Take a fresh look at your lifestyle.

- Advertisement -

Pesantren Sebagai Pusat Jaringan Ulama Global

0 247
Ibadah.co.id – Dalam penyebaran dan perkembangannya, Islam memiliki tokoh ulama di seluruh penjuru dunia yaitu para ulama. Secara tidak disadari, keberadaan ulama di berbagai daerah memiliki hubungan intelektual dan spitual yang sangat kuat. Hubungan antar seorang ulama dengan selainnya, yang entah masih dalam satu batas geografis tertentu dan atau bahkan sampai di daerahnya, yang walau tidak dilakukan dengan inten, oleh Ayzumardi diistilahkan dengan jaringan ulama. Kajian Azra tentang Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal, penelitian Snouck Hurgronje tentang Masyarakat dan Ulama Jawi di Mekah pada Akhir Abad ke-19 menegaskan bahwa sejauh penyebaran agama Islam, ulama memiliki jaringan yang sangat kuat antar satu daerah dengan selainnya. Lebih jauh, khusus pelajar Indonesia di kawasan timur tengah, William Roff menuliskan buku khusus “Para Pelajar Indonesia dan Malaya di Kairo pada 1920-an, Jutta E. Bluhm mengenai Hubungan Jurnal (dan Kelompok) Al-Manar Kairo dengan Dunia Melayu Indonesia, kajian von der Mehden mengenai Interaksi antara Asia Tenggara dan Timur Tengah, Hingga Abdurrahman Mas’ud yang menuliskan jejak intelektual arsitek pesantren, semakin menegaskan adanya jaringan ulama yang kuat dalam tradisi Islam.[1] Berdasarkan beberapa hasil penelitian para cendekiawan tersebut, yang menarik untuk ditelaah lebih dalam adalah, melalui wadah apa para ulama membangun jaringan tersebut. Dan bagaimana pula jaringan ulama terus terjaga dengan baik? Jaringan Ulama Pesantren: Otoritas Sanad dan Silsilahnya Jaringan ulama pada dasarnya memiliki akar yang kuat dalam tradisi keilmuan Islam, yang sering disebut dengan istilah rihlah ilmiyyah (perjaIanan keilmuan) atau perjalanan untuk menuntut ilmu. Hal ini terjadi sejak sedia kala awal mula Islam berlandaskan pada ajaran Islam yang menganjurkan para penganutnya untuk menuntut ilmu ke bagian dunia mana pun. Dalam sejarahnya, tradisi berkelana menimba pengetahuan telah dimulai sejak sepeninggal Nabi untuk mengumpulkan dan merekam hadis. Hubungan timbal balik yang terjadi dari satu ulama dengan beberapa ulama selainya pada akhirnya membentuk suatu jaringan, sanad dan silsilah keilmuan.[2] Di Nusantara, hubungan antara kaum Muslim di kawasan Melayu-Indonesia dan Timur Tengah telah terjalin sejak masa-masa awal Islam. Para pedagang Muslim dari Arab, Persia, dan anak benua India yang mendatangi kepulauan Nusantara tidak hanya berdagang, tetapi dalam batas tertentu juga menyebarkan Islam kepada penduduk setempat. Penetrasi Islam di masa lebih belakangan tampaknya lebih dilakukan para guru pengembara sufi yang sejak akhir abad ke-12 datang dalam jumlah yang semakin banyak ke Nusantara.   Sumber dinamika penyebaran pembaruan Islam ke Wilayah Indonesia pada abad ke-17 dan ke-18.[3] Hubungan yang membentuk jaringan ulama sebenarnya sangat kompleks. Namun, jika disederhanakan pola hubungan tersebut pada umumnya dapat dikategorikan menjadi dua bentuk: Pertama, hubungan yang bersifat formal seperti hubungan keilmuan antara ulama yang berfungsi sebagai guru dan muridnya, dan hubungan antara ulama yang berfungsi sebagai shaikh atau mursyid tarekat dan para khalifah atau wakilnya. Kedua, hubungan yang bersifat informal seperti hubnngan antara seorang ulama dan ulama lain, dan hubungan seorang ulama yang berfungsi sebagai guru dengan murid-murid yang menjumpainya dalam waktu yang relatif singkat atau bahkan tidak menemuinya, namun guru itu memberikan otoritas pengetahuan dalam suatu bidang ilmu Islam tertentu. Hubungan keilmuan yang antara guru dan murid terdapat pada berbagai cabang keilmuan yang pada selanjutnya kana membentuk sanad. Sanad disini dimaksudkan sebagai mata rantai yang berkesinambungan sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Kepaduan jaringan ulama ini semakin bertambah karena di kalangan ulama yang terkait oleh sebuah jaringan terdapat sejumlah pandangan dasar dan kecenderungan intelektual yang sama. Pandangan dasar yang turut memperkuat kepaduan di antara rnereka berkenaan dengan rekonstruksi sosio-moral masyarakat muslim yang pada gilirannya memunculkan aktivisme pembaharuan IsIam. Jaringan ulama lazimnya terdapat pada seorang ulama atau lebih yang merupakan tokoh sentral yang memainkan peranan kunci dalam pembentukan dan perkembangan jaringan intelektual yang ada. Wibawa keilmuan tokoh tersebut merupakan salah satu faktor terpenting bagi terbentuknya sebuah jaringan atau lebih. Ini bermula dengan kedatangan para murid atau ulama lain yang ingin belajar atau menuntut ilmu kepada tokoh sentral tadi. Kata Akhir Jaringan ulama adalah hubungan timbal balik yang dilakukan para ulama dalam rangka proses tranformasi ilmu pengetahuan baik dalam satu masa dan satu tempat tertentu atau melampauinya. Secara teroritis, jaringan ulama dapat dipetakan menjadi dua bentuk, Pertama, hubungan yang bersifat formal seperti hubungan keilmuan antara ulama yang berfungsi sebagai guru dan muridnya, dan hubungan antara ulama yang berfungsi sebagai shaikh atau mursyid dalam tarekat. Kedua, hubungan yang bersifat informal seperti hubunngan antara seorang ulama dan ulama lain sebagaimana lazimnya tanpa dibarengi dengan adanya hubungan formal, namun yang perlu dicatat, diantara mereka tetap ada pertalian silaturrahim. Adapun jaringn ulama Nusantara dengan ulama haramain, sudah terbangun sejak abad ke-17 memulai interaksi keilmuan yang cukup inten. hubungan keilmuan inilah yang kemudian melahirkan terbentuknya sistem pesantren. Beberapa ulama yang sedang menimba ilmu pengetahuan ke ulama lain, biasanya mereka menetap dan mengaji selam bertahun-tahun dikediaman gurunya yang disebut pesantren. Jadi, jaringan ulama sejatinya tidak dapat dipisahkan dengan tradisi pesantren itu sendiri. Oleh karena pesantren semata-mata hanya dijadikan tempat menimba pengetahuan, maka dapat dikatakan bahwa pesantrenlah yang sesungguhnya adalah jantung jaringan ulama itu sendiri, baik secara lokal bahkan global. Dari hubungan keilmuan inilah kemudian lahir istilah sanad dan silsilah keilmuan yang posisinya sangat penting sekali dalam tradisi keilmuan Islam.  

Sumber

[1] Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek Pesantren,(Jakarta: Penada Media, 2006), h. 16. [2] Oman Fathurahman, “Jaringan Ulama: Pembaharuan dan Rekonsiliasi dalam Tradisi Intelektual Islam di Dunia Melayu-Indonesia”  Studia Islamika, Indonesian Jurnal FoR Islamic Studies, (Vol. 11, No. 2, 2004), h. 367. [3] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah danKepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII Melacak Akar-Akar  Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1994), h. Xix-xx.

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

Privacy & Cookies Policy