Take a fresh look at your lifestyle.

Covid Jadi Momen Pesantren Lebih Terbuka Terhadap Pembaruan

99

Ibadah.co.id – Pandemi Covid-19 menjadi momentum pesantren untuk lebih terbuka terhadap pembaruan. Hal ini disampaikan oleh Ketua Rabithah Ma’ahid Al Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) KH Abdul Ghofar Rozin atau Gus Rozin.

Seperti dilansir republika.id pada 28/10/20, Pondok pesantren (ponpes) terus beradaptasi dalam menyelenggarakan pendidikan di masa pandemi Covid-19. Bahkan, pandemi membuat ponpes semakin terbuka dengan perkembangan teknologi.

Ketua Rabithah Ma’ahid Al Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) KH Abdul Ghofar Rozin atau Gus Rozin mengatakan, RMI PBNU telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah penularan Covid-19 di lingkungan pesantren. Ia mengatakan, RMI PBNU gencar melakukan kampanye tentang bahaya Covid-19 kepada para pengasuh dan santri.

Pihaknya juga menerbitkan protokol pencegahan dan mitigasi Covid-19 serta memberikan pelatihan Satgas Covid-19 kepada lebih dari 700 pesantren. “Kami juga melakukan swab gratis dan murah, lalu pengadaan APD untuk kiai dan santri, dan pendampingan pesantren terdampak Covid-19,” kata Gus Rozin dalam focus group discussion (FGD) virtual bertajuk “Siasat Pesantren Menghadapi Covid-19” yang digelar Harian Republika bersama Satgas Penanganan Covid-19 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Selasa (27/10).

Gus Rozin menambahkan, RMI PBNU juga memanfaatkan perkembangan teknologi untuk memantau kondisi kesehatan para santri dengan membuat aplikasi Salam Doc. Lewat aplikasi tersebut, santri dapat melakukan konsultasi kesehatan secara gratis. Pasien dilayani leh dokter-dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama.

Ia mengatakan, pesantren memang harus beradaptasi dalam segala bidang di masa pandemi. Di bidang kesehatan, kata dia, pesantren mesti meningkatkan kebersihan dan menerapkan protokol kesehatan. Sedangkan di bidang pendidikan, pesantren diyakini akan lebih beradaptasi terhadap penggunaan teknologi.

“Pendidikan pesantren selalu dianggap tradisional dalam artian kolot dan terbelakang. Ini menjadi momentum untuk lebih terbuka terhadap pembaruan,” ujar Gus Rozin.

Agar pendidikan pesantren dapat berjalan optimal, Gus Rozin berharap pemerintah hadir dalam pencegahan Covid-19 di pesantren, antara lain dengan memberikan pendampingan Satgas pesantren, sosialisasi secara masif dan akses konsultasi kepada fasilitas kesehatan terdekat.

Pemerintah juga diharapkan memudahkan akses terhadap tes swab atau tes lain yang terdekat dan memfasilitasi isolasi dan karantina mandiri. Ia pun berharap pemerintah pusat dan pemerintah daerah mesti melakukan orkestrasi kebijakan terkait pencegahan Covid-19 untuk pesantren. Jika tidak, kebijakan penanganan Covid-19 pada setiap daerah sulit berjalan selaras.

Menurut dia, belum ada standar dalam melakukan penanganan Covid-19 di pesantren. Dampaknya, ketika ada pesantren yang berinisiatif berkomunikasi dengan pemda agar bisa diundang untuk melakukan pemeriksaan, tak sedikit pemda yang gamang dan lamban memberikan respons atas permintaan tersebut. “Padahal sampai sekarang ini ada sekitar 90 persen lebih pesantren yang sudah aktif secara penuh atau terbatas.”

Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Pesantren (LP2) PP Muhammadiyah Iyet Mulyana mengingatkan untuk tetap memperhatikan hak santri saat melangsungkan kegiatan belajar jarak jauh atau secara daring. Pembelajaran daring jangan sampai mengabaikan hak-hak yang seharusnya diterima santri.

“Pesantren harus secara serius melakukan pembelajaran dengan segala perangkatnya. Jadi jangan sampai ada yang merasa tidak diladeni, makanya, disiapkan betul-betul, hak santri itu diperhatikan,” katanya.

