Warek Akademik UIII Ungkap Kurikulum Yang Akan Digunakan
Ibadah.co.id – Wakil Rektor (Warek) Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) adalah Bidang Akademik Kemahasiswaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Bahrul Hayat mengungkap kurikulum yang akan digunakan UIII nanti. Ia mengatakan bahwa kurikulum yang digunakan sudah ditetapkan.
Seperti dilansir republika.id pada 26/6/21, Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) direncanakan memulai aktivitas perkuliahan pada akhir September 2021. Wakil Rektor UIII Bidang Akademik Kemahasiswaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Bahrul Hayat menyampaikan, kurikulum yang digunakan UIII memperhatikan aspek keindonesiaan dan keislaman. Kurikulum tersebut dirancang khusus untuk setiap fakultas.
“Juga memperhatikan perbandingan kurikulum di universitas ternama di dalam dan luar negeri,” ujar dia kepada Republika, Kamis (24/6).
Bahrul menyampaikan, bahasa yang dipakai dalam proses pengajaran di seluruh fakultas, yaitu bahasa Inggris, kecuali Fakultas Studi Islam yang menggunakan bahasa Inggris dan Arab. Perkuliahan akan dilakukan secara kombinasi daring-luring. Namun, bila kondisi pandemi sangat mengkhawatirkan, perkuliahan digelar secara daring.
Saat ini,katanya, sedang dilakukan seleksi calon mahasiswa. Pada tahun pertama, UIII menerima maksimal 100 mahasiswa dari dalam dan luar negeri dengan beasiswa yang meliputi biaya kuliah dan uang saku per bulan bagi setiap mahasiswa.
“Dosen tetap yang telah direkrut oleh UIII dan yang ditugaskan oleh Kementerian Agama sebanyak 41 orang. Juga ada sejumlah dosen dari luar negeri sebagai profesor tidak tetap,” ujar dia.
Direktur SDM dan Pengembangan Bisnis UIII Prof Amsal Bakhtiar menambahkan, sejauh ini sudah ada sekitar 350 orang yang mendaftar secara daring untuk menjadi mahasiswa UIII. Dari jumlah itu, sepertiganya berasal dari luar negeri.
Pada tahun pertama ini, dia menyampaikan, UIII baru membuka empat fakultas dan empat program studi (prodi), yakni Fakultas Kajian Islam, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Politik, dan Fakultas Pendidikan.
UIII adalah Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) yang menyelenggarakan program pascasarjana. Kampus UIII didirikan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2016 dan ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN) dengan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018.
Pada 5 Juni 2018, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla melakukan peletakan batu pertama pembangunan kampus UIII. Saat ini kompleks kampus UIII di Kota Depok, Jawa Barat, masih dalam tahap pembangunan. Meski demikian, infrastruktur yang ada sudah memadai untuk menyelenggarakan perkuliahan.
“Infrastruktur sudah memadai, sudah siap,” ujar Pengelola pembangunan UIII dari Kementerian Agama, Syafrizal, saat dihubungi Republika, Kamis (24/6).
Dia menjelaskan, pembangunan UIII berjalan sesuai dengan jadwal yang ditentukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Agama. Ada paket pembangunan yang sudah selesai 100 persen, ada juga yang hampir selesai.
Syafrizal mengatakan, paket pembangunan asrama mahasiswa dan paket lima unit rumah dosen sudah 100 persen selesai. Paket pertama untuk infrastruktur jalan, jembatan, dan pagar belum semua rampung, tapi tahap pertamanya sudah selesai.
Kemudian pembangunan masjid dan perpustakaan sudah 95 persen tuntas. Pembangunan asrama mahasiswi yang dikerjakan Kementerian PUPR sudah 92 persen.
“Pembangunan fakultas A satu unit sudah 98 persen. (Pembangunan) rektorat sudah 72 persen. Banyak lagi gedung-gedung lain yang akan dibangun,” ujarnya.
Sebelumnya, Kemenag menyampaikan bahwa pembangunan UIII dilakukan secara bertahap. Tahap pertama 2018-2020, tahap kedua 2020-2021, dan tahap ketiga 2022-2024. Kemenag ingin pendidikan tinggi Islam di Indonesia dikenal secara internasional melalui UIII.
