Buya Syafii: Mendewakan keturunan Nabi Adalah Perbudakan Spiritual
Ibadah.co.id – Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif alias Buya Syafii mengatakan bahwa perilaku mendewakan keturunan nabi sebagai perbudakan spiritual. Sontak penyataan ini mendapatkan respon yang beragam dari berbagai pihak.
Seperti dilansir detik.com pada 28/11/20, Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii menyentil soal fenomena mendewakan sosok yang mengaku keturunan Nabi. Pernyataan tersebut mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak.
Awalnya, Buya melalui akun Twitter @SerambiBuya, menyoal sikap berlebihan mengkultuskan sosok yang mengaku keturunan Nabi. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu menilai sikap itu sebagai bentuk perbudakan spiritual.
“Bagi saya mendewa-dewakan mereka yang mengaku keturunan Nabi adalah bentuk perbudakan spiritual,” tulis akun Twitter @SerambiBuya seperti dikutip detikcom, Senin (23/11).
“Bung Karno puluhan tahun yang lalu sudah mengeritik keras fenomena yang tidak sehat ini,” lanjutnya.
Penyataan itu didukung oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir. Menurut Haedar sikap tersebut sudah tak perlu dikembangkan dalam tatanan masyarakat egaliter.
“Memang di dalam masyarakat yang tradisional, secara sosiologis, kultus mitos masih kuat. Tapi di masyarakat yang egaliter, hal-hal seperti itu biasanya sudah dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak lagi dikembangkan,” demikian Haedar Nashir, Senin (23/11).
“Jadi simbolisasi yang membuat kita bertentangan dengan nilai-nilai agama ya memang tidak dibenarkan oleh Islam. Nah yang kedua di dalam kehidupan kita itu sekarang ini poinnya adalah para tokoh agama, dari seluruh agama itu sedang ada dalam gerakan menampilkan keberagaman yang lurus dan menampilkan teladan,” katanya.
Sedangkan Katib Aam PBNU, KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya, menegaskan bahwa keturunan Nabi memang layak dihormati dengan batasan-batasan tertentu.
“Mungkin, yang dimaksud Buya dengan istilah mendewakan itu sampai batas mengikuti secara buta, tanpa peduli benar atau salah,” terang Gus Yahya, Senin (23/11).
“Keturunan Rasulullah berhak dihormati karena nasabnya. Tapi membenarkan kesalahan, siapa pun pelakunya, jelas tidak boleh,” papar mantan Wantimpres Jokowi tersebut.
Ketua FPI Solo, M Syukur Wahyudin, menegaskan FPI tidak termasuk golongan yang mengkultuskan keturunan Nabi, apa lagi mendewakannya. Dalam hal ini, yang dimaksud ialah Habib Rizieq Syihab (HRS), imam besar FPI.
“Pernyataan beliau (Buya Syafii) betul, tapi FPI tidak sampai ke situ. Sehormat-hormatnya, secinta-cintanya kita kepada beliau (HRS) kan tidak sampai mengkultuskan,” kata Ketua FPI Solo, M Syukur, Senin (23/11).
“Kita ahlussunah wal jamaah meyakini hanya Nabi yang maksum. Selain Nabi bisa salah,” tegasnya.
Sementara itu dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Najib Azca menilai pandangan Buya Syafii sebagai ajakan bersikap kritis.
“Itu ajakan untuk bersikap kritis bahwa kita tidak boleh terperdaya simbol semata-mata,” kata Najib Senin (23/11). “Saya kira dia melakukan refleksi historis lah, refleksi terhadap pengalaman sejarah kita,” lanjutnya. “Saya kira ya memang sebenarnya tidak perlu ada, katakanlah kultus atau pendewa-dewaan istilahnya terhadap seseorang hanya karena faktor keturunan. Hanya karena keturunan Nabi maka pasti hebat seolah-olah, itu kesalahan dan itu tidak perlu seperti itu,” ujar Najib. (RB)
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.