Ibadah.co.id-Selama musim pandemi, media sosial merupakan menjadi tempat utaman penyebaran propaganda paham menyimpang. Termasuk dalam hal ini, pemusuhan adudomba hinga radikalisme dan terorisme bertebaran di media sosial secara masif.
Pemilihan media sosial sebagai basis penyebaran propaganda paham menyimpang karena akses masyarakat terhadap media sosial kebih banyak. Hampir dapat dibilang bahwa akses media sosial sebagai sumber utama informasi. Di samping itu, orang juga sangat mudah mengakses media sosial tersebut di mana saja dan kapan saja.
Akademisi yang menjabat Kabid Pemuda dan Pendidikan FKPT Aceh Saifuddin Bantasyam, SH., MA menyampaikan itu pada Bincang Santai (Bisa) secara virtual bertajuk “Ruang Kreatif Medsos Tangkal Radikalisme di Masa Pandemi” yang digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Aceh bekerjasama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Aceh, di Kesbangpol Aceh, Kuta Alam, Banda Aceh, Kamis (2/7)
“Tetapi sekarang hukum sudah dapat menjangkau siapa pun yang menggunakan media sosial untuk tujuan-tujuan yang salah, seperti menjadikannya sarana kejahatan, termasuk terorisme. Berkenaan dengan pembuktian misalnya, dulu SMS tidak bisa menjadi bukti bagi suatu tindak kejahatan, namun dengan munculnya UU ITE, maka orang dapat dihukum karena menyebarkan hoaks atau berita bohong dan berbagai bentuk kejahatan lain dengan memakai sarana handpone,” jelas Saifuddin.
Namun–lanjutnya– aparat penegak hukum tetap perlu mewaspadai tindakan-tindakan yang mungkin hukum berada dalam situasi lemah dibanding perkembangan teknologi di mana hukum tertinggal dibanding perkembangan masyarakat, sehingga keadaannya membahayakan masyarakat, bangsa, dan negara.
“Sekarang memang harus ada upaya menumbuhkan budaya dalam masyarakat untuk mengakses media secara bertanggung jawab. Masyarakat harus diajarkan untuk membaca informasi dalam media sosial secara utuh dan menyeluruh” jelas Saifuddin.
jelasnya, dalam proses hukum di kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, mungkin diperlukan juga pendekatan hukum yang progresif. “Tidak semata-mata menekankan paham legalistik formal yang mengakibatkan pelaku kejahatan lepas dari jeratan hukum, padahal banyak korban yang jatuh, baik nyawa maupun harta,” katanya, “Bahwa keadilan itu juga bagian dari hak korban,” demikian Saifuddin Bantasyam. (RB)
[…] – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bandung Barat menyambangi pesantren yang dianggap menyimpang oleh masyarakat sekitarnya. Setelah sambangan tersebut akhirnya Ketua MUI KBB Muhammad Ridwan […]