Ibadah.co.id – Ingin tetap produktif diusia yang tidak lagi prima? Bergabunglah ke jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU)! Paling kurang di jama’ah berkultur NU. Jam’iyah dan jam’aah yang berasal dari habitat kumpul-kumpul. Kumpul untuk marhabanan orang baru yang “hidup” seperti aqiqahan, mauludan atau kumpul untuk mereka yang “hidupnya” berakhir alias tahlilan, yasinan, manaqiban atau haulan.
NU mengurus warganya, sejak di perut ibu hingga pasca kewafatannya. Kumpul-kumpul gayeng itu, mewarnai warga NU setiap kali mengadakan suatu kegiatan. Cangkrukan santai atau halaqah serius. Karena itu, meski bermazhab ahlur rukyat, namun mereka jaiz bersikap talfiq dengan menjadi ahli “hisab”. Untuk urusan ini, talfiq secara damai diadopasi warga NU dari maqam alim hingga awam dan… diselingi acara “ngupi-ngupi”.
Lihatlah! Energi yang nyaris habis akibat rapat-rapat maraton dalam komisi dan subkomisi di konferensi besar (konbes) NU 2022 akhir pekan lalu di kawasan Pasar Baru, Jakarta, mendadak menyala lagi. Seperti air zamzam yang dihela Siti Hajar saat sa’ie dan taharwul, bolak balik Sofa ke Marwah, para akademikus senior NU ini, Ahad pagi itu (22/5/2022) beringsut dari Pasar Baru menuju Salemba Raya. Dari forum kombes, ke rapat koordinasi bidang.
Selalu kopi
Lihatlah Prof Nizar, Prof Dhani, Prof Mukri, Prof Muzakki, Dr Fadhlansyah Lubis, Dr Padang Wicaksono, Dr Zainal Rahawarin, Dr Lukman Umafagur, Dr Harianto Oghie, bisa bersemangat berbicara karena kopi dan kopi. Prof Mukri, misalnya, senior dari Lampung bertindak bak begawan yang sangat paham seluk beluk kopi. Bukan semata soal cara menanam kopi tapi bagaimana biji-biji gosong ini jadi menu andalan.
Selain agar tumbuh sehat, katanya, juga supaya biji-bijinya menjelma kristal-kristal yang “nendang” di tenggorokan. Biji-biji yang membuat dua jendela mata terbuka lebar hingga leluasa membaca objek dan gejala di sekitar. Eks ketua panitia daerah muktamar 34 NU Lampung ini, tampak menguasai perkopian. Terlebih di daerahnya, Lampung Barat. Dari kabupaten pemekaran ini, kopi berkualitas tinggi merajai pasar dunia.
“Kopi yang tumbuh di lereng-lereng yang dingin serta berada di atas ketinggian 1200 m dpl, menawarkan jaminan mutu,” kata rektor sebuah PT di Lampung itu bak barista. Jika kopi disebut berpotensi menaikkan kritisisme dan daya pikir, maka Prof Mukri sudah membuktikan itu saat sukses “menjinakkan” perdebatan di muktamar. Sebuah forum perkumpulan ulama terbesar dunia dan dikenal sebagai bursa pemikiran keagamaan yang sengit dan eklektik.
Sambil memeragakan cara memilih benih yang baik, Prof Mukri berkisah soal denting biji kopi saling beradu digiling ibu-ibu di kampung. Kopi, katanya, bak buah mukjizat era para rasul. Selain menjaga stamina, juga mujarab menyatukan yang terbelah akibat politik dan ideologi. “Saya biasa bawa mobil sendiri,” ujar dia membanggakan staminanya. Eks pengurus Ansor era Ketua Umum Gus Ipul ini menunggang mobil dari Lampung ke Tasikmalaya !
Tak mau kalah dari Prof Mukri, sekretaris Korbid Pendidikan, Hukum dan Media PBNU, Prof Akh. Muzakki, M.Ag, Grand.Dip, SEA, M.Phil, Ph.D, menyebut kopi Ijen, khas Banyuwangi, Jawa Timur. Kopi dengan rasa kuat, pekat, dan manis. Kopi jawa arabika ini, produksinya dipusatkan di PegununganIjen, dengan ketinggian 1.400 m/dpl. Budidaya pertama kali dilakukan kolonial Belanda pada abad ke-18.
Biji kopi arabika terbaik, tumbuh subur di Desa Telemung yang terletak di kaki Pegunungan Ijen “Pas panen, kami hanya memetik biji kopi yang paling merah dan matang,” ujar Prof Muzakki. Dr Lubis menyela. Kopi Sidikalang, katanya, sudah lama memperkaya khasanah kopi Nusantara. Sidikalang dikenal sebagai penghasil biji kopi robusta terbaik yang memiliki kadar kafein tinggi, yaitu mencapai 70-80%.
Berada di kawasan Bukit Barisan, dengan kombinasi kawasan yang sejuk dan dingin serta tanah yang subur, membuat Sidikalang mampu menghasilkan salah satu kopi terbaik di Nusantara. “Tingkat keasaman Kopi Sidikalang, terbilang rendah jika dibandingkan kopi jenis lain,” kata Ketua LPBH PBNU ini sembari menepuk perut. “Cocok lah dikonsumsi penggila kopi yang ada masalah lambung,” katanya bangga.
Misi agama-agama
Kopi, di mana pun ia tumbuh, selalu menjadi faktor penting terciptanya kohesi dan harmoni sosial. Datang dari lereng-lereng gunung, ditanam rakyat jelata, dinikmati para menak di istana. Diracik santri dan dinikmati para tamu kiai dan ulama. Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf seorang penikmat cita rasa kopi. Asprinya, A Ghufron Siroj, setia dengan termos kecil. Menyeduhkan atau menaruh di meja persidangan di mana Gus Yahya memimpin rapat.
Di saat pandemi Covid-19 menggila, di saat ekonomi kolaps, di saat bisnis lesu, di saat produksi terhenti, kopi justeru menjelma kawan setia, muncul di setiap sudut, menemani diri dalam masa-masa PPKM. Kopi hadir dengan legitimasi teologis ; teman dalam kesendirian dan kesunyian. Mendamaikan jiwa, menghadirkan kerapatan sosial. Persis misi profetik agama-agama. Hadir untuk semua kalangan.
MAN
Sumber : Infokom dan Publikasi PBNU
Baca juga : Konferensi Ulama Rekomendasikan Fatwa Larangan Kunjungi Al Aqsa Direvisi