Ujaran Kebencian, Pengungsi Rohingya Tuntut Facebook
Ibadah.co.id – Pengungsi Rohingya dari Myanmar menggugat Meta Platforms Inc atau sebelumnya dikenal sebagai Facebook sebesar 150 miliar dolar AS (Rp 2,1 kuardriliun). Gugatan ini dilayangkan karena Facebook dianggap gagal dalam mengawasi konten ujaran kebencian mengenai masalah kaum Rohingya.
Facebook dinilai tidak bisa menyaring dan membiarkan penyebaran informasi yang penuh kebencian dan berbahaya untuk berlanjut selama bertahun-tahun.
Facebook sendiri tidak segera menanggapi permintaan Reuters untuk berkomentar tentang gugatan tersebut. Perusahaan besutan Mark Zuckerberg itu pernah mengatakan terlalu lambat untuk mencegah kesalahan informasi dan kebencian di Myanmar.
Facebook mengaku telah mengambil langkah-langkah untuk menindak penyalahgunaan platform untuk konten tersebut, termasuk melarang militer dari Facebook dan Instagram setelah kudeta 1 Februari. Facebook menyatakan mereka dilindungi dari kewajiban atas konten yang diposting pengguna oleh undang-undang internet AS yang dikenal sebagai Bagian 230. Aturan ini menyatakan platform daring ini tidak bertanggung jawab atas konten yang diposting pihak ketiga.
Facebook berusaha menerapkan hukum Burma pada klaim tersebut jika Bagian 230 diajukan sebagai pembelaan. Pengadilan AS dapat menerapkan hukum asing untuk kasus-kasus di mana dugaan kerugian dan aktivitas oleh perusahaan terjadi di negara lain.
Namun, menurut Anupam Chander, seorang profesor di Pusat Hukum Georgetown University, menerapkan hukum Burma sebenarnya tidak pantas. Dia memperkirakan bahwa itu tidak mungkin berhasil.
“Akan aneh bagi Kongres untuk mengambil tindakan di bawah hukum AS tetapi mengizinkan mereka melanjutkan di bawah hukum asing,” kata dia, dikutip dari Al Arabiya, Selasa (7/12).
Lebih dari 730 ribu Muslim Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine Myanmar pada Agustus 2017 setelah tindakan keras militer yang menurut para pengungsi termasuk pembunuhan massal dan pemerkosaan. Terdapat dokumentasi terkait pembunuhan warga sipil dan pembakaran desa.
Pihak berwenang Myanmar mengatakan telah memerangi pemberontakan dan menyangkal melakukan kekejaman sistematis. Pada 2018, penyelidik hak asasi manusia PBB mengatakan penggunaan Facebook telah memainkan peran kunci dalam menyebarkan ujaran kebencian yang memicu kekerasan. Penyelidikan Reuters tahun itu, yang dikutip dalam pengaduan AS, menemukan lebih dari 1.000 contoh postingan, komentar, dan gambar yang menyerang Rohingya maupun Muslim lainnya di Facebook.
Pengadilan Kriminal Internasional telah membuka kasus atas tuduhan kejahatan di wilayah tersebut. Pada September, seorang hakim federal AS memerintahkan Facebook untuk merilis catatan yang terkait dengan kekerasan anti-Rohingya di Myanmar. Lalu muncul gugatan class action baru ini dengan merujuk klaim pelapor Facebook Frances Haugen, yang membocorkan cache dokumen internal tahun ini. Facebook disebut tidak mengawasi konten yang kasar pada negara-negara di mana ujaran kebencian kemungkinan akan menyebabkan kerugian paling besar. (AFZ)
Baca juga : Dubes Amerika Dan PBNU Bahas Perdamaian Negara Timur Tengah
[…] Source link […]