PBNU: Islam Moderat Indonesia Jadi Rujukan Dunia
Ibadah.co.id – Moderatisme Islam Indonesia sudah tak diragukan lagi. Walaupun beragam ras dan budaya, juga pemahaman keislaman, hampir semuanya rukun. Saling menghargai dan merawat keberagaman. Walaupun ada ‘krikil’ yang mencoba mengganggu, mayoritas Islam Indonesia tetap menghendaki perdamaian. Dan pondasinya ada pada ormas terbesar Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Dalam hal ini, Ketua Rabithah Maahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) KH Abdul Ghafar Rozin mengungkapkan bahwa moderatisme Islam Indonesia itu kini dan nanti menjadi inspirasi dan rujukan negara-negara Internasional.
“Kami di RMI meyakini bahwa bukan tidak mungkin dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi menjadi Islam yang rujukan di berbagai dunia,” katanya saat menjadi pembicara kunci pada seminar di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) lantai 8, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, (19/8).
Menurutnya, penting untuk menggarisbawahi pembicaraan Islam Wasthiyah, Islam moderat, Islam toleran di negeri ini. Pasalnya, sampai saat ini, masyarakat luar negeri mensyukuri dan mengagumi Islam yang diajarkan dan dipraktikkan oleh umat Islam Indonesia.
Salah satu kebijakan pemerintahan Indonesia untuk merawat dan meningkatkan pemahaman keilmuan moderatisme Islam Indonesia ini adalah berdirinya Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Saat ini sedang proses pembangunan yang berlokasi di Kota Depok, Jabar. Gus Rozin menegaskan bahwa kampus ini yang nantinya menjadi tolak punggung atau modal besar Indonesia sebagai rujukan Islam dunia.
Pesantren, ujar Gus Rozin menuturkan adalah modal utama dalam pembentukan atau produksi pemahaman Islam wasthiyah ini. “Pesantren memiliki beberapa kekuatan kelebihan yang saya kira bisa klik,” katanya pada acara bertema Peta Jalan Islam Wasthiyah untuk Islam Indonesia dan Dunia: Kontribusi Pesantren itu.
Di persantren sudah akrab dengan pelbagai literatur yang moderat. Sehingga para santri sejak dini diacari cara berfikir moderat. Pandangan Gus Rozin bahwa pesantren itu sedari awal sudah merupakan pusat literasi turats (khazana kitab klasik atau kitab kuning). Ada banyak ulama pesantren yang melahirkan beragam karyanya. Sebut saja Syekh Nawawi al-Bantani dengan karya-karyanya lintas fan ilmu, Syekh Ihsan al-Jampesi Kediri. Belum lagi ada kiai yang membahas secara rinci mengenai hukum hewan-hewan laut dalam kitabnya yang berjudul ‘Aisyul Bahri.
Di samping itu, lanjutnya, pesantren memiliki kekuatan pendidikan karakternya yang kuat mengingat 24 jam penuh mereka bersentuhan dengan kiainya. “Pola pendidikan pesantren 24
jam dengan musyrif dan murabbi, kiainya itu pola terkuat (dari) pendidikan karakter,” katanya.
Sudah Saatnya Keislaman Indonesia Disebarluaskan Ke Arab dan Dunia Islam
Rektor Universitas Az-Zaituna Tunisia, Prof Hichem Grissa, mengatakan jika dahulu para ulama membawa Islam dari Arab menuju Indonesia, kini saatnya Indonesia bangkit dan menyebarkan ke-Islam-annya ke dunia Arab dan seluruh dunia Islam.
Itu diungkapkan saat memberi sambutan pada diskusi dan pelantikan Rais Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tunisia periode 2019-2020. Acara yang digelar di Auditorium Ibnu Khaldun, Universitas Az-Zaituna, Kamis (15/8), bertepatan dengan 14 Dzulhijjah 1440 H ini mengusung tema NU, Kiprah dan Tantangan dalam Menapak Masa Depan.
Hichem mengungkapkan rasa senang dan sepakat dengan pemilihan kata jam’iyyah dalam penyebutan organisasi Islam ini. Pemilihan kata jam’iyyah untuk Nahdlatul Ulama ini sangat tepat.
“Jadi, bukan hizb (partai). Karena, jam’iyyah menunjukkan bahwa organisasi ini memiliki tujuan gerakan sosial, yakni mengumpulkan orang kepada kebajikan. Sedangkan, kata hizb berarah pada siyasah (politik),” tuturnya dalam rilis PCINU Tunisia yang diterima media, Sabtu (17/8).
Sebagai Dewan Mustasyar PCINU Tunisia, Hichem Grissa turut prihatin dengan konflik yang terus bergejolak di kawasan negara-negara Arab. Ia berharap wajah Islam Indonesia yang damai dapat diperkenalkan dan ditransfer ke dunia Arab dan dunia Islam pada umumnya.
“Jika dahulu para ulama membawa Islam dari Arab menuju Indonesia, maka sekarang saatnya Indonesia bangkit dan membawa ke-Islam-annya ke dunia Arab dan (seluruh) dunia Islam,” tegas Hichem Grissa. (ed.AS/ibadah.co.id/nuonline)