Ibadah.co.id – Presiden Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) Sapta Nirwanda meminta produsen skala rumahan dan industri agar tidak mengsalahgunakan sertifikat halal demi kepentingan nafsuh sendiri untuk memberikan kepercayaan kepada konsumen muslim baik tingkat nasional bahkan internasional.
Sapta menceritakan bahwa pernah kejadian kasus produk halal terbukti mengandung bahan haram di dalamnya setelah dilakukan penelitian. Akhirnya, produk tersebut tidak laku di pasaran sehingga dilakukan penarikan.
“Kalau tipu-tipu label halal bisa rugi, sebab jika ditemukan tidak halal maka penjualnya hilang semua. Terutama bagi industri, karena mereka harus menjaga kualitas, kecuali pedagang bakso jalanan,” kata Sapta dalam seminar virtual bertema New Normal and Global Halal Lifestyle yang diadakan Universitas Latif (Umaha) pada Rabu, (17/06), sebagaimana dikutip dari Republika.
Septa mengakui bahwa logo Halal MUI bisa dibuat oleh siapa saja. Setidaknya, konsumen bisa menanyakan sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) untuk sebagai bukti kredibel suatu produk halal.
Sapta menambahkan, bahwa produk asing menerapkan protokol ketat tentang produk halal, yaitu produk non halal dicampur dengan produk halal. Contoh, produk kosmetik, coklat pakai gelatin babi karena murah. Dia menyarankan, produk yang tidak ada lebel halal juga diiberikan, seperti di negara Malaysia, yaitu dibedakan ada green line (halal) dan yellow line (haram), sehingga keakuratan suatu produk dapat terjamin.
Pihaknya meminta kepada produsen untuk memanfaatkan produk halal yang benar-benar manfaat di masa pandemi covid-19. Sebab, masyarakat dunia akan semakin selektif dalam memilih produk yang benar-benar bersih.
“Orang-orang sekarang akan takut makan yang aneh-aneh sejak corona ini. Cina melarang makanan yang aneh-aneh. Makanan halal ini kesempatannya, karena betul-betul sehat. Ini masih ditambah lagi di bidang produk fesyen dan wisata,” kata Septa. (HN/Kontributor)