Menyisipkan Nilai-Nilai Islam Moderat Melalui Semangat Hijrah di Kalangan Milenial
Fenomena hijrah di kalangan remaja akhir-akhir ini semakin merebak luas dan sangat masif. Berbagai lini kehidupan sudah sangat terbiasa dengan kata hijrah. Berbagai tulisan maupun ucapan pasti mengarah pada kata hijrah. Sangat mudah kita temui obrolan dan diskusi mengenai hijrah di berbagai kanal informasi seperti grup whatsapp, youtube, dan kanal daring lainnya. Semua kalangan turut ikut terkena “virus” hijrah hingga banyak yang mendirikan kelompok-kelompok maupun komunitas hijrah. Kalangan milenial menjadi penggerak utamanya. Tak jarang para pendakwahnya pun berasal dari kalangan milenial dan bergaya milenial juga. Gaya nyentrik para pendakwah saat ini menjadi daya tarik sendiri dan melalui cara ini, hijrah menjadi sebuah gaya hidup baru.
Ketika diamati lebih mendalam, hijrah yang terjadi secara cepat dan masif dan mencakup segi yang luas menjadikannya mengalami pergeseran pemaknaan secara substansial. Kita dapat melihat, konotasi makna hijrah kini hanya diartikan secara pragmatis dan cenderung menjauh dari konteks makna hijrah sebenarnya. Kini hijrah hanya dimaknai sebagai sebuah cara berubah demi mendapatkan pertaubatan. Para penghijrah lalu melakukan berbagai hal yang secara umum diartikan sebagai sebuah tanda ketaatan seperti perubahan penampilan menjadi berjenggot, celana diatas mata kaki dan lain sebagainya. Apakah salah? Tentunya tidak, namun makna hijrah tak bisa diartikan sesederhana itu.
Hijrah yang sesungguhnya adalah bagaimana kita bisa menjadi orang-orang yang berislam secara moderat dengan mengampanyekan islam yang toleran dan cinta damai jangan kemudian merasa lebih benar dan lebih baik hanya karena mengubah penampilan belaka. Melalui hijrah seharusnya kita lebah baik lagi, tidak hanya dalam ibadah secara hablun min Allah, namun hablun min an-nas juga harus dijunjung tinggi pula.
Pemaknaan hijrah tak dapat dilepaskan dari konteks sejarahnya, dimana peristiwa Nabi Muhammad SAW beserta umat Islam pada 15 abad lalu melakukan hijrah sebagai upaya mencari keamanan dalam menjalankan ritual keagamaan sekaligus keleluasaan dalam pergaulan sosial. Allah berfirman dalam surah An-Nisa; 100: Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Berdasarkan pembahasan dalam jurnal living hadis UIN Suka tahun 2019 karya S. Syarif, hijrah setidaknya harus mencakup empat aspek yaitu i’tiqadiyah berupa hijrah berdasarkan keyakinan secara batin, fikriyah berupa hijrah pemikiran dari penafsiran yang keliru sehingga menyimpang dari nilai agama islam yang sesungguhnya, syu’uriyah berupa perubahan penampilan da sulukiyah yaitu perubahan perilaku. Dari keempat aspek ini yang masih marak dilakukan secara mayor adalah yang perubahan penampilan yang terjadi di kalangan milenial. Moderasi islam tentunya menuntut pada keempat aspek tersebut. Ketika semuanya dilakukan maka Islam yang wasathiyah dan toleran akan tercipta.
Masa depan terciptanya islam yang moderat sangat dipengaruhi dan bergantung erat pada generasi muda saat ini. Ketika melihat data, maka beberapa tahun ke depan maka jumlah anak muda di Indonesia akan mendominasi populasi yang ada dan tentunya akan menjadi tantangan sekaligus peluang dalam waktu bersamaan bagi seluruh segi kehidupan tak pelak sosio-religius. Pemuda akan menjadi penentu masa depan bangsa sekaligus Islam. Ketika pemaknaan hijrah menjadi kabur maka akan sangat bahaya. Seperti kasus belakangan ini banyak ceramah dan kasus para kaum milenialis mundur dari pekerjaannya di bank, perusahaan properti dan lainnya yang di pandang “berkecimpung dalam riba”.
Fenomena hijrah ini tentunya suatu peluang besar dalam menegakkan nilai-nilai keislaman, karena setiap orang akan semakin bangga dalam berislam dan mendorong industri lain seperti fashion untuk maju. Tantangan terbesarnya adalah munculnya dai-dai baru yang terkadang tidak sesuai dengan nilai islam yang moderat. Semua kalangan baik pemerintah, akademisi, cendekiawan, dan lainnya harus dapat turut menggaungkan nilai islam wasathiyah yang toleran terhadap perbedaan. Melalui berbagai kajian, diskusi ilmiah, maupun berbagai obrolan dapat dilakukan dengan mengangkat keberislaman yang moderat maka diharapkan akan dapat menuntun pemahaman kaum milenial mengenai islam yang benar berdasarkan seluruh aspek dan hijrah dapat dilakukan dengan sesuai tuntunan.
Lebih dari itu, keuntungan lain yang muncul dari fenomena hijrah ini yaitu banyaknya kelompok-kelompok generasi muslim milenial yang menaruh perhatian lebih besar pada kegiatan dakwah-dakwah melalui misi-misi kemanusiaan seperti kelompok hijrah yang sering kali melakukan sedekah on the road, Jumat berkah dan berbagai kegiatan lainnya. Selain itu, kaum milenial yang memasuki gelombang yang lebih besar menciptakan peluang baru yang lebih berdampak pada dua islam. Kaum milenial hijrah kini sudah menaruh perhatian serius dan lebih besar mengenai isu-isu global dalam dunia islam seperti isu Timur Tengah, konflik Israel-Palestina, Rohingya di Myanmar hingga isu human traficking dan pemanasan global.
Penulis : Wahyudi (Mahasiswa Universitas Lampung)
_Juara III Lomba artikel populer ibadah.co.id Hari Santri Nasional 2020_
[…] Wahyudi (Mahasiswa Jurusan Manajemen FEB Universitas Lampung sekaligus […]