Take a fresh look at your lifestyle.

Radikal, Dua Sisi bagi Santri

88

Radikal, merupakan suatu istilah yang akhir-akhir ini sering dikaitkan dengan terorisme. Padahal kenyataannya, kedua istilah itu berbeda. Radikal secara bahasa berasal dari bahasa Latin, yaitu  radix, radici, yang bermakna akar, dan penggunaan kata radikal merujuk pada sikap individual atau suatu kelompok yang mengakar kuat dalam berprinsip. Disini dapat dipahami bahwa radikal bukanlah suatu sikap yang berbau  negatif, karena jika seseorang yang mempertahankan prinsipnya secara teguh dan kuat apakah sikapnya tersebut dapat dikatakan negatif? Tentu tidak. Jika ada keinginan untuk melakukan perubahan secara mendasar pun dapat dikatakan sebagai perubahan yang radikal.

Bung Karno, menurut Prof. Mahfud  MD, dalam wawancara Kompas TV, 17 Februari 2020, merupakan seorang yang radikal, karena Bung Karno mencita-citakan Negara Indonesia sebagai Negara yang merdeka dengan perubahan sistem dan pandangan yang mendalam dan mendasar melalui penyelesaian yang benar. Jika demikian yang dikatakan, maka Nabi Muhammad saw. dan para Sahabat pun juga orang yang radikal. Karena mereka menegakkan Agama Islam dengan mengubah total segala sistem Jahiliyah dan  sifat-sifat buruk kaum Quraisy. Tentunya perubahan itu pertama-tama dilakukan secara persuasif, diplomatif dan edukatif. Semua penilaian mengenai radikal tergantung bagaimana suatu  hal yang disebut radikal tersebut dilakukan, bisa positif bisa juga negatif.

Radikalisme, segala tindakan melawan hukum untuk mengubah sistem. Bukan secara gradual melainkan secara radikal, dengan kekerasan. Pengertian ini dijelaskan oleh Prof. Mahfud  MD. Saya rasa kita semua setuju dengan makna radikalisme ini. Lalu seperti apa bentuk radikalisme tersebut? Bisa kita lihat dari sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia ini yang sarat akan pemberontakan dan ketidakpercayaan akan pemerintah Indonesia saat itu, seperti gerakan Darul Islam yang dipelopori Kartosuwiryo yang merasa kecewa kepada pemerintah pusat yang melepaskan daerah Jawa Barat akibat perjanjian Renville.

Dan ada juga Pemberontakan PRRI yang terjadi di beberapa daerah Sumatra dan Sulawesi. Gerakan ini dipelopori oleh para panglima-panglima militer yang merasa kecewa dengan pemerintah pusat saat itu yang terlalu mementingkan pembangunan di Pulau Jawa saja, sedangkan daerah-daerah  lain selain Jawa merasa tidak dipedulikan.

Lalu sebagai santri, ada dua hal yang harus kita lakukan terhadap Radikalisme ini. Pertama, kita harus meng-counter Radikalisme. Sifatnya ialah pasif, seperti siap mempertahankan diri dari segala paham yang tidak sejalan dengan Pancasila, menjaring segala informasi dan melaporkan berita hoax, memperbanyak ilmu agama dan keimanan, bijak dalam bersosialisasi dan bertoleransi serta tidak menutup diri.  Kedua, kita harus meng-counter attack Radikalisme dengan sikap yang radikal pula. Radikal disini maksudnya ialah radikal yang positif. Sifatnya aktif, artinya kita harus berupaya mencegah, meminimalisir dan menumpas Radikalisme dengan tindakan langsung.

Kita sebagai santri tentu  nantinya akan hidup bermasyarakat dan menjajaki dunia sistem pemerintahan. Upaya ini bisa terwujud melalui hal yang demikian dengan aktif berpolitik, membuat kebijakan yang sesuai dengan cita-cita bangsa dan semua tindakan itu harus didahului dengan sikap radikal yang persuasif, diplomatif dan edukatif. Sikap radikal disini harus penuh penghayatan dan pendalaman akan perjuangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. dan Bung Karno.

Penulis: Munadil Likhairi (Mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten)

_Juara II Lomba Artikel Populer ibadah.co.id Hari Santri Nasional 2020_

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy