Simalakama Eks ISIS Kembali Pulang Ke Negara Asalnya, Berikut Usulan PBNU
Ibadah.co.id – Hampir semua negara yang warganya kedapatan hijrah ke ke Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengalami masalah terkait kepulangan warganya yang telah ‘bertaubat’ atau Eks ISIS. Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, banyak negara memutuskan menolak kembali warganya yang bergabung dengan ISIS dan mencabut status kewarganegaraannya. Sedikit negara yang menerima kembali warganya usai mereka menjadi bagian dari ISIS, namun dengan syarat-syarat tetentu.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah sebaiknya menerima kembali warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS atau menolak menerima mereka balik ke Indonesia?
Sebagian Eks ISIS WNI sudah pulang dan diterima negara. Karena mereka mengaku menyesal dan berobat atas hijrahnya ke ISIS. Sebab faktanya di lapangan tak sesuai dengan apa yang mereka janjikan dan inginkan.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Wasekjen PBNU) M Imdadun Rahmat menilai, sebagaimana dilansir nuonline (14/8), persoalan eks pendukung ISIS adalah persoalan yang dilematis bagi Indonesia. Di satu sisi, Indonesia terikat dengan hukum internasional tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan pengungsi. Dimana negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak boleh menolak kehadiran warga negara yang berstatus sebagai pengungsi dengan alasan apapun.
“Termasuk dalam konteks eks ISIS ini. Saat ini mereka statusnya adalah sebagai pengungsi,” kata Imdad kepada media, (14/8).
Imdad mengatakan, negara-negara anggota PBB juga terikat dengan norma HAM berupa larangan mencabut kewarganegaraan seseorang. Hal itu dikarenakan status kewarganegaraan seseorang adalah bagian dari hak asasi manusia yang harus dipenuhi negara anggota PBB.
Namun di sisi lain, kehadiran WNI eks pendukung ISIS ke suatu negara, Indonesia misalnya, akan menimbulkan tantangan dan masalah tersendiri. Paham keagamaan dan ideologi yang mereka miliki bisa menjadi ancaman yang potensial bagi keamanan dan memperumit persoalan radikalisasi di Indonesia.
Solusi yang Ditawarkan, Menyerahkan Persoalan Ke UNHCR
Untuk menengahi kerumitan itu, ada jalan tengah yang bisa ditempuh Indonesia terkait dengan WNI eks pendukung ISIS. Yakni Indonesia menyerahkan persoalan ini ke UNHCR (badan PBB yang menangani persoalan pengungsi) terlebih dahulu. Ia memaparkan, kelompok ISIS terbentuk atas hasil kerja sama antara Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi untuk menggulingkan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, yang dengan Iran.
“Karena lemahnya badan PBB, maka strategi atau manuver politik mereka menjadi sumber dari munculnya ketidakstabilan di Timur Tengah memunculkan konflik dan perang. Dan perang inilah yang menarik para simpatisan ISIS ke Irak dan Suriah,” jelas Direktur Said Aqil Siroj (SAS) Institute ini.
“Mereka harus bertanggung jawab untuk menanggung kosekuensi dari sikap lembek mereka terhadap policy yang dibuat negara-negara anggota PBB sendiri. Dan itu adalah anggota tetap Dewan Keamanan, yaitu Amerika,” lanjutnya.
Oleh karena itu, lanjut Imdad, persoalan eks pendukung ISIS biar saja terlebih dahulu ditangani UNHCR dan menjadi tanggung jawab PBB. Dengan begitu, mereka berbagi beban dengan negara-negara seperti Indonesia terkait dengan persoalan baliknya eks ISIS.
“Indonesia menurut saya jalan tengahnya bersikap pasif saja dulu, biar mereka ditangani UNHCR. Sampai kemudian ada kesepahaman dengan dunia internasional dan badan-badan pengawas hak asasi manusia untuk mereka sepakat ada special treatment (perlakuan khusus) kepada eks ISIS ini,” paparnya. (ed.AS/ibadah.co.id/nuonline)