merupakan salah satu mimpi umat Muslim di seluruh dunia. Kesempatannya yang lebih besar dibanding haji membuat banyak orang berbondong-bondong mendaftar untuk umrah.

Sama seperti haji, dalam melaksanakan ibadah umrah juga terdapat beberapa rukun yang harus dipatuhi. Ketua Pelaksana Harian Pusat Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah haji dan Umrah (FK KBIHU), Qasim Shaleh, menjelaskan beberapa kesalahan yang dilakukan jamaah saat umrah.

“Ada beberapa kesalahan yang dilakukan jamaah selama menjalankan umrah. Di antaranya karena keterbatasan ilmu jamaah, sehingga ada yang melakukan ibadahnya terpotong atau parsial,” ujar Ustaz Qasim saat dihubungi Republika, Selasa (6/10).

Ia mencontohkan, jika sudah niat menjalankan ibadah umrah, jamaah diwajibkan menggunakan pakaian umrah sepanjang pelaksanaan. Kegiatan umrah dimulai dengan niat ihram, shalat sunnah ihram, serta melaksanakan tawaf dan sa’i.

Namun di lapangan, ada beberapa jamaah yang setelah melaksanakan tawaf kembali ke hotel untuk berganti pakaian, lalu menuju Masjidil Haram untuk menjalankan sa’i. Yang seperti ini, jelas menyalahi aturan dan rukun yang ada.

“Ini sudah tidak benar. Semestinya, setelah tawaf tujuh putaran, shalat sunnah, dan dilanjutkan sa’i. Ini tidak bisa dipotong, secara parsial, ini suatu kesatuan ibadah yang harus dilaksanakan pada saat yang sama,” kata dia.

Kesalahan lain yang dilakukan jamaah umrah, utamanya adalah laki-laki, mengenakan pakaian dalam di balik baju ihram. Hal ini kemungkinan dilakukan jamaah karena tidak terbiasa.

Ustaz Qasim juga menyebut kesalahan umum lainnya yang dilakukan jamaah adalah tidak melakukan tawaf satu putaran penuh dengan benar. Ada jamaah yang memulai dan mengakhiri tawaf tidak sesuai rukun, yakni di hadapan hajar aswad.

Bagi jamaah umrah perempuan, ia menyebut banyak yang mencoba menggunakan pil atau obat penghenti haid. Namun disayangkan, obat ini hanya bekerja sementara sehingga tidak jarang di tengah-tengah ibadah, darah haid tetap keluar.

“Perempuan ini kaitannya kerap dengan siklus menstruasi. Ada yang belum selesai masanya, memaksakan diri meminum obat, ini bertahan hanya sebentar dan saat ibadah keluar lagi darahnya,” ucap Ustaz Qasim.

Terkait hal ini, ia meminta jamaah umrah perempuan untuk lebih berhati-hati dan menghitung dengan benar siklus menstruasinya. Jika pun ternyata hasil hitungannya meleset dan saat di Saudi mendapat haid, ibadah yang bisa dilakukan adalah berdzikir dengan bersungguh-sungguh. Ia juga menyebut, menstruasi merupakan kodrat dan kelebihan yang diberikan Allah SWT kepada perempuan yang masih produktif. Jika kejadian di atas terjadi, hal itu hendaknya diterima dengan ikhlas, dan tetap berdzikir. Niat untuk umrah telah dicatat oleh Allah SWT. (RB)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy