Sekum Muhammadiyah Sebut Ustaz Ganti Nama Sudah Biasa
Ibadah.co.id – Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyebut pergantian nama seorang ustaz sudah menjadi hal yang biasa. Ada banyak faktor yang membuat seseorang mengganti namanya. Menurutnya dalam tradisi Islam Indonesia, seseorang biasanya berganti nama setelah menunaikan ibadah haji, masuk Islam, atau mengalami konversi keagamaan.
Seperti dilansir detik.com pada 5/12/20, fenomena pendakwah yang berganti nama mengemuka setelah Soni Eranata, yang menggunakan nama Ustadz Maaher At Thuwailibi, ditangkap polisi. Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan fenomena ustaz ganti nama itu hal biasa, tapi yang jadi masalah saat ini adalah banyak ustaz yang pemahaman agamanya masih rendah.
“Soal ustaz yang ganti nama, juga hal yang biasa. Sayangnya, sekarang ini banyak ustaz karbitan yang penguasaan ilmu agamanya dangkal dan akhlak yang tidak bisa menjadi teladan. Banyak orang yang tiba-tiba mengklaim dirinya sebagai ustaz beberapa saat setelah ‘hijrah’,” ucap Mu’ti dalam keterangannya, Jumat (4/12/2020).
Menurut Mu’ti, masyarakat harus mulai cerdas menilai pendakwah atau penceramah. Jangan hanya sebatas melihat bahwa pendakwah tersebut populer.
“Ganti nama atau tidak, semua berpulang pada masing-masing. Masyarakat, khususnya umat Islam, sebaiknya kritis dan cerdas dengan menilai ceramah dari kebenaran isi ajaran, bukan melihat popularitas dai atau ustaz,” ucapnya.
Mu’ti menjelaskan perubahan nama dalam Islam sering terjadi, sehingga bukan sesuatu hal yang baru kali ini terjadi.
“Sejak jaman Nabi, banyak sahabat yang memiliki julukan selain dari nama aslinya. Nabi Muhammad, juga disebut Abul Qasim. Demikian halnya dengan sahabat Abu Hurairah. Banyak ulama yang lebih dikenal dengan nama daerah atau tempat tinggalnya, seperti Al-Ghazali, Al-Qurthubi, dan lain-lain,” ucapnya.
Kemudian, dalam tradisi di Indonesia, nama berubah atau diganti jika terjadi sesuatu pada orang tersebut, seperti setelah menunaikan haji atau menjadi mualaf.
“Dalam tradisi Islam Indonesia, seseorang biasanya berganti nama setelah menunaikan ibadah haji, masuk Islam, atau mengalami konversi keagamaan. Secara spiritual seseorang berganti nama sebagai identitas keagamaan, menjadi atau terlahir kembali (reborn) sebagai muslim,” ucapnya.
“Dengan nama baru itu, seseorang berusaha menjadi lebih baik dalam hal beragama dan berperilaku. Berganti nama itu tidak ada tuntunan dalam agama. Semuanya lebih sebagai tradisi. Akan tetapi, jika penggantian nama itu permanen, harus dicatat di lembaga berwenang,” sambungnya.
Diketahui, Ustadz Maaher At-Thuwailibi, pemilik akun Twitter @ustadzmaaher_, ditangkap polisi terkait kasus ujaran kebencian kepada Habib Luthfi. Maaher memiliki nama asli Soni Eranata.
Pengacara Soni Eranata, Djudju Purwantoro, menyebut kliennya menggunakan nama istilah dalam berdakwah, yakni Ustadz Maaher.
“Nama umatnya, nama ustaznya itu Maaher At-Thuwailibi, memang nama dia, alias-alias, alias Ustadz Maaher,” ujar Djudju Purwantoro ketika dihubungi detikcom, Kamis (3/12/2020).
“Nama aliasnya Maaher At-Thuwailibi,” tegas Djudju.
Djudju menjelaskan nama dalam KTP kliennya itu adalah Soni Eranata. Nama Ustadz Maaher digunakan sejak Soni menjadi ustaz.
“Sejak jadi ustaz (pakai nama Ustadz Maaher), udah lama itu,” imbuh Djudju.
Djudju tak menjelaskan spesifik mengapa Soni memilih nama Maaher. Djudju menyebut Soni menggunakan nama Maaher sejak lulus pesantren. “Mungkin udah 10 tahunan,” imbuhnya. (RB)
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.