Kenalkan Indonesia Lewat Kain Wastra
Ibadah.co.id, Jakarta – Indonesia merupakan Negara multikultural dengan memiliki beragam ras, suku dan budaya. Dengan keanekaragaman tersebut Indonesia dapat dikenal oleh dunia Internasional. Salah satunya dengan keanekaragaman wastra.
Wastra berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya selembar kain atau sandangan. Wastra ini merupakan bagian penting dalam banyak suku di Indonesia. Setiap daerah memiliki ciri khas, dan warna masing-masing yang pembuatannya didasarkan pada fungsi dan kegunaannya. Ada yang fungsinya untuk merayakan kelahiran, upacara, menjelang remaja bahkan potong gigi seperti di Bali, juga adat pernikahan bahkan upacara pemakaman.
Kedutaan Besar Republik Indonesia Den Haag pekan lalu menggelar peragaan fashion show dengan tema “ The Modest Heritage of Indonesia” bersama Pelangi Wasta Indonesia di Museon, Museum Budaya dan Ilmu Pengetahuan di Den Haag, Belanda pada 7 Desember.
The Modest Heritage of Indonesia diselenggarakan dengan tujuan untuk mempromosikan kekayaan dan kebudayaan Indonesia khususnya kebudayaan wastra. Selain itu, juga untuk menjalin persahabatan antara bangsa Indonesia dan Belanda. Sebanyak delapan desainer Tanah Air pun membawa kain wastra Indonesia yang tentunya sudah dikemas modern untuk dikenalkan ke Mancanegara.
Kedelapan desainer tersebut adalah Leny Rafael yang membuat rancangan dengan tenun Badui. Adelina Willy Suryani yang memamerkan busana tenun Garut. Rizky Permatasari dengan busana kain Sumba. Dwi Lestari Kartika membawakan busana batik Bekasi. Batik Trenggalek dibawakan oleh desainer Gita Orlin. Melisa A. Bermara membuat karya- karya yang terinspirasi dari burung Enggang khas Kalimantan. Lala Ghozali dengan kain luruk Jawa, terakhir Putri Permana menampilkan tas dengan bahan tenun troso Jepara. Untuk lebih lanjutnya kita akan bahas satu- persatu mengenai kain wastra Indonesia yang dipamerkan oleh kedelapan desainer tersebut.
- Tenun Badui
Dalam fashion show dengan tema “The Modest Heritage of Indonesia”, Leny Rafael membawakan desain dari tenun Badui. Tenun Badui ini memiliki makna dan simbol yaitu untuk memenuhi kebutuhan sandang, juga sebagai makna identitas khususnya nilai-nilai adat dan melambangkan eksistensi masyarakat Badui tersebut.
Ciri khas kain tenun Badui ini berwarna putih dan biru tua, teksturnya kasar serta motifnya sederhana. Cara pembuatannya dengan bantuan alam. Prosesnya dengan cara dipintal kemudian menjadi benang. Setelah menjadi benang proses selanjutnya yaitu menenun. Proses ini berlangsung selama mingguan bahkan bulan, tergantung dari tingkat kerumitan motif yang akan dibuat. Proses pembuatannya juga dilakukaan oleh kaum wanita dan tidak boleh dikerjakan oleh kaum laki-laki. Berdasarkan mitos yang berkembang pada masyarakat Badui, jika ada laki-laki yang membuat tenun Badui maka perilaku laki-laki tersebut akan menyerupai perilaku wanita.
- Tenun Garut
Ciri khas dari tenun Garut yaitu memakai garis geometris, dan motif bunga-bunga mulai dari bunga tapak dara, bunga kusuma, bunga puspa, bunga gambir dan lain-lain. Ciri khas lain dari tenun Garut ini adalah berbahan dasar sutera. Hal ini disebabkan karena kota Garut merupakan salah satu daerah penghasil sutera.
Adelina Willy Suryani yang memamerkan busana tenun Garut. Rancangan busananya tidak hanya menggunakan motif khas tenun Garut seperti motif bunga dan garis geometris tetapi juga dipadukan dengan bahan lain sehingga menjadi busana siap pakai.
- Kain Sumba
Rizky Permatasari memamerkan kain Sumba dalam event tersebut. Dalam peragaan ini Rizky membawakan busananya dengan konsep kasual yang santai, praktis dan nyaman. Kemudian ia juga memilih warna-warna natural seperti cokelat, merah gelap dan hitam. Kain ini terbuat dari benang-benang kapas yang ditenun melalui pengerjaan yang sabar dan penuh cinta.
Ciri khas dari kain Sumba adalah bermotifkan hewan. Dari setiap motif hewan ini memiliki makna tersendiri, seperti buaya dan kura-kura. Motif buaya dimaknai sebagai simbol seorang raja, sedangkan kura-kura merupakan simbol isteri seorang raja.
- Batik Bekasi
Dwi Lestari Kartika membawakan busana batik Bekasi dengan ciri khas yaitu cenderung warna cerah dan ramai. Warna merah melambangkan tanah dan warna hijau muda melambangkan pucuk daun pisang. Dwi Lestari mengangkat batik Bekasi karena batik tersebut jarang terekspos. Batik patriot “Chandrabhaga” menjadi judul pilihan koleksi busana terbaru Dwi Lestari. Ia mengaplikasikan pakem motif seperti tugu Bekasi, ikan gabus, dan bunga teratai menjadi pelengkap keunikan batik Bekasi.
- Batik Trenggalek
Batik Trenggalek dibawakan oleh desainer Gita Orlin. Batik ini memiliki beberapa motif batik yang khas yaitu dengan menggunakan tumbuhan cengkeh pada beberapa motif batik klasik Jawa. Tumbuhan cengkeh menjadi ornamen utama dalam batik Trenggalek karena memang menjadi salah satu komoditi utama pada daerah Trenggalek tersebut.
- Motif Burung Eggang
Melisa A. Bermara membuat karya- karya yang terinspirasi dari burung Enggang khas Kalimantan. Dalam karyanya tersebut ia menggambar ulang burung Enggang lalu diadopsi dan dijadikan pattern yang diaplikasikan di sandal, baju, dan celana. Pada batik ini, Enggang merupakan ciri khas suku Dayak dan merupakan hewan yang dianggap suci oleh masyarakat suku Dayak. Oleh karena itu, untuk melestarikan budaya ini terciptalah batik Kalimantan Timur yang bermotif burung Enggang. Warna yang digunakan pun sangat beragam mulai dari warna terang hingga warna gelap.
- Kain Lurik Jawa
Lala Ghozali menampilkan desainnya dengan kain lurik Jawa. Dalam peragaan tersebut ia membawakannya dengan nuansa kasual. Namun konsepnya lebih ke layering ada yang pakai outer panjang, pakai dalaman dan celana ditambah syal. Filosofi dan makna lurik tercermin dalam warna dan motifnya. Ada corak yang dianggap sakral dan menjadi sumber nasihat, petunjuk bahkan harapan. Contohnya: kain lurik gedong madu yang biasa digunakan untuk upacara mitoni atau siraman.
- Tenun Troso Jepara
Putri Permana menampilkan tas dengan bahan tenun troso Jepara. Bahan yang digunakan untuk pembuatan tenun troso biasanya katun, sutra, rayon, serat nanas dan juga rafia.
Karakteristik dari tenun troso Jepara ini warnanya cenderung cerah. Tenun troso adalah kain yang ditenun dari helaian benang pakan atau benang lungsing yang sebelumnya diikat dan dicelupkan ke dalam zat pewarna alami. Tenun ini juga memiliki corak tradisional yang kental dibanding corak kontemporer, sehingga ketika menggunakan kain ini terpacar kesan elegan yang tegas.
Itulah delapan wastra yang dipamerkan dalam ajang bergengsi “The Modest Heritage of Indonesia” oleh masing-masing desainer Indonesia. Oleh karena itu kita patut bangga dengan kekayaan wastra yang ada di Indonesia.
Kekayaan ragam wastra hasil karya bangsa dan kemajuan industri mode Tanah Air juga merupakan dua hal yang memperoleh pujian dari banyak kalangan. Keberhasilan para penggiat mode membawa wastra Nusantara lebih dikenal masyarakat. Tidak sampai disitu para desainer Indonesia juga sukses menampilkan wastra Nusantara dengan gaya modern. Hal ini membuktikan bahwa kemajuan industri fashion dan tekstil tidak membuat popularitas kain tradisional ini kalah bersaing di dunia Internasional.(Siska)