Take a fresh look at your lifestyle.

- Advertisement -

Dua Ormas Islam Terbesar di Indonesia Mundur dari Organisasi Penggerak

0 33

Ibadah.co.id – Dua organisasi massa (ormas) Islam terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, memilih mundur dan tidak ikut berpartisipasi dalam Program Organisasi Penggerak (POP) yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Hal ini karena adanya ketidakjelasan penerima dana POP tersebut. Meski mundur, NU dan Muhammadiyah tetap berkomitmen membantu pemerintah di bidang pendidikan secara mandiri.

Seperti dilansir republika.id pada 23/07/2020, Dua organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, mengundurkan diri dari program Organisasi Penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). NU dan Muhammadiyah menilai akuntabilitas program Organisasi Penggerak itu tak jelas.

Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Kasiyarno, menjelaskan, Muhammadiyah menganggap kriteria pemilihan organisasi penggerak Kemendikbud tidak jelas. Sebab, Kemendikbud tidak membedakan antara lembaga CSR dan lembaga yang sepatutnya mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Selanjutnya, Muhammadiyah merasa tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian baru muncul beberapa tahun terakhir dan tiba-tiba masuk dalam Program Organisasi Penggerak. Muhammadiyah, kata Kasiyarno, memiliki 30 ribu satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka,” kata Kasiyarno, Rabu (22/7).

Program Organisasi Penggerak merupakan salah satu program Kemendikbud dalam peningkatan kualitas guru dan sumber daya manusia di sektor pendidikan. Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan.

Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih. Organisasi yang terpilih dibagi ke dalam tiga kategori, yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Anggaran yang dialokasikan untuk Gajah sebesar maksimal Rp 20 miliar per tahun, Macan Rp 5 miliar per tahun, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun.

Kasiyarno menyatakan, Muhammadiyah akan tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, termasuk pelatihan peningkatan kompetensi kepala sekolah dan guru melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah. “Sekalipun tanpa keikutsertaan kami dalam Program Organisasi Penggerak ini,” dia menegaskan.

Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU KH Arifin Junaidi sejak awal sudah melihat keanehan dalam program ini. “Kami ditelepon untuk ajukan proposal dua hari sebelum penutupan. Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja, syarat-syarat menyusul,” ungkap Arifin.

Proposal LP Ma’arif  masuk pada 5 Maret. Namun, proposal dinyatakan belum memenuhi syarat. Setelah itu, pihaknya menghubungi lagi untuk melengkapi syarat-syarat. LP Ma’arif juga diminta mencantumkan surat kuasa dari PBNU, tetapi Arifin menolak permintaan itu karena menurut AD/ART tidak perlu surat kuasa. “Kami terus didesak, akhirnya kami minta surat kuasa dan memasukkannya di detik-detik terakhir,” kata dia.

Akhirnya, Arifin mengaku dihubungi untuk mengikuti rapat koordinasi soal Program Organisasi Penggerak. Namun, dirinya mengatakan belum mendapatkan SK dan penetapan penerimaan Program Organisasi Penggerak serta undangan. “Dari sumber lain, kami dapat daftar penerima POP, ternyata banyak sekali organisasi/yayasan yang tidak jelas ditetapkan sebagai penerima POP,” kata Arifin.

Menurut dia, LP Ma’arif NU PBNU berfokus menangani pelatihan kepala sekolah (kepsek) dan kepala madrasah (kamad) sebanyak 15 persen dari total sekolah/madrasah sekitar 21 ribu. Kepala sekolah dan kepala madrasah yang mengikuti pelatihan harus melatih guru-guru dan satuan pendidikan di lingkungan sekitarnya.

Meski LP Ma’arif NU tidak mengikuti Program Organisasi Penggerak, Arifin menegaskan akan melakukan peningkatan kualitas tenaga pendidik secara mandiri. “Arahan dari Ketua Umum PBNU dan Ketua Bidang Pendidikan, agar kami mundur dari POP dan fokus pada pelatihan kepsek dan kamad,” kata dia.

Republika mencoba menghubungi pihak Kemendikbud terkait polemik ini. Namun, sampai Rabu pukul 22.00 WIB, Kemendikbud tidak merespons. Sebelumnya, Kemendikbud sudah merilis Surat Pengumuman Pemberitahuan Hasil Evaluasi Proposal POP bernomor 2314/B.B2/GT/2020. Surat tersebut mengandung sejumlah hal terkait evaluasi administrasi, evaluasi teknis substantif dan pembiayaan, serta proses verifikasi.

Dalam surat yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Iwan Syahril itu juga dilampirkan daftar organisasi yang lolos dalam tahap awal POP. Tercatat ada 156 pendaftar dengan 183 proposal jenis kegiatan.

Anggaran pemerintah

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mempertanyakan masuknya Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation yang merupakan yayasan sayap korporasi sebagai mitra Kemendikbud dalam Program Organisasi Penggerak. Dua entitas ini masuk dalam kategori Gajah yang bisa mendapatkan hibah hingga Rp 20 miliar per tahun.

Huda menjelaskan, semangat Program Organisasi Penggerak merupakan upaya untuk melibatkan entitas-entitas masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan dalam meningkatkan kapasitas tenaga pendidik di Indonesia. Berdasarkan data tersebut, kata Huda, Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation termasuk dua dari 156 ormas yang lolos. Politikus PKB ini merasa aneh ketika yayasan-yayasan dari perusahaan raksasa bisa menerima anggaran dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan guru.

Menurut Huda, yayasan-yayasan tersebut didirikan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Harusnya, dengan semangat CSR, mereka cukup mengalokasikan anggaran dari internal perusahaan untuk membiayai kegiatan yang menjadi concern perusahaan dalam memberdayakan masyarakat.

“Lha ini mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru. Logikanya, sebagai CSR, yayasan-yayasan perusahaan tersebut bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri,” kata dia.

Communications Director Tanoto Foundation Haviez Gautama menjelaskan, meski turut menjadi salah satu anggota program ini, pihaknya tidak mendapatkan dana pemerintah. “Melalui program Pintar Penggerak, didesain tidak menggunakan dana pemerintah, namun sepenuhnya dibiayai dana sendiri dengan nilai investasi dari Rp 50 miliar untuk periode dua tahun (2020-2022),” kata Haviez dalam keterangannya, Rabu (22/7).

Di dalam program ini, tiap organisasi dipersilakan memilih sumber pendanaan untuk menjalankan program. Organisasi bisa memilih sumber dana mandiri atau sumber dana dari pemerintah. Haviez menjelaskan, pihaknya memilih pendanaan secara mandiri. Haviez juga mengatakan, Tanoto Foundation bukan program CSR dari suatu grup bisnis. (RB)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy