Muhammadiyah Minta Pemerintah Tinjau Kebijakan Ekonomi Syariah
Ibadah.co.id – Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah meminta pemerintah Indonesia untuk meninjau kembali kebijakan mengenai ekonomi syariah. Hal ini disampaikan oleh Sekertaris Umum Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mukhaer Pakkana. Mukhaer menanggapi Keputusan Presiden No.16/TPA tahun 2021 tentang pemberhentian dan pengangkatan dari dan dalam jabatan tinggi madya di lingkungan Kementerian Koperasi dan UKM.
Seperti dilansir republika.co.id pada 8/5/21, PP Muhammadiyah menyebut pengembangan koperasi syariah bukan lagi menjadi orientasi pemerintah saat ini. Hal itu dilihat berdasarkan Keputusan Presiden No.16/TPA tahun 2021 tentang pemberhentian dan pengangkatan dari dan dalam jabatan tinggi madya di lingkungan Kementerian Koperasi dan UKM. Artinya, tak ada pejabat yang fokus dan memiliki bidang khusus yang mengurus tentang koperasi syariah.
Sekertaris Umum Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mukhaer Pakkana mempertanyakan arah pengembangan koperasi syariah di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Melihat Keputusan Presiden No.16/TPA tahun 2021 tersebut, jelas sekali sangat tidak popular bagi pemerintah terhadap pengembangan koperasi syariah yang selama ini menjadi keuangan inklusi yang strategis dalam pengentasan program kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat,” kata Mukhaer dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (8/5).
Keberadaan koperasi syariah atau yang dikenal secara regulasi bernama Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) selama ini telah diatur dalam regulasi payung hukum bernama Peraturan Menteri Koperasi dan UKM NOMOR 16 /Per/M.KUKM/IX/2015 tentang pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh koperasi. Secara otomatis dari regulasi tersebut pemerintah memiliki fokus perhatian tersendiri dalam pengembangan koperasi syariah, baik dalam bentuk penempatan deputi atau asisten deputi yang khusus mengurusi koperasi syariah.
Mukhaer mengatakan dampak dari tiadanya fokus tersebut sangat mengkhawatirkan dan terkesan adanya kesengajaan serta pembiaran praktek koperasi syariah atau KSPPS yang sudah berjalan selama ini bertahun – tahun. Ini akan mempengaruhi peran pemerintah kedepan dalam pengawasan dan pembinaan terhadap koperasi syariah yang selama ini sudah menjadi tugas pokoknya.
“Untuk itu kami berharap agar pemerintah bisa meninjau ulang kembali adanya keputusan tersebut dan tetap linier dengan kebijakan pembangunan ekonomi syariah yang selama ini telah dituangkan dalam Master Plan Ekonomi Syariah,” terangnya.
Masukan dan himbaun kepada pemerintah ini, lanjut Mukhaer, memiliki makna yang strategis, apalagi selama ini di Muhammadiyah memiliki perhatian yang sama dalam mengembangan ekonomi dalam bentuk koperasi syariah. Dalam Blueprint Muhammadiyah sangat mendukung gerakan koperasi syariah yang dikenal dengan Gerakan Microfinance Muhammadiyah (GMM) melalui Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) dalam mewujudkan satu BTM satu (Pimpinan Daerah Muhammadiyah) di seluruh Indonesia. Begitu juga dengan organisasi wanita Aisyiyah yang mengembangan koperasi Aisyiyah Bueka untuk jaringan Koperasi Wanita di Aisyiyah. “Dengan adanya realitas demikian yang dilakukan oleh Muhammadiyah, yang sangat konsen pengembangan koperasi syariah, maka ada analogi yang salah jika kekuatan civil society saja berjuang dalam pengembangan koperasi syariah sementara pemerintah tidak menghormati sama sekali, hal ini jelas pemerintah sangat ambigu dalam kebijakan publik,” kata Mukhaer. (RB)