Jakarta, Ibadah.co.id –Perkembangan Islam di Negera Tirai Bambu atau Tiongkok tidak terlepas dari jejak masa lampau ketika Islam masuk ke negara tersebut. Ada beberapa pendapat terkait dengan masuknya Islam ke negeri Tiongkok.
- Pendapat yang mengatakan bahwa Islam telah dibawa oleh para sahabat yang diutus oleh Nabi Muhammad SAW untuk berdakwah ke Tiongkok. Ali Kettani menjelaskan bahwa Islam masuk ke Tiongkok sekitar tahun 618 M dibawa oleh Saad Ibn Lubaid.
- Pendapat dari Sachiko Murata dan Marshall Bromhall yang menjelaskan bahwa bahwa Islam masuk sekitar abad ke-7 masehi pada masa Khalifah Usman Bin Affan. Usamqn Bin Affan mengutus Saad Ibn Abu Waqqas ke Tiongkok pada tahun 651 M untuk menghadap Kaisar Yong Hui dari Dinasti Tang di Ibu Kota Changan.
- Pendapat ketiga dikatakan bahwa Islam masuk ke Tiongkok melalui jalur perkawinan. Teori ini menjelaskan bahwa terdapat fakta yang menyebutkan wajah-wajah muslim Tiongkok memiliki kemiripan dengan wajah orang-orang Arab, Turki, Persia, Afganistan, Uzbekistan atau Pakistan (Ismail Suardi, 2017: 146).
Islam di Tiongkok dari Dinasti Tang – Republik Rakyat Tiongkok
- Masa Dinasti Tang (618 M – 709 M)
Islam mulai masuk ke Tiongkok pada masa ini. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan beberapa teori yang telah dijelaskan di atas. Teori-teori tersebut sepakat bahwa Islam pertama kali masuk saat kekuasaan Tiongkok dipegang oleh Dinasti Tang. Sejak masuk ke Tiongkok, perkembangan Islam perlahan menyebar dalam kehidupan masyarakat karena pada kenyataannya Islam mampu menyatu dengan kebudayaan yang ada pada masyarakat.
Pada masa kepemimpinan Kaisar Tai Tsung, Tiongkom mengalami perkembangan pesat dalam ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kesusastraan. Hal tersebut yang diyakini sebagai Asbabun Nuzul Rasul mengutarakan Hadist yang artinya “Tuntutlah ilmu hingga ke Negeri Cina”. Pada dasarnya dapat diketahui bahwa Islam masih dalam tahap memulai dan berkembang pada masa dinasti Tang.
- Masa Dinasti Sung (960 M – 1279 M)
Dinasti ini didirikan oleh Zhao Kuangyin yang bergelar Song Taizu. Kaisar Taizu mengedepankan politik penyatuan antara kekuatan dan kemurahan hati. Dalam militer beliau mereorganisasi tentara dan menempatkan kesatuan-kesatuan terbaiknya di ibu kota.
Dalam bidang ekonomi beliau berusaha memperbaiki ekonomi umum dan ekonomi kerakyatan. Oleh karena itu, Kaisar dan pemerintahannya berusaha memberi fasilitas kepada para saudagar-saudagar Arab dan Persia. Hal tersebut menjadikan Islam semakin berkembang dengan banyaknya saudagar-saudagar Arab dan Persia yang mendatangi pelabuhan Kanton.
Para kaisar sengaja membentuk lembaga khusus seperti departemen perdagangan untuk mengawasi kelancaran ekspor dan impor. Departemen ini juga mengurus masalah bea-cukai dan pemeriksaan barang-barang di pelabuhan. Departemen tersebut dipegang langsung oleh seorang keturunan Arab bernama Pu Shou Keng. Awalnya beliau hanya mengurusi kepentingan orang-orang Arab di Tiongkok, tetapi seiring berjalannya waktu ia diberi jabatan sebagai Komisaris Tinggi Angkatan Laut untuk memelihara dan menjamin lalu lintas kapal-kapal dagang dari gangguan bajak laut.
- Masa Dinasti Yuan (1279 M – 1368 M)
Pada masa ini Islam semakin berkembang pesat di Tiongkok. Terbukti dari banyaknya masjid yang dibangun, orang-orang yan mengkaji dan mempelajari Al-Qur’an, serta munculnya kaum intelektual muslim. Sebagai contohnya, ada Alauddin Al-Mufari dan Ismail Al-Syami yang ahli dalam bidang militer dan persenjataan. Posisi orang asing yang memeluk agama Islam menduduki kelas sosial yang lebih tinggi dibanding dengan pribumi. Oleh karena itu, Islam semakin mendapatkan ruang di Tiongkok.
Sementara itu, para pribumi mendapat perlakuan yang keras dan akses yang terbatas. Hal tersebut dapat dilihat dari pemerintah Mongol yang menempatkan seorang prajurit di rumah masyarakat. Kemudian, masyarakat hanya boleh memiliki sebilah pisau dapur sebagai alat bantu masak. Perlakuan seperti itu pada akhirnya sangat ditentang oleh kaum muslim yang berada di Tiongkok. Pada akhirnya berkat solidaritas penduduk muslim dan pribumi yang keras menentang, maka Dinasti Yuan berhasil ditumbangkan.
- Masa Dinasti Ming (1368 M – 1644 M)
Pada masa ini Islam mencapai masa kejayaannya. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan Dinasti Ming yang berpihak kepada umat Islam. Hal ini dikarenakan umat Islam berperan penting dalam merebut kekuasaan dari Mongol.
Peran itu dapat dibuktikan dengan adanya empat panglima revolusi melawan Mongol yang merupakan tokoh-tokoh Muslim. Mereka bernama Chang You Chong, Hu Dah Hai, Ten You dan Len Yui, serta Mu Yin sebagai prajurit yang tangguh.
Umat Islam semakin berperan dalam kehidupan masyarakat di Tiongkok. Terlihat dari semakin banyaknya buku-buku karya Ulama. Kemudian, juga banyak pengkajian dan penerjemahan terhadap buku pengetahuan agama Islam yang berbahasa Arab.
Perkembangan umat Islam juga telah terakulturasi dengan kebudayaan setempat. Hasil dari akulturasi tersebut dapat dilihat dengan berkembangnya porselin yang dihiasi ukiran Arab, makam-makam, dan juga kaligrafi Cina. Pada masa Dinasti Ming telah berkembang juga gerakan tasawuf Naqhsyabandryah di Xinjiang atas jasa Makhdum-I Azam (1461-1542 M).
Menjelang tahun 1644 M, berkembanglah kemelut dalam Dinasti Ming, seorang tokoh bernama Li Tzu Cheng, berhasil membentuk pasukan dari kaum bandit dan membuat kekacauan dan kerusuhan. Wu San Kwei, mencoba menghalau pasukan Manchu pengacau untuk kembali ke balik tembok besar Tiongkok, namun ia tiada berdaya. Dengan begitu, tentara Manchu secara leluasa menancapkan kakinya di wilayah Tiongkok. Pihak Muslim di Tiongkok berpendirian bahwa perlawanan bersenjata yang dilakukan itu berlandaskan keadilan, akan tetapi menemui jalan kegagalan.
Perang identitas pun tak terbendung dengan munculnya slogan “Hancurkan kekuatan Manchu dan galakkan gerakan Ming” dari pihak muslim. Kemudian, pihak Manchu membalasnya dengan ”Hancurkan kaum perusuh Muslim”. Pada akhirnya usaha-usaha perundingan yang dilakukan mengalami kegagalan. Kekuasaan pun beralih ke masa Dinasti Manchu.
- Masa Dinasti Manchu (1644 M – 1912 M)
Pada masa Dinasti Manchu Islam tidak mengalami perkembangan yang signifikan, karena harus dihadapkan dengan situasi yang sulit. Situasi ini berupa tekanan dan penindasan dari pihak Manchu. Umat Islam saat itu hanya disibukkan dengan peperangan dan upaya menahan diri dari serangan yang dilakukan oleh bangsa Manchu sampai dengan akhir kekuasaan mereka.
- Masa Republik Rakyat Cina (1912 M – Sekarang)
Banyaknya gelombang gerakan revolusi dari bangsa Cina membuat Dinasti Manchu (Qing) akhirnya runtuh pada tahun 1912 M. Keruntuhan tersebut memberikan keuntungan bagi umat Islam, karena kembali mendapatkan hak-hak mereka.
Bahkan didalam konstitusi nasional China, seperti halnya dengan proklamasi Koumintang dengan jelas telah menjamin kebebasan beragama. Umat Islam mendapat pengakuan secara resmi didalam konstitusinya.
Cina mengakomodir dan memberikan hak kepada wakil-wakil Muslim untuk menempati kursi Majelis Nasional yang dipilih oleh masyarakat Muslim Cina.
Meski minoritas, umat Islam dipandang sebagai salah satu unsur penting dari terbentuknya Republik Nasionalis Cina yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen.
Oleh karena itu, umat Islam berperan aktif dalam kehidupan politik pada masa itu. Kondisi tersebut memberikan kesempatan bagi umat Islam Cina untuk membangun dan mengembangkan aspek budaya, ekonomi dan sosial. Terbukti, pada masa itu pula banyak lahir para cendekiawan muslim dan pendidikan Islam di Cina juga berkembang sangat pesat.
Meski pemimpin Revolusi Dr. Sun Yat Sen tidak dapat mempertahankan jabatanya dalam kurun waktu yang lama. Namun dengan diangkatnya Dr. Sun Yet Sen sebagai presiden pertama dari Republik Demorasi Cina pasca revolusi menunjukkan bahwa masyarakat Cina pada masa itu telah mengakui kontribusi salah satu tokoh besar Islam tersebut.
Sungguh sangat disayangkan ketika umat Islam di China yang selalu hadir dalam membangun peradaban Cina harus kembali kecewa untuk yang kesekian kali ketika Cina berhasil dikonversi menjadi negeri Komunis.
Kaum komunis Cina benar-benar memperketat pengawasan terhadap umat Islam yang hendak menyelenggarakan kegiatan keagamaan. Tidak hanya itu, kegiatan ekonomi maupun pendidikan juga terkena dampaknya.
Sumber : Narasi Sejarah