MUI Akan Gelar Munas Ke-10
Ibadah.co.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) ke-10. Nantinya MUI akan membahas beberapa poin-poin yang dirasa penting bagi kemaslahatan umat Islam.
Seperti dilansir republika.co.id pada 07/10/20, Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) ke-10 pada 25-28 November 2020. Rencananya, ada tiga tema yang akan dipilih menjadi materi fatwa Munas MUI 2020.
Ketua Komisi Fatwa MUI KH Hasanuddin AF menyampaikan, banyak usulan yang ingin dibuat fatwanya. Tapi usulan tersebut akan disaring karena waktu untuk Munas MUI relatif singkat.
“Cuma tiga masalah (tema) mungkin yang mau difatwakan, pertama masalah sosial dan budaya, kedua masalah ibadah, ketiga masalah ekonomi syariah, itu topiknya,” kata Kiai Hasanuddin saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (6/10).
Ia menyampaikan, materi fatwa untuk Munas MUI 2020 sedang dibahas bersama Tim Materi Fatwa Munas ke-10. Kemarin sudah dibentuk tim untuk menentukan materi dan masalah yang akan difatwakan di Munas MUI. Tim sudah melaksanakan rapat dan melakukan inventarisasi masalah yang akan dibahas.
Kiai Hasanuddin juga mengusulkan topik untuk dibahas dan menjadi materi fatwa Munas MUI. Diantaranya tentang masa jabatan presiden dan mudharatnya, dan ketidakadilan dalam pemilihan umum antara pejawat dan pasangan calon baru.
“Pertama, saya usulkan tentang masa jabatan presiden, masalah politik ini. Masa jabatan presiden itu kalau lima tahun lalu habis masa jabatannya, kemudian boleh dipilih lagi, itu mudharatnya banyak,” ujarnya.
Ia mencontohkan mudharatnya, saat presiden atau kepala daerah terpilih, baru satu tahun menjabat sudah berpikir untuk bagaimana caranya terpilih lagi dalam pemilihan umum selanjutnya. Kedua, mengusulkan fatwa tentang ketidakadilan dan ketidaksetaraan antara calon pejawat dengan calon yang baru dalam pemilihan umum. Pejawat berpotensi menyalahgunakan fasilitas dan kewenangan, jadi banyak unsur mudharatnya.
“Sehingga diusulkan memang ada usul juga dari masyarakat, bagaimana kalau presiden masa jabatannya tujuh tahun tapi sekali saja, kalau sudah tujuh tahun atau delapan tahun menjabat (selesai), tinggal yang lain dan yang baru maju (menjabat),” ujarnya.
Kiai Hasanuddin menjelaskan, kalau tidak ada pejawat dan peserta pemilihan umum adalah pasangan calon baru semua, maka akan setara dan adil kompetisinya. Tapi kalau di antara peserta pemilihan umum ada pejawat yang sudah menjabat selama lima tahun, maka akan terjadi ketidakadilan di sana.
Ia menambahkan, masalah fatwa politik dinasti juga akan diusulkan untuk dibahas. Misalnya saat menjabat menjadi presiden, menantu dan anak presiden mencalonkan diri jadi kepala daerah. Masalah tersebut bisa dibuat fatwanya kalau disetujui.
Fatwa untuk persoalan politik apakah jadi dibahas dalam Munas MUI 2020 atau tidak, Kiai Hasanuddin mengatakan, dibahas dan tidaknya tergantung kesepakatan Tim Materi Fatwa Munas X.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Asrorun Niam Sholeh dipercaya sebagai Ketua Tim Materi Fatwa Munas MUI X. Pada Senin (5/10) dilaksanakan rapat tim untuk merumuskan materi fatwa Munas MUI. Rapat tersebut membahas inventarisasi masalah yang akan didalami dan diputuskan dalam Munas MUI.
“Tim rapat secara fisik dengan protokol kesehatan, dengan agenda inventarisasi masalah aktual dan strategis untuk dijadikan materi fatwa Munas,” kata Kiai Niam melalui pesan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (5/10). Ia mengatakan, dari hasil rapat ada beberapa masalah strategis yang masuk dalam daftar yang akan dibahas dan difatwakan. Di antaranya masalah perencanaan keberangkatan haji sejak belia, human diploid cell, ideologi komunisme, penyelenggaraan pemilu langsung, dan masalah tentang vaksin serta langkah penanganan Covid-19. (RB)
[…] – Musyawarah Nasional (Munas) Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun ini akan membahas tiga bidang fatwa. Ketiga yakni sosial […]