Sekali Lagi! KH. Ma’ruf Amin: HTI Bukan Ditolak, Tapi Tertolak di Bumi Nusantara Ini
Ibadah.co.id – Wakil presiden terpilih 2019-2024 KH Ma’ruf Amin menegaskan bahwa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) beserta pemahaman akan keislamannya bukanya di tolak, tapi dengan sendirinya tertolak di Bumi Nusantara ini. Begitupun di negara-negara lain. Karena HTI hadir bukan untuk membawa damai, tapi hendak mengacaukan atau ekstremnya mengganti sistem yang ada – Pancasila di Indonesia, dengan sistem fersinya, Khilafah.
“Kenapa khilafah ditolak di Indonesia? Bukan ditolak, tapi tertolak. Karena menghalangi kesepakatan (bersama),” kata KH. Ma’ruf Amin pada acara halalbihalal Dewan Masjid Indonesia di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu 17 Juli 2019.
Ketua umum Majelis Ulama Indonesia non aktif ini mengakui paham khilafah atau kerajaan adalah sesuatu yang Islami. Hanya saja, ketika dipaksakan diterapkan di suatu negara yang sudah mempunyai sistem sendiri sejak kemerdekaannya, maka itu tidak tepat. Apalagi misalnya di Indonesia tercinta ini, walau bukan negara kerajaan, Indonesia memiliki sistem yang sangat Islami, yakni Pancasila. Sistem yang dibuat oleh founding father kita dari kalangan ulama dan nasionalis.
“UUD 45 adalah kesepakatan nasional. Begitupun dengan Pancasila. Indonesia adalah negara kesepakatan, darul mitsaq” ujar kiai Ma’ruf.
Pancasila adalah titik temu antar keyakinan dan kemasyarakatan serta berbangsa, dan UUD 1945 sebagai tatanan kehidupan bangsa. Kedua dasar itu tak lain adalah ittifaqan akhawiyah, kesepakatan saudara sebangsa dan setanah air.
Profesor HC. dari Universitas Islam Negeri (UIN) Malang mendasarkan negara kesepakatan itu sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 92:
وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ
“Kalau antara kamu dan mereka non-muslim itu ada mitsaq (perjanjian atau kesepakatan), maka kamu harus membayar diyat (kepada keluarganya),” kata Kiai dalam terjemahan bebasnya.
Menurut kiai Ma’ruf, persoalan kenegaraan sudah selesai dibicarakan dalam perspektif Islam yang rahmatan lil alamin. Menurut dia, umat Islam harus kembali ke pangkalnya, yaitu ke-Islaman yang rahmatan lil alamin.
“Bahasa MUI itu Islam Wasathiyah, Islam moderat. Baik cara berpikir atau dalam arti gerakan,” ucap kiai Ma’ruf.
Dalam Islam Wasathiyah, semua menurut Ma’ruf, saling menyayangi dan juga tidak bermusuhan. Kemudian juga menerima bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk.
“Dalam konteks kebangsaan, Islam Wasathiyah itu yang mampu menerima NKRI, karena NKRI bukan hanya kita, tapi berkita-kita. Oleh karena itu Indonesia adalah berkita-kita, majemuk,” tutur kiai Ma’ruf. (AS/ibadah.co.id/viva)