Take a fresh look at your lifestyle.

- Advertisement -

Irak Akan Larang Penarikan Tunai dan Transaksi dalam Dolar AS

0 125

Jakarta, Ibadah.co.id –Irak akan melarang penarikan tunai dan transaksi dalam dolar Amerika Serikat mulai 1 Januari 2024, kata pejabat tinggi bank sentral Irak, dilaporkan oleh Reuters

Hal ini dilakukan sebagai upaya terbaru untuk mengekang penyalahgunaan dolar AS sebagai mata uang cadangan keras dalam kejahatan keuangan, karena dolar AS diakui sebagai mata uang cadangan terkuat di dunia pada akhir abad ke-20.

Selain itu, pelarangan juga dilakukan untuk menghindari sanksi AS terhadap Iran.

Direktur Jenderal Investasi dan Pengiriman Uang Bank Sentral Irak (CBI), Mazen Ahmed, mengatakan kepada Reuters bahwa langkah ini bertujuan untuk memberantas penggunaan ilegal sekitar 50 persen dari US$10 miliar yang diimpor Irak dalam bentuk tunai dari New York Federal Reserve setiap tahunnya.

Ini juga merupakan bagian dari gerakan dedolarisasi perekonomian Irak. Masyarakat Irak, setelah dihantam perang dan krisis yang berulang pascainvasi AS pada 2003, lebih memilih dolar dibandingkan dinar.

Masyarakat yang menyetor dolar ke bank sebelum akhir 2023 akan tetap dapat menarik dana dalam dolar pada 2024, kata Ahmed. Namun, dolar yang disetorkan pada 2024 hanya dapat ditarik dalam mata uang lokal dengan kurs resmi 1.320.

Nilai tukar pasar paralel dinar Irak berada pada angka 1.560 pada Kamis, sekitar 15 persen di bawah nilai tukar resmi.

“Anda ingin mentransfer? Silakan. Anda ingin kartu dalam dolar? Silakan, Anda dapat menggunakan kartu tersebut di Irak dengan kurs resmi, atau jika Anda ingin menarik uang tunai, Anda dapat menggunakan kurs resmi dalam dinar. Tapi jangan bicara lagi pada saya tentang uang tunai dolar,” kata Ahmed.

Pernyataan bank sentral kemudian mengatakan larangan penarikan tunai dolar hanya akan berlaku untuk rekening yang menerima transfer dari luar negeri.

Irak telah menyiapkan sebuah platform untuk mengatur transfer antar negara. Ini menjadi sumber sebagian besar permintaan dolar dan yang dulunya merupakan sarang kuitansi palsu serta transaksi penipuan yang mengalirkan dolar ke Iran dan Suriah, dua negara yang berada di bawah sanksi AS.

Sistem yang didirikan bersama dengan pihak berwenang di AS itu hampir kedap, kata Ahmed, dan sudah memberikan dolar dengan tarif resmi kepada mereka yang terlibat dalam perdagangan sah seperti impor makanan dan barang konsumsi.

Namun penarikan tunai terus disalahgunakan, katanya, termasuk oleh calon turis yang diberikan kuota negara sebesar US$3000 yang telah menemukan cara untuk mempermainkan sistem.

Banyak bank lokal telah membatasi penarikan tunai dolar dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini memperparah kekurangan dolar yang menyebabkan nilai tukar pasar paralel terus meningkat.

Menurut Ahmed, beberapa bank kekurangan dolar karena banyak orang yang mencoba menarik dolar sekaligus di tengah perasaan tidak yakin terhadap sistem keuangan.

Sementara beberapa bank mengalami kekurangan karena memberikan pinjaman dalam mata uang dolar yang kemudian dibayar kembali dalam dinar.

CBI juga membatasi jumlah dolar yang disediakan sebagai bagian dari perjanjian dengan sistem bank sentral AS, The Fed, untuk membatasi uang tunai dan beralih ke pembayaran elektronik.

CBI memperkirakan dinar akan semakin kehilangan nilai seiring diberlakukannya kebijakan baru ini. Namun, ia menyebut hal ini merupakan efek samping yang dapat diterima dari formalisasi sistem keuangan, dan CBI menyediakan dolar dengan harga resmi untuk semua tujuan yang sah.

Beberapa tanda frustrasi terhadap kekurangan dolar sudah mulai terlihat. Pada Kamis, video yang beredar di media sosial menunjukkan seorang deposan di sebuah bank di Baghdad mengancam akan membakar bank jika ia tidak menerima simpanannya dalam bentuk dolar tunai.

“Saya bersumpah akan membakarnya. Saya bersumpah akan masuk ke brankas dan mengambil uang saya,” kata pria itu.

Sumber : Tempo.co

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy