Take a fresh look at your lifestyle.

- Advertisement -

R20 dan Mihrab Taubat Kaum Agamawan

0 61

Ibadah.co.id – Abu Imron Al Wasithi, sufi besar pada zamannya, berkisah soal seseorang yang memberinya minum saat dia dan isterinya terombang-ambing di tengah gelombang lautan yang ganas. Ia takjub karena sosok itu duduk di atas hawa ‘–udara. Saat ditanya bagaimana bisa sampai di maqam itu, ia berujar, “taraktu hawaaya fa-ajlasani fil hawa-i–aku meninggalkan hawa (nafsuku), maka Dia mendudukkanku di atas hawa–udara.” Al Wasithi merunduk. (*)

Taubat Ditolak

Setelah bertemu banyak guru ruhani dan mengadukan sisi gelap hidupnya, seorang pria akhirnya menemui Rabi’ah Adawiyah. “Dosaku menumpuk karena sering bermaksiat. (Menurut Anda) Jika saja bertaubat, apakah Tuhan akan mengampuniku ?” tanya pria itu. Setelah menghela nafas, sang wanita suci menjawab. “Laa. Bal, law taaba ‘alayka latubta–Tidak ! Tapi jika Dia mengampuni, (maka) engkau akan bisa bertaubat !” Hening merayap.

Kisah epik ini ada di bab Taubat, hal.132, Ar “Risalah al Qusyaiyah”. Salah satu induk kitab tasawuf. Ditulis oleh Imam Abil Qosim Al Qusyairy (wafat 465 H). Daarul Kutub 1961, Bayrut. Di bab itu, banyak sekali agamawan, ulama tauhid, fikih dan tasawuf, memberi batasan soal taubat. Dari Malik bin Dinar hingga Sufyan As Tsauri. Mulai Syaqiq Balkhi hingga Hasan Bashri. Dzun Nun Misry sampai Ibrahim bin Adham. Dan dari Saari Saqathi hingga Harits Muhasibi.

Penulis memilih versi Rabi’ah. Kisah taubatnya melegenda. Memengaruhi ulama dan tokoh besar sesudahnya, seperti Al Ghazali, Ibnu Arabi, Rumi. Jika dia hidup di zaman Hasan Bashri, maka Rabi’ah masuk jajaran tabi’in muda, alias hidup di zaman murid Sahabat. Sahabat terakhir, Ibn Thufail, wafat 110 H, dan Rabiah lahir 95 H. Tabi’in senior diwakili Said bin Al Musyayyi(a)b. Di bawahnya ada nama Hasan Bashri dan Muhamad bin Sirin.

Pengakuan

Dalam ajaran Rabi’ah, ampunan hanyalah buah dari tahap mencairnya parasit kejiwaan. Parasit yang melahirkan limbah kesombongan, ketakaburan, dan keangkuhan. Sifat negatif ini, bersumber dari egoisme berlebih. Egoisme harus ditundukkan dan dikendalikan. Dia hanya bisa dikuasai lewat keberanian diri untuk meng-akui semua sisi-sisi negatif. Sebab, egoisme adalah ke- aku-an yang melampaui ukuran apapun.

Permohonan maaf dan pertobatan seseorang, hanya mungkin bermakna jika didahului dengan pengakuan. Atas segala tindakan, penafsiran, dan pemaknaan mengenai ajaran tertentu dari agama. Pengakuan atas salah klaim dan merasa paling benar menangkap pesan dan kehendak Tuhan. Situasi kejiwaan semacam ini, terbukti paling kuat menghuni ruang-ruang terdalam ruhani umat beragama. Mematut diri sebagai wakil Tuhan dan juru bicara-Nya.

Apakah kaum agamawan terbebas dari salah dan ambisi? Apakah ajaran hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan, tak ada dalilnya dalam agama? Penaklukan wilayah oleh penguasa beragama tertentu atas wilayah beragama lain, selalu atas nama pesan agama. Pesan hasil penafsiran kaum agamawan pada masanya dan dijadikan landasan para penguasa politik, yang sudah tidak kampatibel di zaman sesudahnya.

Situasi ini sudah berlangsung lama sekali. Selama berdirinya peradaban manusia. Musim berganti tapi para agamawan belum menyiapkan runway yang potensial bagi terciptanya ruang besar bersama. Ruang bagi semua. Hal ini bisa dimulai dari keberanian kaum agamawan untuk duduk bersama. Berbicara dari hati ke hati. Mengakui secara jujur telah memberi tafsir atas ajaran agama dan mengamalkannya secara deviatif dan menyesatkan.

Lalu bertaubat sesuai ajaran masing-masing. Apakah tabu para agamawan mengakui salah dan bertaubat ? Tidak ! Bahkan taubat para agamawan akan jadi jalan keselamatan bagi umat manusia. Alim besar, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, bahkan menulis kitab “at-Tawwabin”, Daarul Kutub Ilmiyah, Beirut, 2412 H. Isinya bukan semata ajaran tentang taubat, tetapi catatan sejarah pertaubatan para makhluk ; dari bangsa malaikat dan anak Adam As. Kalau malaikat saja bertaubat. Jika Nabi saja mengaku salah dan bertaubat ???

