Santri Darussalam Blokagung Dinyatakan Non-reaktif Covid-19
Ibadah.co.id – Santri Darussalam Blokagung Banyuwangi dinyatakan non-reaktif dari Covid-19. Hasil ini keluar setelah santri-santri tersebut menjalani diisolasi. Dengan begini para santri dapat bernapas lega. Namun, meski begitu pihak pesantren mesti terus waspada akan adanya Covid-19.
Seperti dilansir republika.co.id pada 09/09/20, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag), Waryono menyampaikan, Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam Blokagung di Banyuwangi, Jawa Timur, telah menyelesaikan masa isolasinya pada pekan lalu. Isolasi dilakukan setelah 92 santri putri dinyatakan reaktif Covid-19.
“Berdasarkan informasi baik dari instansi Kemenag di Banyuwangi dan keluarga pesantren, masa isolasinya sudah selesai pekan kemarin,” tutur dia kepada Republika.co.id, Rabu (9/9).
Karena itu, berdasarkan informasi yang diterima Waryono dari Kantor Kemenag Banyuwangi dan keluarga ponpes, tidak ada lagi santri yang reaktif virus Covid-19. “Informasi yang saya terima begitu, termasuk dari keluarga ponpes,” kata dia.
Meski demikian, Waryono menerangkan, proses pembelajaran tentu tetap tidak bisa berjalan sebagaimana biasanya. Sebagian santri ada yang pulang dan belajar dari rumah secara daring. Sebagian lagi ada yang tetap di ponpes. Santri yang pulang disyaratkan ke Puskesmas terlebih dulu untuk uji tes cepat sebelum sampai rumah.
Waryono menjelaskan, Kemenag telah memetakan pesantren di zona merah, kuning dan hijau. Pesantren di zona kuning dan hijau dapat melakukan pembelajaran tatap muka mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri. Sementara pesantren di zona merah mengikuti instruksi gugus tugas Covid-19 setempat.
“Pesantren di Jawa Timur memang belum semua santri datang. Karena kapasitas pondok yang tidak memungkinkan untuk menerapkan physical distancing. Di Jatim itu dari sekitar 8.000 pesantren itu hanya 2.000 yang belajar tatap muka,” ucapnya.
Pesantren yang melakukan pembelajaran tatap muka, lanjut Waryono, tetap menerapkan protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan penyebaran virus Covid-19. Misalnya, santri dan para ustaz hanya berkegiatan di lingkungan ponpes. Kunjungan orang tua tetap diperbolehkan tetapi hanya sampai di gerbang masuk dan dilarang masuk kompleks pesantren. Aturan ini pun dimengerti oleh para orang tua. Namun dia menyadari, sulit untuk memastikan pesantren kecil dengan santri di bawah 500 orang melakukan protokol kesehatan tersebut. “Memang untuk penanganan Covid ini, yang berat itu adalah pesantren kecil karena sumber daya finansial mereka itu enggak ada. Makanya ada bantuan dana pemerintah untuk mereka kan. Kalau pesantren besar, untuk pengadaan alat kan mudah,” ujarnya. (RB)