Ibadah.co.id-Industri asuransi syariah di Indonesia saat ini mencatatkan pangsa pasar sebesar 4,34%. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2020 untuk pangsa keuangan syariah, termasuk perbankan dan asuransi baru mencapai 8,98% dari total aset keuangan Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengapresiasi pertumbuhan asuransi syariah sebesar 8,44% pada akhir 2019. Total aset perusahaan asuransi syariah nasional tercatat Rp 45,45 triliun atau sekitar 6,18% dari total aset industri asuransi konvensional yang sebesar Rp 735 triliun.
Dia menjelaskan masih ada peluang besar untuk meningkatkan pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia. Penduduk Indonesia yang berjumlah lebih dari 260 juta jiwa dan mayoritas beragama Islam menjadi potensi besar yang harus terus digarap secara intensif oleh pelaku asuransi syariah.
Visi nasional dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia sebagaimana disebutkan Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024 adalah menjadikan Indonesia yang mandiri, makmur dan madani dengan menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka dunia.
Ma’ruf menyampaikan industri asuransi syariah harus lebih memperhatikan aspek tata kelola usaha yang baik atau good corporate governance (GCG). Dia berharap tidak ada kejadian gagal bayar.
“Penerapan aspek GCG yang baik diharapkan dapat menghindari masalah-masalah dalam industri asuransi seperti kasus gagal bayar pada beberapa perusahaan asuransi. Selain itu akan meningkatkan kepercayaan dan memberikan jaminan keamanan bagi para konsumen,” kata dia dalam acara Rapat Luar Biasa AASI Tahun 2020, Selasa (30/6/2020).
Dia menjelaskan industri asuransi syariah harus lebih banyak meningkatkan inovasi produk untuk meningkatkan inklusi dan mendukung pertumbuhan asuransi syariah. Asuransi syariah harus menggali potensi berbagai sektor yang selama ini belum dilayani oleh asuransi syariah.
“Selanjutnya eksposur industri asuransi syariah perlu terus ditingkatkan untuk meningkatkan awareness terhadap produk-produk dan industri asuransi Syariah. Upaya ini juga dilakukan secara konsisten, saya harapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap asuransi syariah,” tuturnya.
Ma’ruf menyampaikan industri asuransi syariah sebagai bagian dari industri keuangan syariah pada awalnya hadir untuk menanggung bersama risiko para peserta, selain itu juga untuk menopang ekosistem pembiayaan syariah pada korporasi dan proyek-proyek berskala besar. Dalam perkembangannya kini mulai merambah pada berbagai sektor dan tingkatan kebutuhan masyarakat.
Pengembangan asuransi syariah semestinya dapat sejalan dengan tujuan usaha asuransi di Indonesia, yaitu untuk menciptakan industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif, yang dapat mendorong pembangunan nasional.
“Di samping tujuan besar itu, asuransi syariah, selayaknya lembaga keuangan syariah lainnya, juga perlu senantiasa menjaga kesesuaian usaha yang dijalankannya berdasarkan prinsip syariah serta melestarikan aspek keberkahan dalam setiap langkah-langkahnya,” ujar dia.
Pemerintah melalui KNEKS berupaya untuk mendukung akselerasi dan inklusi keuangan syariah dengan membuka jalan untuk asuransi syariah (takaful) bagi masyarakat kecil, menengah, dan mikro.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya dukungan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten di bidang asuransi syariah serta ekonomi dan keuangan syariah, literasi dan inklusi keuangan syariah yang lebih baik, serta penggunaan teknologi informasi atau digitalisasi layanan asuransi syariah.
Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini tentunya turut berdampak terhadap penurunan kinerja bisnis asuransi syariah. Pemberlakuan PSBB dan masa transisi menuju tatanan normal baru diharapkan tidak menyurutkan semangat pebisnis asuransi syariah untuk tetap memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. (RB)