Kisah Harut dan Marut adalah catatan pertaubatan malaikat yang diabadikan dalam kitab suci. Mereka mengaku melakukan kesalahan dan bertaubat. Pertaubatan juga dilakukan manusia-manusia pilihan Tuhan ; para nabi dan rasul. Juga sejumlah Sahabat Nabi. Nabi Adam melakukan kesalahan. Demikian juga nabi Nuh, nabi Musa, nabi Daud, nabi Sulaiman, nabi Yunus alaihimussalam. Mereka mengakui kesalahan dan bertaubat. Pertaubatan menuju keselamatan.

Seruan Pertaubatan

Adalah KH Yahya Cholil Staquf, tokoh agama dan pimpinan perkumpulan keagamaan, Nahdlatul Ulama (NU) yang mula-mula secara terbuka menyeru kaum agamawan dunia. Seruan untuk pengakuan diri. Pengakuan menuju pertobatan yang tulus. Ketulusan yang bersumber dari relung ruhani agama-agama. Agama yang turun dari beranda rumah Tuhan. Tuhan sebagai kampung halaman azali. Tujuan mudik bagi semua umat manusia saat ajal datang menjemput.

Tak lama usai muktamar Nahdlatul Ulama (NU), di akhir Desember 2021 lalu, Gus Yahya–sapaan KH Yahya Cholil Staquf, ke Istana ke Negara, menemui Presiden Jokowi. Selain melapor amanah baru sebagai Ketua Umum PBNU, Gus Yahya membawa misi khusus. Sesuatu yang sekian lama menggantung di hati. Kepada presiden, ia berkisah soal inisiatif NU untuk merawat jagat dan membangun peradaban manusia di masa depan.

Peradaban yang ditegakkan berdasar penghormatan atas kesetaraan hak dan martabat di antarsesama. Entitas peradaban yang bersumber dari nilai-nilai luhur agama. Agama yang jadi mata air ; tempat semua manusia membangun kesucian jiwa. Rujukan bagi tanya yang jawabnya tertulis abadi di semua kitab suci. Kitab solusi dari banyak krisis kemanusiaan modern. Krisis akibat menguatnya egoisme para pemetik rente agama.

Dalam versi Gus Yahya, rente agama bisa termanifestasikan dalam praktek politik identitas. Dan politik identitas paling merusak adalah ketika ambisi orang dan kelompok yang menjadikan agama sebagai instrumen politik dan kekuasaan. Sikap Gus Yahya sangat keras soal ini. Ia tidak akan mudah ditawar meski dianggap tidak taktis oleh sementara pihak. Ia akan sekuat ikhtiar menghindarkan warga bangsa, terutama warga nahdliyin, dari situasi yang saling melahirkan permusuhan.

Di titik ini, Gus Yahya dan Jokowi bertemu. Dalam banyak kesempatan, presiden menyalakan “early warning” akan bahaya dan potensi merusak politik identitas. Sebagai kepala negara, Jokowi tak menyebut secara spesifik atribusi identitas yang dia maksud. Tapi dalam klausa umum, itu mengacu pada diktum SARA–suku, agama, ras dan antargolongan. Dan sebagai pimpinan agama, Gus Yahya secara denotatif mengacu pada frasa identitas agama.

Atas dasar pertemuan “kepentingan” itu, Gus Yahya secara berterus terang meminta presiden berkenan mengakomodasi usulan pembentukan Religion Twenty atau Religion 20. Dan, Jokowi pun memasukkan R20 sebagai salah satu “official engagement group” di G20–forum 20 Kepala Negara, di mana Indonesia selama setahun ini, memegang tongkat presidensinya. Di Nusa Dua Bali, 2-3 November 2022, sidang perdana R20 akan dimulai. Selaku pemberi “izin”, Presiden Jokowi akan hadir.

Ia akan memberi arahan kepada ratusan para agamawan dari seluruh belahan dunia. Di fora penuh mistis itu, bangsa Indonesia secara khusus dan umat manusia sedunia, akan menyaksikan para ulama mereka. Ulama dari semua agama, yang duduk bersama, merenung bersama, saling tukar pikiran, saling menautkan perasaan terdalam kemanusiaan, demi kebaikan umat beragama. Awal November 2022 depan, Indonesia akan jadi mihrab taubat agamawan sedunia !

Akhirulkalam

Saat ini, 150 partisipan internasional yang telah mengonfirmasi keikutsertaan mereka dalam forum R20, termasuk 40 orang pembicara. Di antara yang sudah mengonfirmasi adalah Profesor Marry Ann Glendon dari Harvard University, Amerika Serikat dan Archbishop Thomas Schirrmaker dari World Evangelical Alliance, Jerman. Kami mendapat konfirmasi kehadiran juga dari Dr. Hamdan Musallam Al-Mazrouei dari Abudhabi.

Tentu saja Dr. Muhammad bin Abdul Karim Al-Issa, Sekjen Rabithah al-‘Alam al-Islami (Liga Muslim Dunia) yang akan menjadi co-host dari PBNU untuk R20. “Saya perlu jelaskan latar belakangnya. Gagasan menggelar forum internasional para pemimpin agama sedunia ini, sudah ada sejak lama. Usai Muktamar NU akhir Desember 2021, saya langsung konsolidasi untuk mengerjakan konseptualisasi dari gagasan itu,” kata Gus Yahya di hadapan para pemimpin redaksi sejumlah media nasional dan di forum Foreign Correspondet.

Ishaq Zubaedi Raqib

Jurnalis Senior, Ketua LTN–Infokom dan Publikasi PBNU

Artikel ini pernah diupload di detik.com pada tanggal 27 Oktober 2022

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy