Ibadah.co.id – Lonjakan baru dalam politik Islamofobia serta Vegetarianisme yang dominan menghambat pengembangan segmen halal makanan dan minuman di India, negara berpenduduk 1,38 miliar orang.
Meskipun memiliki populasi Muslim terbesar kedua di dunia dengan lebih dari 210 juta, Pusat Penelitian Pew yang berbasis di AS menyebut produsen makanan India umumnya tidak menampilkan halal pada label makanan apa pun, kecuali daging.
“Di India, non-Muslim tidak menyadari arti sebenarnya dari halal dan mengasosiasikannya dengan daging,” kata Koordinator halal dan auditor di Jamiat Ulama Halal Foundation yang berbasis di Delhi, Waseem Akhtar, dikutip di Salaam Gateway, Ahad (24/7/2022).
Dia mengatakan, umat Hindu kebanyakan berpikir jika produk itu halal, berarti harus ada bahan non-vegetarian di dalamnya. Pemikiran ini muncul mengingat 44 persen dari 1,1 miliar orang Hindu India adalah vegetarian.
Selain itu, produk makanan kemasan di India kemasan disebut harus menentukan kandungan daging dengan sistem titik merah dan hijau. Merah berarti non-vegetarian dan vegetarian hijau.
Wakil Presiden untuk operasi di Dewan Halal India yang berbasis di Mumbai Zia Nomani mengatakan, populasi Muslim tidak perlu khawatir tentang kandungan daging non-halal dalam makanan vegetarian
Dia menambahkan, produsen barang konsumen yang bergerak (FMCG) utama India menggunakan produk yang sepenuhnya vegetarian. Tetapi, konsumen halal masih perlu membaca daftar bahan untuk memeriksa apakah alkohol telah dicampur ke dalam suatu produk.
“Namun, untuk banyak produk non-daging, ada sedikit perbedaan antara halal dan vegetarian,” kata Nomani.
Di India, semua es krim dibuat oleh non-Muslim, tetapi umat Islam mengkonsumsinya dengan senang hati karena mereka memgetahui tidak ada bahan yang bermasalah.
Situasi ini dinilai sangat berbeda dengan negara-negara seperti Jepang, Thailand, Vietnam dan Taiwan, yang tidak memiliki tradisi vegetarian yang begitu kuat, di mana seseorang tidak dapat memastikan bahan non-vegetarian dalam produk FMCG.
Meski demikian, hal ini dinilai mungkin berubah karena komite halal dibentuk di negara-negara tersebut untuk membuat produk mereka diterima di pasar ekspor Arab.
Pada catatan yang berbeda, hubungan domestik Hindu-Muslim yang sering tegang membuat produsen makanan terkemuka di negara itu harus memperhatikan kepekaan mayoritas penduduk Hindu, utamanya ketika mempertimbangkan untuk menambahkan label halal ke produk yang dijual secara lokal.
“Seorang klien pernah menggunakan sisa paket berlabel halal dari kiriman ekspor di pasar India dan konsumen memprotes,” kata Kepala Operasi Lembaga Sertifikasi Halal India, yang berbasis di Chennai, Tamil Nadu, Sayeed Mohammad Imran.
Hal ini bukanlah satu-satunya contoh kejadian yang ada. Di bulan Maret, organisasi Hindu sayap kanan Bajrang Dal di negara bagian selatan Karnataka memasang poster selama festival lokal. Isi poster ini meminta vendor Hindu tidak membeli daging halal dan meminta orang untuk makan hanya di restoran Hindu.
“Ini jelas bagian dari kampanye untuk menyakiti komunitas Muslim, yang terdiri dari 7,8 juta dari keseluruhan populasi negara bagian 61 juta” ujarnya.
Selain itu, aktivis anti-Muslim telah meluncurkan kampanye media sosial di Twitter. Mereka membuat tagar, seperti #BoikotHalalProduk, menyerukan orang India untuk menghindari barang dengan sertifikasi halal.
Sebuah unggahan ekstrem yang biasanya dibuat pada 15 Juni 2022 menyebut sertifikasi halal sebagai rute jihad Islam menuju Islamisasi India.
MAN
Salaam Gateway / Republika
Baca juga : Taliban Berkuasa, PBB Soroti Pelanggaran HAM di Afghanistan