Masjid di Athena Kembali Dibuka Dengan Syarat
Ibadah.co.id – Akses masjid di Athena kembali dibuka untuk publik dengan syarat. Syarat tersebut yakni masjid tidak boleh menampung jemaah lebih darii 25 orang di dalamnya.
Seperti dilansir republika.co.id pada 25/12/20, masjid Pemerintah Athena pertama akhirnya kembali dibuka hari ini, Jumat (25/12) setelah penguncian beberapa hari setelah peresmiannya pada November lalu. Keputusan dibukanya kembali rumah ibadah ini dilakukan untuk memungkinkan umat Ortodoks Yunani menghadiri misa pada Hari Natal berarti masjid juga akan dapat beroperasi.
Giorgos Kalantzis, sekretaris jenderal di kementerian pendidikan dan agama, mengatakan kepada The Guardian, “Kami telah memutuskan, tanpa diskriminasi, bahwa setiap tempat ibadah dapat mengadakan kebaktian dan doa selama jemaah dibatasi hingga 25 orang.”
Sejak perintah penutupan tiba-tiba, Mohammed Sissi Zaki kepada Guardian, lelaki 55 tahun kelahiran Maroko yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai imam ini adalah salah satu dari sedikit orang yang diizinkan untuk terus mengunjungi masjid yang didanai pemerintah Yunani ini.
Tuntutan untuk pembangunan rumah ibadah Muslim sudah ada sejak hampir 200 tahun setelah penarikan pasukan Ottoman dari kota dan hari-hari awal negara Yunani yang baru merdeka. Namun karena kuatnya kecaman dari gereja Ortodoks Yunani, serta sulitnya proses perizinan, membuat upaya untuk merealisasikan masjid harus memakan waktu yang tidak sebentar.
“Kami adalah satu-satunya negara di Eropa yang membangun dan mengoperasikan masjid dengan dana publik dan saya pikir itu mengirimkan pesan,” kata Kalantzis. “Orang Yunani tidak pernah memiliki masalah dengan Islam itu sendiri, tetapi dengan cara orang Turki menggunakannya untuk menyerang dan memadamkan kami,” ujarnya menambahkan.
Masjid itu dibangun di atas bekas pangkalan angkatan laut di zona industri di Iera Odos, Athena. Meski merupakan masjid yang didanai langsung oleh pemerintah, namun masjid ini jauh dari kata mewah, bahkan tanpa menara. Namun masjid yang lokasinya cukup tersembunyi ini telah mampu mengisi kekosongan agama yang telah ada sejak orang Yunani mengusir Ottoman dari Athena pada tahun 1833.
“Kami menghabiskan puluhan tahun untuk mengkampanyekan hal ini (pembangunan masjid) dan apa yang kami dapatkan? Tempat ibadah yang bahkan tidak memiliki menara,” keluh Naim el Ghandour, seorang pengusaha Mesir yang mengepalai Asosiasi Muslim Yunani.
“Kami tidak ingin berdoa dalam kotak persegi yang terlihat seperti gudang. Kami hanya akan senang jika kami berdoa di tempat yang terlihat seperti masjid,” ujarnya.
Namun Imam Zaki mengatakan, masjid itu setidaknya cukup untuk menampung 350 jamaah pria dan 70 wanita di ruang yang berdekatan. “Di musim panas, lebih banyak orang yang bisa berkumpul di luar,” katanya dengan antusias sambil menunjuk ke halaman yang dikelilingi oleh taman yang baru ditanam dan alun-alun dengan air mancur.
Sebelumnya Zaki bekerja sebagai sukarelawan di salah satu dari banyak masjid darurat yang menjamur, sebagian besar di flat bawah tanah (underground), karena belum adanya tempat ibadah Muslim resmi. “Hanya 10 dari 70 yang saat ini beroperasi di Athena yang memiliki izin,” kata dia.
Diperkirakan ada sekitar 250.000 Muslim yang tinggal di Athena. Komunitas tersebut, yang sebagian besar terdiri dari orang Pakistan, Suriah, Afghanistan, dan Bangladesh, jauh lebih besar sebelum krisis keuangan Yunani memaksa banyak orang untuk pindah.
Orang Yunani telah lama memiliki “masalah dengan Islam” karena mereka menyamakannya dengan kekejaman pendudukan Turki Ottoman, ujar Dimitris Christopoulos, yang sebelumnya mengepalai Federasi Internasional Hak Asasi Manusia yang berbasis di Paris. “Selalu ada masjid di Athena tetapi setelah kemerdekaan kami memilih untuk menghapusnya dari ingatan kami,” kata profesor ilmu politik dan sejarah di Universitas Panteio itu.
Ini bukan hanya tentang hak asasi manusia dan kebebasan beragama ribuan Muslim, kata dia. Ini tentang memikirkan kembali dan menemukan kembali identitas Yunani dalam semua warna dan kerumitannya, yang mencakup 400 tahun pemerintahan Ottoman, ujarnya menambahkan.
“Kami memiliki persepsi identitas tradisional anti-Islam yang tidak ada hubungannya dengan Islamofobia Eropa klasik tetapi sentimen anti-Turki, dan itu telah dimasukkan ke dalam kisah masjid,” ujar Christopoulos. Di masa lalu, polisi akan menggerebek masjid bawah tanah. Kata-kata “hentikan Islam” masih terukir di trotoar semen di luar gerbang baja yang mengarah ke masjid itu, sebagai pengingat permusuhan terhadap masjid. (RB)
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.