Ketum Muhammadiyah Sebut Calon Pemimpin Perlu Nilai Kerohanian
Ibadah.co.id – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menyebut calon pemimpin perlu memupuk nilai-nilai kerohanian. Pemimpin menjadi orang yang penting dalam kemajuan sebuah komunitas masyarakat.
Seperti dilansir republika.co.id pada 15/10/20, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir memberikan amanat dalam Penutupan Pesmaba Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tahun 2020. Haedar berharap kepada Maba UMM 2020 kelak ketika lulus dari kampus putih, dapat menjadi leader (pemimpin) dimanapun para mahasiswa berada.
“Pemimpin itu orang yang punya posisi penting dan pemimpin bukan hanya orang-orang yang punya keahlian semata-mata, yang menguasai disiplin ilmu semata-mata, atau pengalaman-pengalaman yang terbatas semata. Tetapi harus naik kelas menjadi orang yang diatas rata-rata yang punya visi kebangsaan, kenegaraan dan kemanusiaan semesta yang melintasi dan melebihi dari yang lain,” tutur Haedar, Rabu (14/10).
Karena itu, lanjut Haedar, pemimpin adalah orang yang paling di depan untuk bertanggung jawab atas apa yang ia pikirkan, ia lakukan dan ia letakkan jejaknya sebagai legesi didalam kepemimpinannya. “Menjadi pemimpin itu menjadi orang yang bertanggungjawab diatas dan didepan. Kullukum ra’in wa kullu roin masulun ‘an ra’iyyatihi, setiap anda adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawabannya atas apa yang dilakukan dalam kepemimpinanya,” jelas Haedar.
Pemimpin karena berada di depan dan di atas, ia memang harus bersama dengan orang-orang yang dipimpin, tapi ia harus punya kelebihan termasuk visi kepemimpinan dan kenegaraan serta pandangan kemanusiaan semesta.
“Kalau pemimpin kemampuannya terbatas, ia berada di dalam ruang kecil dalam dunia kecil yang sempit. Bahkan ketika pemimpin itu hebat tetapi kehebatannya tidak disertai dengan jiwa kepemimpinan maka akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang fasad fil ‘ardh, menimbulkan kerusakan di muka bumi. Kita sebut Fir’aun, tetapi kemampuan dan kehebatan disalah gunakan akhirnya menimbulkan kebencanaan dalam peradaban manusia,” kata Haedar.
Kita mencatat Hitler, Mussolini dan para pemimpin dunia yang menimbulkan onar dan nestapa dalam peradaban. Kehebatannya baik ilmu, pengalaman dan wawasannya tidak disertai dengan ruhani kepemimpinan dan nilai-nilai keruhanian.
“Nilai-nilai keruhanian itulah yang juga perlu dipupuk oleh para calon pemimpin,” tegas Haedar.
Haedar juga menegaskan, dalam hal wawasan pemimpin tidak cukup hanya punya keahlian semata, tapi harus bercakrawala luas, visi dan pemikiranya tidak boleh sempit dari ruang dan halaman rumahnya. Dia harus melampaui.
Haedar juga berharap kelakmahasiswa UMM dapatmenjadi pemimpin, baik dikeluarga, dimasyarakat, pemimpin umat dan bangsa bahkan pemimpin ditingkat global. Bangun integritas diri, ilmu dan wawasan yang melampui serta jiwa kepemimpinan yang penuh pertanggung jawaban moral sehingga dari rahim kepemimpinan lahir apa yang diteladankan oleh Rasul akhir zaman.
Wama arsalnaka illa rahmatan lil ‘alamin, yakni kepemimpinan yang membawa rahmat bagi semesta alam. Bukan kepemimpinan yang fasad fill ‘ard yang merusak dan menimbulkan bencana dalam kehidupan. “Islam mengajarkan umatnya memilki al akhlak al karimah, bahkan nabi diutus ‘Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlak’ (HR Bukhari), seorang Rasul akhir zaman yang menggoreskan tinta kemajuan peradaban risalahnya dimulai dari iqra’ sekaligus membangun akhlak mulia,” ujarnya. (RB)
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.