Membumikan Pancasila, Menghentikan HTI
Kita harus apresiasi betul atas sikap politik Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Presiden Joko Widodo dalam rangka telah mengupayakan penguatan terhadap dasar, dan ideologi negara, yaitu. Pancasila. Di mana era kepemimpinannya tercatat prestasi kebangsaan atas berdirinya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Dan bisa membubarkan HTI.
Respon atas negara Pancasila ini merupakan hasil ijtihad para tokoh bangsa, dan para ulama. Baik itu, dari kelompok NU maupun Muhammadiyah. Selain kedua Ormas itu memberikan legitimasi pada agama termasuk Islam, juga ideologi Pancasila telah dianggap sesuatu yang final tanpa kemudian kita mempersoalkannya.
Atas dasar perjalanan ijtihad tersebut, memperlihatkan sikapnya yang responsif terhadap konsep negara kebangsaan (nation state). Sebenarnya Pancasila tidak hanya membuat paradigma kehidupan kita bertambah ramah, tentram, dan aman. Melainkan dapat menjadi penguatan terhadap semua agama dalam kebersamaan, persaudaraan, dan persatuan.
Di tengah penguatan ideologi Pancasila, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) aktif melakukan deklarasi dengan gagasan khilafah islamiyah atau sistem pemerintahan Islam. Mulai dari sistem politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hukum. Model pembentukan negara Islam Indonesia (NII) mudah merusak tatanan kebangsaan.
Selain itu, dalam tinta sejarah keislaman, Nabi Muhammad pun tidak pernah menganjurkan para sahabat-sahabat, dan umatnya untuk memecah persadaraan, sebab perpecahan itu dipicu oleh tindakan ekstrem dalam menyelesaikan suatu masalah, sehingga dapat kita pastikan itu merupakan bahaya laten radikalisme.
Meminjam pandangan Muhammad Yamin dalam pidatonya dengan tema “5 Asas Dasar Negara” dihadapan sidang BPUPKI (Pendidikan Pancasila, dan Kewarganegaraan: 2015). Menegaskan, “Pancasila merupakan esensi dari segala esensi kehidupan, di mana di dalam ideologi itu terdapat sisi kebangsaan, kemanusiaan, ketuhanan, kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat”.
Artinya, Pancasila memang telah final menjadi dasar, dan ideologi negara Indonesia. Untuk apa HTI menentang, dan ngotot ingin mengganti ideologi yang telah final ini?, sebagai Ormas anti-Pancasila tentu tidak hanya merusak persatuan, dan kebersamaan kita dalam soliditas keagamaan, tetapi tidak ada relevansinya.
Ulah HTI
Munculnya HTI tidak hanya meresahkan kita sebagai warga negara yang mencintai tanah air, jiwa nasionalisme dan agama menunjukkan warga negara yang baik dan merespon positif. Jika eksistensi Ormas tersebut penuh politisasi maka dapat dikatakan sebagai suatu poros gerakan politik yang menjadi sebuah ancaman ideologis.
Gagasan HTI terkait khilafah tampak memperlihatkan suatu gerakan anti-Pancasila dengan menggunakan agama sebagai alat untuk menindas negara. Dan hal itu, mencerminkan khilafah sebagai suatu bagian dari mayoritas umat Islam di suatu negara. Di mana gerakannya sering melakukan legitimasi terhadap suatu kelompok mayoritas.
Sebagai Ormas anti-Pancasila yang memandang tindakan ekstremitas adalah jalan terakhir, dan cenderung tekstualis, dan skriptualis. Hal ini membuktikan adanya tafsir sepihak tanpa melihat situasi dan kondisi negara saat ini. Radikalisasi agama tersebut hal lumrah membahayakan bangsa dan negara kita tercinta.
Khilafahnya HTI merupakan sebuah dilema, dan pertanda awal runtuhnya simbol kebersamaan, dan toleransi perbedaan dalam berbangsa. Oleh karena itu, tumbuhnya radikalisasi agama akan menindas negara melalui gerakan-gerakan sosial kemasyarakatan yang telah menjadi suatu ancaman bahaya laten terhadap tatanan negara Pancasila.
Perbedaan itu adalah prinsip kebebasan dalam ikatan berdemokrasi, meski Pancasila, dan demokrasi kita ini kerap dipertetangkan oleh HTI, tentu hal tersebut merupakan awal dari munculnya wajah Ormas Islam yang radikal. Maka dari itu, ide khilafah islamiyah ini masalah baru yang berpotensi menghancurkan bangunan Pancasila.
Sadarlah!
Menurut hemat penulis, ada beberapa langkah-langkah yang harus ditempuh oleh negara, dan pemerintah. Pertama, penguatan sosialisasi empat pilar kebangsaan sebagai suatu solusi untuk mencerdaskan bangsa. Kedua, pengenalan Pancasila kepada sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi sekali pun.
Ketiga, melalu sinergi dan peran BNPT serta BPIP negara dapat kita yakini mampu menyadarkan Ormas anti-Pancasila (HTI), tujuannya sebagai bentuk deradikalisasi terhadap radikalisme agama, dan khilafah islamiyah. Keempat, pentingnya esensi Pancasila yang harus kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Paling tidak, dengan langkah-langkah itu dapat mereduksi dan mengingatkan kita atas Pancasila sebagai ideologi negara, sebagai suatu kompromi politik dari berbagai kekuatan, sehingga semua umat beragama diberi kebebasaan untuk berpartisipasi, terutama dalam menyadarkan Ormas yang ekstrem ini (HTI) agar segera bertaubat, dan kembali kepada negara Pancasila.
Semoga dengan kehadiran Pancasila dapat menjunjung tinggi perbedaan, sehingga dapat kita jadikan solusi strategis dalam menyelesaikan pelbagai persoalan yang terjadi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun bermasyarakat. Lebih pentingnya lagi, kita harus mempancasilakan Ormas anti-Pancasila. (HN/Ibadah.co.id)