Terjadi Lagi, Perang Saudara Pecah di Sudan
Ibadah.co.id – Sudah kesekian kalinya perang saudara terjadi di Sudan, sebuah negara yang terletak di Afrika Utara. Sejumlah objek vital nasional seperti bandara, situs militer, hingga istana presiden pun dilumpuhkan. Baku tembak antara pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dan angkatan militer negara Sudan itu pecah pada Sabtu (15/04).
RFS merupakan kelompok paramiliter berpengaruh di Sudan yang dibentuk sejak Perang Darfur 2013. RFS dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Daglo alias Hemedti.
Seperti dilansir Reuters pada Sabtu (15/04), dalam sebuah pernyataan tertulis RSF mengatakan pasukannya saat ini tidak hanya telah mengambil alih istana presiden, tetapi juga kediaman Panglima Angkatan Darat Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, dan Bandara Internasional Khartoum di Ibu Kota.
Selain itu, RSF telah menduduki dua bandara lain di wilayah utara dan selatan, yakni bandara di Kota Merowe dan El-Obeid. Pangkalan militer di Kota Merowe pun saat ini telah dikepung dan ditembaki dengan senjata berat. Adapun pecahnya baku tembak ini menyusul ketegangan yang telah berlangsung selama berhari-hari antara militer Sudan dan RSF.
Sejak Kamis (13/04), perpecahan antara kedua kubu muncul ke permukaan, ketika pasukan militer Sudan mengatakan bahwa baru-baru ini khususnya di Kota Merowe, terjadi pergerakan ilegal oleh RSF yang berlangsung tanpa koordinasi.
Beberapa hari berselang, RSF mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan bahwa militer Sudan telah melakukan kekerasan terhadap warga yang tinggal di bagian utara. Pihaknya menilai militer Sudan telah melakukan serangan brutal dan menyerukan agar tindakan itu dikutuk. Kemudian perang saudara pun tak terhindarkan.
Lebih lanjut, RSF merupakan sebuah kelompok paramiliter berpengaruh di Sudan yang dibentuk sejak perang Darfur tahun 2013 dan dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal dengan nama ‘Hemedti’.
Dia telah menempatkan dirinya di barisan terdepan dalam menentang transisi pemerintahan yang direncanakan menuju negara demokrasi. Adapun sejak Juli 2019, Sudan berada dalam situasi peralihan dari pemerintahan yang dipimpin oleh militer menuju pemerintahan sipil demokratis.
Situasi yang terjadi di Sudan saat ini sekaligus memicu kekhawatiran akan terjadinya konfrontasi yang dapat merusak segala upaya yang telah berjalan lama untuk mengembalikan pemerintahan sipil setelah perebutan kekuasaan dan kudeta militer.
Tidak Ada WNI Tewas di Perang Khartoum
Menurut pernyataan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Khartoum, Peristiwa tembak-menembak yang terjadi di Ibu Kota Sudan ini tidak menyebabkan Warga Negara Indonesia (WNI) meninggal dunia.
Dikutip dari Antara, Sabtu (15/04), KBRI Khartoum menjelaskan telah terjadi tembak-menembak antara Angkatan Bersenjata Sudan dengan milisi Pasukan Pendukung Cepat (RSF) di beberapa titik di Khartoum. Peristiwa itu diduga disulu perbedaan pendapat antara RSF dan militer Sudan tentang reformasi keamanan dan integrasi RSF ke militer Sudan sebagai bagian dari proses politik.
KBRI Khartoum mengimbau seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Sudan tetap tenang, waspada, menghindari titik rawan dan tidak keluar tempat tinggal serta menjauhi jendela. Saat ini disebut ada sekitar 1.209 WNI yang menetap di Sudan. WNI di Sudan bisa menghubungi kontak KBRI Khartoum +249 90 797 8701 dan +249 90 007 9060 untuk kondisi darurat.
[…] – Sudan sedang bergejolak. Hal itu disebabkan adanay baku tembak antara pasukan paramiliter Rapid Support […]