MUI Bandung Barat Sambangi Pesantren Yang Dianggap Menyimpang
Ibadah.co.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bandung Barat menyambangi pesantren yang dianggap menyimpang oleh masyarakat sekitarnya. Setelah sambangan tersebut akhirnya Ketua MUI KBB Muhammad Ridwan menyampaikan hasil pantauannya.
Seperti dilansir detik.com pada 3/2/21, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bandung Barat telah melakukan pengecekan ke lokasi Pondok Pesantren Tahfidz Quran Alam Maroko, Kampung Maroko, Desa Mekarjaya, Kecamatan Cihampelas, KBB.
Hasil dari pengecekan tersebut MUI KBB menilai tak ada yang janggal dengan ajaran dan praktik keagamaan di pesantren tersebut seperti yang dituduhkan warga.
Sekadar diketahui, Ponpes Alam Maroko dianggap menyimpang oleh warga karena ajaran yang dipraktikkan tak sesuai kaidah agama. Seperti salat hanya tiga kali sehari, kiblat tak menghadap kabah, praktik menikah tanpa wali, dan tak ada izin mendirikan pesantren dari warga pengurus RT/RW setempat.
“Beberapa hari lalu sudah dicek oleh kita ke sana, memang tidak ada yang janggal dan tidak ada yang menyimpang. Itu hanya pesantren kecil yang mengajarkan santrinya untuk jadi tahfidz Quran,” ungkap Ketua MUI KBB Muhammad Ridwan saat dihubungi detikcom, Rabu (3/2/2021).
Konflik yang timbul antara warga dengan pengelola pondok pesantren hanya kesalahpahaman semata. Namun saat ini, dirinya menegaskan proses mediasi sedang berjalan dan berharap segera ada titik terang.
“Saat ini sedang mediasi, katanya segera diselesaikan masalahnya. Kita minta memang segera diselesaikan, kasihan santri dan warga lainnya, ini hanya kesalahpahaman dan ada orang yang memprovokasi saja,” jelasnya.
Kepala Desa Mekarjaya Ipin Surjana mengungkapkan garis besar konflik antara warga dengan Ponpes Alam Maroko justru karena pihak ponpes yang disebutnya tak menghargai pengurus RT dan RW setempat.
“Warga memang inginnya pesantren bubar, karena dianggap tidak menghargai pengurus RT dan RW. Pengelola mendirikan pesantren tanpa izin dulu ke RT dan RW, itu yang membuat warga geram,” ungkap Ipin.
Lalu soal permasalahan lainnya Ipin menjelaskan jika warga merasa keberatan lantaran pernikahan itu dinilai tidak lazim dilakukan karena tanpa ada wali dari pihak pria. Namun di sisi lain Ipin memang mengaku belum mampu membuktikan tudingan warga soal ajaran di ponpes tersebut sesat.
“Katanya ada pengurus nikah ke orang Kampung Maroko, tapi pesantren tidak pernah klarifikasi. Kami akhirnya berusaha meredam warga, jangan anarkis dan sabar. Kami juga minta ke pihak pesantren jangan dulu ada kegiatan pembangunan karena belum ada izin. Kalau penutupan jalan itu kan inisiatif warga,” terangnya.
Menanggapi konflik antara pihaknya dengan warga setempat, pengelola Ponpes Alam Maroko Dadang Budiman mengaku pihak pemerintah desa dan kecamatan tak pernah membuka niatan untuk melakukan klarifikasi secara berimbang. Sebab akhirnya pihak ponpes tetap disudutkan.
“Kami menganggap pertemuan dengan desa dan kecamatan bukan mediasi tapi intimidasi, karena pihak desa dan kecamatan juga sama, meminta kami pergi. Oleh karena itu, dari awal sampai saat ini kami tidak menerima hasil pertemuan itu,” katanya. (RB)
[…] – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi penangkapan inisiator Pasar Muamalah Depok, Zaim Saidi. Seperti dilansir […]