Iyet menyadari, potensi penularan Covid-19 di pesantren tergolong tinggi karena sulit menghindari kerumunan di lingkungan pesantren. Upaya jaga jarak di asrama dan temapt lain di lingkungan pesantren pun sulit diatur. Jangankan santri, ustaz-ustazah juga untuk bisa jaga jarak itu sangat sulit meski dinasihati berkali-kali.

“Maka penting bersinergi untuk menjadikan pesantren sebagai lingkungan yang aman dalam melakukan kegiatan belajar mengajar,” paparnya.

Selama pandemi Covid-19 masih terjadi, lanjut Iyet, pembelajaran jarak jauh lebih aman untuk diterapkan. Hal ini, kata dia, sebagaimana edaran yang diterbitkan PP Muhammadiyah dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan.

Untuk melancarkan pembelajaran daring di pesantren, PP Muhammadiyah memaksimalkan 178 perguruan tinggi Muhammadiyah dengan memberikan pendampingan teknologi informasi. Namun, jika ada sekolah yang dipandang mampu untuk menerapkan protokol kesehatan secara ketat, maka dipersilakan untuk belajar tatap muka.

Kepala Bidang Komunikasi Publik Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Hery Trianto mengapresiasi berbagai langkah yang diambil pesantren dalam menanggulangi pandemi wabah Covid-19. Menurutnya, pesantren memiliki kemampuan untuk memutus rantai penularan virus korona.

“Pesantren di Indonesia sebenarnya adalah ekosistem sendiri, ekosistem pendidikan dan ekonomi yang jika dikelola dengan baik maka bisa juga diisolasi dari penularan misalnya dengan sistem one gate,” kata Hery.

Hery mencontohkan penerapan sistem one gate yang diterapkan di Pesantren Darunnajah dengan 13 ribu santri. Dengan sistem ini, setiap orang keluar-masuk hanya lewat satu pintu dengan protokol Covid-19 yang ketat sehingga tidak terjadi penularan.

Ia menambahkan, Pesantren Mahasiswa Al Hikam juga bisa menjadi contoh baik dalam menerapkan protokol Covid-19. Menurut dia, pesantren tersebut pada Maret langsung merespons pandemi dengan menerapkan karantina tingkat pesantren dan menjaga kualitas pemberlakuan protokol Covid-19.

Pembentukan Satgas Covid-19 di pesantren, lanjut Hery, juga merupakan langkah yang tepat untuk mencegah penularan Covid-19. Apalagi, pesantren tidak bisa dilepaskan dari kultur berkerumun sehingga dibutuhkan langkah yang taktis sesuai protokol kesehatan.

Pimpinan Pesantren Al Hikam KH Yusron Shidqi mengatakan, peluang penularan Covid-19 di pesantren bergantung pada tingkat mobilisasi orang yang ada di pesantren. Untuk memperkecil potensi penularan virus, dibutuhkan upaya untuk mempersempit kuantitas keluar-masuknya santri dan memperhatikan kualitas penerapan protokol Covid-19.

“Dan ada hikmahnya ketika ada santri yang terpapar, santri lebih waspada, peduli,” tutur dia.

Ketua Satkor Covid-19 RMI PBNU Ulun Nuha menyampaikan, ada tiga pintu masuk virus corona ke pesantren yang harus dijaga ketat. Pertama, santri yang baru tiba di pesantren harus dilakukan screening secara ketat. Kedua, membatasi warga pesantren yang beraktivitas di luar lingkungan pesantren. 

“Tetapi jika terpaksa ke luar pesantren, harus disiplin terhadap protokol kesehatan,” kata dia. Pintu masuk ketiga, terang Ulun, yaitu orang luar yang masuk ke dalam lingkungan pesantren. Untuk mencegah penularan, harus ada pembatasan dan membuat protokol kunjungan dengan membatasi waktunya, jaga jarak dua meter, tanpa ada kontak fisik, pakai masker, dan tidak makan bersama. (RB)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

1 Comment
  1. […] – 57 santri pesantren di Sukabumi dinyatakan positif Covid-19. Ini menambah rentetan  kasus Covid-19 di lingkungan […]

Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy