Wamenag Paparkan Dua Dimensi Zakat
Ibadah.co.id – Wakil Menteri Agama (Wamenag) KH Zainut Tauhid Sa’adi memaparkan dua dimensi zakat. Menurutnya, dimensi pertama adalah dimensi ibadah. Sedangkan dimensi kedua adalah dimensi sosial. Dari sini dapat diketahui betapa penting dan strategisnya zakat sebagai sistem pendistribusian kekayaan.
Seperti dilansir republika.id pada 15/12/20, Wakil Menteri Agama (Wamenag) KH Zainut Tauhid Sa’adi meminta lembaga pengelola zakat dan wakaf lebih responsif terhadap isu-isu kemanusiaan. Hal ini disampaikan Wamenag saat menjadi pembicara kunci pada Seminar Filantropi Nasional untuk Pemberdayaan Perempuan di Jakarta, Jumat (11/12).
“Saya meminta perhatian seluruh jajaran organisasi pengelola zakat dan wakaf uang agar meningkatkan program pendayagunaan zakat dan pemanfaatan wakaf uang untuk merespons isu-isu kemanusiaan,” kata Wamenag melalui pesan tertulis kepada Republika, Jumat (11/12).
Wamenag mengatakan, zakat dan wakaf uang perlu secara produktif terus diarahkan pada upaya memberi jaminan, perlindungan, dan pemberdayaan kepada golongan masyarakat dhuafa sesuai ketentuan syariah. Mereka yang layak dibantu adalah fakir, miskin, rumah tangga miskin, termasuk anak-anak telantar yang memerlukan dukungan sarana dan biaya untuk keberlanjutan pendidikan serta bekal masa depannya.
Menurut Wamenag, penerimaan zakat di Indonesia setiap tahun mencapai Rp 10 triliun. Jika organisasi pengelola zakat mengalokasikan 50 persen dari total penerimaan zakat ini untuk merespons isu kemanusiaan yang berkaitan dengan keamanan hidup manusia, dampaknya akan sangat signifikan.
“Insya Allah, setiap tahun akan terjadi pengurangan tunawisma, anak-anak telantar, orang tua jompo yang jadi pengemis, penyandang disabilitas yang meminta-minta, dan sebagainya yang menjadi problem sosial di negara kita,” ujarnya.
Bagi umat Islam khususnya, kata Wamenag, zakat adalah sumber dana yang bermartabat untuk melindungi dan memberdayakan lapisan masyarakat yang lemah dan mengalami keterbatasan ekonomi.
Dengan demikian, kesetaraan sosial dan demokrasi ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan pokok dan kehidupan layak bagi setiap penduduk warga negara secara perlahan dapat diwujudkan.
Dijelaskan Wamenag, secara fungsional zakat memiliki dua dimensi. Pertama, adalah dimensi ibadah, yakni kewajiban untuk mengeluarkan harta yang kita miliki apabila telah mencapai nisab. “Bagi yang kaya wajib hukumnya berzakat, sementara infak dan sedekah dianjurkan bagi setiap Muslim,” katanya menjelaskan.
Wanenag menerangkan, yang kedua adalah dimensi sosial dan ekonomi yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan kesejahteraan umat. Nabi Muhammad SAW memperingatkan umatnya tentang tiga hal, yakni kemiskinan, kebodohan, dan penyakit, yang merupakan musuh kemanusiaan. Ketiga hal itu dapat menggoyahkan sendi kehidupan, menghancurkan ketenteraman, menghalangi ukhuwah, serta meruntuhkan kemandirian dan kejayaan bangsa.
“Di sinilah kita melihat betapa penting dan strategisnya zakat dan wakaf sebagai sistem pendistribusian kekayaan yang memungkinkan setiap orang dalam segala kondisi terjamin kebutuhan pokoknya,” ujarnya.
Wamenag mengingatkan, Islam tidak membiarkan isu kemiskinan melahirkan keresahan sosial atau menyuburkan tindak kekerasan dan kemerosotan moral di masyarakat. Zakat dan filantropi Islam lainnya, seperti wakaf dan sebagainya, adalah solusi terbaik yang diajarkan Islam untuk mengatasi kesenjangan pendapatan dan kekayaan di masyarakat serta menutup celah-celah kerawanan sosial yang bersumber dari kemiskinan. Seminar Filantropi Nasional untuk Pemberdayaan Perempuan diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. (RB)
[…] – Pengamat Ekonomi Syariah, Irfan Syauqi Beik mengatakan bahwa pengelolaan zakat mesti memanfaatkan teknologi digital. Hal ini menurutnya agar pengelolaan zakat dapat lebih baik […]
[…] – Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi menyebut Ma’had Aly jadi salah satu kebutuhan bangsa. Lebih lanjut ia […]