Pusat keuangan Islam
United Nations Development Programme (UNDP) bersama dengan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) memulai kemitraan untuk mendirikan Center of Excellence (CoE) Keuangan Islam, Senin (14/6). Ini menjadi yang pertama di Indonesia hasil bekerja sama dengan Islamic Development Bank (IsDB).
CoE tersebut bertujuan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Kemitraan dibentuk melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan merupakan bagian dari strategi inovasi UNDP untuk memanfaatkan dan memperluas sumber pembiayaan untuk percepatan SDGs di Indonesia.
Indonesia, seperti negara-negara lainnya di dunia, dihadapkan pada kekurangan pendanaan SDGs miliaran dolar setiap tahun. Center of Excellence, yang berlokasi di UIII, Depok, Jawa Barat, akan melakukan penelitian lanjutan dalam peningkatan dan pengembangan inisiatif, serta menjajaki peluang baru untuk penerapan praktis keuangan Islam untuk SDGs di berbagai bidang.
Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura menyampaikan Pendirian Center of Excellence menandai tonggak sejarah dalam memelihara pembelajaran inovatif untuk menyatukan prinsip-prinsip keuangan Islam dengan pembangunan berkelanjutan. Ia harap bisa bermanfaat bagi kemajuan ekonomi syariah di Indonesia.
“Saya senang dapat mendukung inisiasi Center of Excellence ini karena dapat membuka lebih banyak peluang dalam pembiayaan SDGs, yang bermanfaat bagi masyarakat di seluruh Indonesia,” katanya dalam keterangan.
Berdasarkan MoU tersebut, Center of Excellence akan melakukan beberapa lingkup kegiatan. Seperti, mengembangkan inisiatif bersama untuk menyalurkan instrumen keuangan Islam dalam mendukung pencapaian SDGs. Kemudian, memberikan kontribusi wawasan keuangan Islam dengan berbagai program dan mekanisme penjangkauan.
Selain itu juga memberikan dukungan strategi komunikasi keuangan Islam pada SDGs dan inklusi keuangan. Tidak lupa mengadakan pelatihan, lokakarya, dan konferensi untuk meningkatkan kesadaran keuangan Islam dan SDGs.
Rektor UIII, Komaruddin Hidayat mengatakan literatur saat ini menunjukkan bahwa berdasarkan Al-Quran, nilai-nilai SDGs telah dimulai sejak empat belas abad yang lalu. Bahkan sebelum Elkington memperkenalkan konsep triple bottom line yakni profit, people, planet pada tahun 1997 yang kemudian digunakan sebagai referensi utama untuk model berkelanjutan dalam bisnis.
“Sekarang, saatnya kita menerapkan nilai-nilai tersebut dalam industri keuangan Islam untuk meningkatkan pembiayaan hijau, menjangkau layanan hingga ke pelosok desa, dan memperluas produk-produk keuangan Islam demi mengakomodasi kelompok masyarakat yang kurang mampu,” katanya.
Indonesia telah memberikan contoh yang sangat baik dalam memanfaatkan keuangan Islam untuk SDGs. Pada tahun 2018, Indonesia menerbitkan sukuk hijau pertama di dunia, menghimpun lebih dari tiga miliar dolar AS.
UNDP telah bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan potensi instrumen-instrumen utama keuangan Islam. Seperti zakat, wakaf, sukuk, menggunakan mekanisme keuangan mikro, asuransi, atau financial technology (fintech).
Aset Keuangan Islam global sendiri telah mencapai 2,88 triliun dolar AS atau Rp 40.864 triliun pada tahun 2020 dan diperkirakan akan tumbuh hingga 3,69 triliun dolar AS pada tahun 2024. Hal tersebut sebagaimana diungkap laporan Pengembangan Keuangan Islam 2020 yang diterbitkan oleh Islamic Corporation for the Development of the Private Sector (ICD) and perusahaan fintech Refinitiv Global. Kemitraan ini didasarkan pada portofolio keuangan Islam mulai dari penelitian dan pengembangan, pelatihan dan lokakarya, serta berbagai kegiatan dan paparan. Yang telah berhasil dilakukan oleh Innovative Financing Lab UNDP Indonesia dengan berbagai mitra sejak 2017. (RB)