Mahasiswa Malang Kembangkan Alat Detektor Makanan Halal
Ibadah.co.id – empat mahasiswa asal Malang mengembangkan alat detektor makanan halal. Nantinya alat tersebut akan mempu mendeteksi produk, apakah di dalamnya ada kandungan yang diharamkan atau tidak, seperti daging babi.
Seperti dilansir travel.tempo.co pada 30/7/21, wisata halal saat ini menjadi salah satu tren dalam pariwisata dunia. Sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, Indonesia juga ikut mengembangkan wisata halal untuk menarik wisatawan.
Wisata halal pada dasarnya sama dengan wisata pada umumnya. Namun destinasi wisata halal memberi ruang bagi wisatawan untuk mendapatkan akses ibadah dan makanan halal dengan lebih mudah, terutama di daerah-daerah berpenduduk mayoritas nonmuslim seperti di Bali dan Sulawesi Utara.
Sebagai dukungan dalam pengembangan wisata halal, empat mahasiswa Politeknik Negeri Malang (Polinema) membuat alat detektor kandungan daging babi, boraks, formalin dan pewarna tekstil pada makanan melalui Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) di bawah bimbingan dosen Christyfani Sindhuwati. Pembuatan dan pengembangan alatnya dipusatkan di Laboratorium Kimia Dasar dan Analisa Instrumental Gedung AQ Polinema.
Keempat mahasiswa itu bernama Nita Uswatun Chasanah Fauziah dan Putra Muara Siregar dari Program Studi Diploma III Teknik Kimia, serta Adian Ilham Ramadhan (Program Studi Diploma III Teknik Telekomunikasi) dan Pranda Prasetyo dari Program Studi Diploma IV Teknik Elektronika.
“Alat yang kami kembangkan kami beri nama Bortiks, singkatan dari babi boraks formalin pewarna tekstil. Alatnya kami buat sejak Mei lalu dan ditargetkan selesai September nanti. Bortiks kami buat untuk mendukung pengembangan halal tourism,” kata Nita selaku Ketua tim, kepada Tempo, Jumat, 30 Juli 2021.
Menurut Nita, pembuatan Bortiks juga dilatarbelakangi kemunculan pandemi Covid-19. Pemerintah memberlakukan beberapa kebijakan yang membatasi kontak antarmanusia, semisal dengan membatasi jam operasional rumah-rumah makan. Kebijakan ini bisa memicu persaingan pasar yang sengit.
Dikhawatirkan sebagian pedagang melakukan kecurangan dengan menggunakan bahan pengawet berbahaya seperti boraks dan formalin, serta pewarna tekstil sintetik pada makanan demi tetap bertahan di tengah pandemi. Sebab, boraks dan formalin membuat makanan bisa bertahan lama. Sedangkan pewarna tekstil berharga murah tapi efektif untuk membuat warna makanan mencolok dan tampak segar.
Jadi, kata Nita, pembuatan Bortiks juga bertujuan membantu masyarakat mengenali makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya, yaitu bahan kimia yang dapat menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan, serta gangguan kronis pada tubuh. “Penjual makanan tidak ingin dirugikan oleh kerusakan produk, yang memicu potensi adanya kecurangan dalam penjualan makanan dengan menggunakan pengawet berbahaya seperti boraks dan formalin,” ujarnya.
Christyfani Sindhuwati alias Titi, sang dosen pembimbing, mengatakan PKM-KC merupakan salah satu hajatan tahunan paling ditunggu-tunggu mahasiswa. Sebagai ajang penerapan hardskill dan softskill, selama pelaksanaan PKM para mahasiswa berlomba memeragakan kemampuan terbaik mereka. “Saya berharap Nita dan kawan-kawan dapat memberikan performa terbaik dalam pengembangan Bortiks supaya lebih inovatif dan bermanfaat besar bagi masyarakat,” kata Titi. Kehadiran Bortiks juga diharapkan mendukung wisata halal di Indonesia. (RB)