Ibadah.co.id – Di bawah asuhan Kiai Ali Ma’shum, Pesantren Krapyak berkembang pesat. Perlahan-lahan pesantren yang juga dikenal dengan nama Pesantren Al-Munawir ini memiliki sarana pendidikan yang cukup komplet, mulai dari taman kanak-kanak, madrasah diniyah (awaliyah, wustha, dan ulya), serta madrasah tsanawiyah, madrasah aliyah, takhashus, dan tahfiz Alquran. Dengan demikian, terjadi keseimbangan antara pengajian Alquran dan pengajian kitab-kitab kuning di Pesantren Krapyak.
Kedekatan dengan para santri menjadi ciri khas Kiai Ali. Kiai Ali gemar membangunkan santri untuk diajak shalat tahajud dan shalat Subuh secara berjamaah. Dalam memimpin pesantren, hampir seluruh waktu Kiai Ali disediakan untuk mengajar dan mendidik santri. Sore hingga Isya, beliau mengajar santri dengan sistem bandongan.
Sistem bandongan dilakukan dengan seorang kiai membaca kitab, sementara para santri menyimak kitab yang sama untuk dikaji. Dalam sistem ini, yang aktif adalah kiainya. Santri lebih banyak mendengarkan penjelasan kiai terhadap materi yang dibaca. Jenis kitab yang dibaca Kiai Ali dengan sistem bandongaan ini kebanyakan adalah kitab tafsir, hadis, dan fikih.
Sedang di pagi hari setelah Subuh, beliau mengajar dengan sistem sorogan. Sistem ini kebalikan dari sistem bandongan. Di sini menuntut keaktifan santri untuk membaca kitab, sedangkan kiai tinggal menyimak dan membenarkan jika bacaan tersebut salah.
Sistem ini diyakini keampuhannya dalam membentuk kualitas keilmuan santri, sebab santri dituntut untuk mempersiapkan banyak hal sebelum membaca kitab di hadapan kiai. Santri juga dilatih memberi penjelasan secara runtut terhadap apa yang dibaca dalam kitab. Dengan demikian, santri memiliki kesempatan luas untuk mengeksplorasi potensi keilmuan yang mendekam dalam dirinya. (RB)