BPKH Ungkap Jumlah Dana Calon Jemaah Haji Yang Batal Berangkat
Ibadah.co.id – Pemberangkatan jemaah haji Indonesia tahun 2021 kembali ditiadakan sama halnya dengan tahun 2020. Adapun soal dana calon jemaah haji yang bayal berangkat masih disimpan dengan aman. Mengenai besaran jumlahnya, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengungkap jumlah keseluruhan dana calon jemaah haji yang batal berangkat.
Seperti dilansir cnnindonesia.com pada 30/6/21, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mencatat dana calon jemaah haji yang batal berangkat sepanjang 2020 mencapai Rp8,6 triliun. Dana itu merupakan biaya perjalanan haji (BIPI) para calon jemaah haji yang batal berangkat karena pandemi covid-19.
“Neraca BPKH 2020 menyajikan jumlah kewajiban kepada jemaah tunda/batal berangkat Rp8,6 triliun, namun tidak mencatat kewajiban atau utang khususnya kepada penyedia hotel atau layanan di Arab Saudi,” bunyi keterangan resmi BPKH, Selasa (29/6).
Besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2020 atau biaya total setiap jemaah ditetapkan sebesar Rp69 juta. Sementara, dana yang berasal dari pembayaran peserta atau biaya perjalanan haji (BIPI) ditetapkan senilai Rp35,23 juta.
Untuk memenuhi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji setiap jemaah senilai Rp69 juta, maka BPKH mempersiapkan subsidi sebesar Rp6,8 triliun.
Dihubungi terpisah, Anggota Badan Pelaksana (BP) BPKH Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Acep Riana Jayaprawira menjelaskan dana senilai Rp8,6 triliun yang terkumpul di BPKH merupakan dana biaya perjalanan haji dari masing-masing peserta. Nilai rata-ratanya sebesar Rp35 juta.
“Yang dimaksud di sini adalah kewajiban kepada jemaah tunda berangkat karena pembatalan keberangkatan ibadah haji oleh pemerintah RI, terdiri dari setoran awal dan setoran lunas” terangnya.
Dana tersebut terdiri dari setoran awal senilai rata-rata Rp25 juta dan setoran akhir rata-rata Rp10 juta. Besarannya, kata dia, berbeda-beda tergantung asal daerah calon jemaah haji. Ia juga memastikan dana hak jemaah itu tersimpan di bank syariah dan siap dicairkan.
Selain itu, BPKH juga telah menyalurkan dana sebesar Rp2 triliun dalam bentuk virtual account bagi jemaah tunda dan jemaah tunggu. Acep menjelaskan dana yang disetor pada virtual account itu merupakan manfaat alias imbal hasil bagi jemaah yang masih menunggu gilirannya.
“Virtual account itu untuk menampung dana bagi hasil yang bisa diterima jemaah waiting list yang belum berangkat. Ibaratnya, orang menabung dapat bunga, kok uang saya di BPKH 20 tahun tidak ada hasilnya? Nah, itu hasilnya, begitu,” terangnya.
Dana Rp2 triliun tersebut dibagikan secara merata kepada seluruh jemaah tunggu. Namun, ia mengaku tidak mengantongi besaran dana di masing-masing virtual account serta jumlah jemaah tunggu. Jemaah tunggu sendiri tidak bisa menarik dana dari virtual account tersebut.
Sementara itu, posisi dana haji yang dikelola BPKH sampai dengan Desember 2020 naik 16,56 persen menjadi Rp144,91 triliun. Dana itu, terdiri dari Rp141,32 triliun alokasi dana penyelenggaraan ibadah haji dan Rp3,58 triliun Dana Abadi Umat.
Rasio solvabilitas (leverage ratio) BPKH dari tahun 2018 sampai 2020 terus bertumbuh, dari 104 persen menjadi 108 persen. Rasio Solvabilitas digunakan untuk menilai kemampuan BPKH atas pelunasan utang dan seluruh kewajibannya dengan menggunakan jaminan aktiva dan aset neto (harta kekayaan dalam bentuk apa pun) yang dimiliki dalam jangka panjang serta jangka pendek.
Sedangkan, rasio likuiditas BPKH 2020 di angka 3,82 kali BPIH. Artinya, BPKH telah mempersiapkan dana untuk penyelenggaraan ibadah haji mendekati empat kali pelaksanaan haji. Berdasarkan amanah UU Nomor 34 Tahun 2014, BPKH wajib menjaga rasio likuiditas minimal dua kali BPIH.
Di sisi lain, dana likuid untuk penyelenggaraan ibadah haji bersumber dari aset lancar yang ditempatkan di bank syariah dan investasi jangka pendek senilai Rp54 triliun. Laporan operasional BPKH pada 2020 juga mencatat surplus sebesar Rp5,8 triliun serta tidak terdapat investasi yang mengalami kerugian. Secara umum, laporan keuangan BPKH 2020 mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Opini WTP ini merupakan yang ketiga kalinya berturut-turut sejak BPKH menyusun laporan keuangan di 2018. (RB)
[…] soal keamanan dana haji di Indonesia. Hal ini ditepis oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). BPKH mencoba meyakinkan opini publik soal pengelolaan dana haji dengan menggunakan […]
[…] soal keamanan dana haji di Indonesia. Hal ini ditepis oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). BPKH mencoba meyakinkan opini publik soal pengelolaan dana haji dengan menggunakan […]