Batasi Camaba Timur Tengah, Rektor Amany Lubis : Ini Langkah Tepat
Ibadah.co.id- Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Amany Lubis menyebut pembatasan jumlah calon mahasiswa baru (camaba) Timur Tengah sebagai langkah yang tepat. Menurutnya, hal ini dilakukan untuk menjamin kualitas mereka yang akan kuliah di luar negeri.
“Sehingga, mereka diharapkan dapat lulus tepat waktu dan berprestasi,” jelas Rektor UIN Jakarta dan juga alumni Al-Azhar, Mesir ini di Ciputat, Senin (17/5).
Dilansir dalam laman resmi Kemenag (17/5), Kementerian Agama pada tahun 2021 hanya menerima 1.549 camaba untuk kuliah di Mesir (Al-Azhar) dan 30 camaba di Maroko, dari 5.752 peserta seleksi.
Menurut Amany, seleksi, beasiswa, dan studi di mancanegara merupakan ajang diplomasi publik untuk memajukan wawasan anak bangsa. Sehingga, mekanisme seleksi yang dilakukan bukan untuk menghambat kebebasan mereka untuk kuliah, tetapi untuk menjaringnya berdasarkan kualitas dan kompetensi.
“Saya mengapresiasi Tim dari Kemenag, UIN, OIAA, PUSIBA, dan lainnya yang telah menyelenggarakan seleksi untuk memberi kesempatan bagi putra terbaik Indonesia studi ke Timteng,” ujar Amany Lubis.
“Untuk itu, bagi yang lolos tentu dia harus mempersiapkan diri dengan baik lagi. Bagi yang tidak lolos, diharap bisa kuliah di dalam negeri di kampus yang tidak kalah bagus dari kampus di luar negeri,” sambungnya.
Sementara itu, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI di Cairo, Mesir Bambang Suryadi. Menurutnya, pembatasan kuota bagian dari upaya pemerintah memberikan layanan maksimal kepada mahasiswa. Pelayanan itu tidak hanya saat seleksi, tapi juga setelah mereka tiba di Mesir.
Baca Juga : Bela Palestina, Eks Tentara Israel Ini Sebut Negaranya “Penjahat Perang”
“Permasalahan perlindungan, pembinaan dan kehadiran Pemerintah ini, tidak terbatas pada masalah seleksi (pre departure), tetapi juga pada saat mereka tiba di Mesir (Post departure),” jelas Guru Besar UIN Jakarta tersebut.
Bambang juga mencontohkan masalah pengurusan izin tinggal (iqamah). Menurutnya, selain prosesnya juga memakan waktu lama, kuota mingguannya juga terbatas.
Layanan imigrasi bagi mahasiswa Indonesia di Mesir hanya berkisar 150-250 setiap minggu, atau 600-1000 orang setiap bulan, baik untuk mahasiswa baru maupun lama.
Padahal, saat mereka datang ke Mesir, visa pelajar yang diterima dari Kedutaan Mesir di Jakarta hanya untuk masa tiga bulan. Jadi setelah datang ke Mesir, mereka harus mengurus visa pelajar lagi untuk masa satu tahun dan ini bisa diperpanjang.
“Karena keterbatasan layanan imigrasi Mesir tersebut, jika kuota tidak dibatasi, setiap tahun akan ada calon mahasiswa yang habis visa tiga bulannya dan belum memiliki izin tinggal (over stay) atau visa pelajar untuk masa satu tahun,” ujarnya.
“Ketika ada razia, mereka yang belum memiliki izin tinggal, bisa ditangkap dan berurusan dengan otoritas setempat. Mereka bisa dideportasi. Tentu kita tidak menginginkan kondisi ini terjadi terus menerus dan perlu ada solusi,” sambungnya. (Kemenag/EA)
Baca Juga : Sambangi Dubes Palestina, Kiai Said Desak PBB Sepakati Gencatan Senjata
Baca Juga : Dirilis PBNU Tahun 1938, Begini Lafaz Doa Qunut Nazilah Untuk Palestina